TANJUNG — Habis sudah kesabaran warga Dayak Kampung Sepuluh Kecamatan Haruai Kabupaten Tabalong. Pihak PT Adaro dan pemerintah daerah serta Polres Tabalong tak memberikan keputusan apa-apa terkait tuntutan ganti rugi yang mereka minta atas tanah Ulayat yang letaknya di kawasan eks tukar guling antara PT Cakung Permata Nusa (CPN) dengan PT Adaro Indonesia itu.

Deadline tiga hari yang diberikan warga atas mandulnya keputusan tersebut berujung pada penutupan lahan di KM 82 Kawasan Afdelling Alfa PT ATA, tepatnya di wilayah Desa Lokbatu Kecamatan Haruai Kabupaten Tabalong.
“Siapa pun yang berani melepas atau memutus tali bentangan ini tanpa seizin dan sepengetahuan kami, akan saya penggal lehernya dan saya taroh kepalanya di sisi jalan,” papar Agus, seorang warga Dayak dengan nada tinggi.
Kemarahan warga tak tertahan lagi mendapati kenyataan tuntutan mereka tak diberi tanggapan oleh Pamkab Tabalong, Polres dan PT Adaro Indonesia.
Pergerakan massa bermula Minggu pagi kemarin (29/01) dimana sekitar 300 orang warga Dayak datang secara bersamaan dari wilayah Kecamatan Upau, Haruai dan beberapa anak desa lainnya. Dalam waktu tidak berapa lama massa semakin bertambah dimana banyak warga dayak yang memberikan dukungan solidaritas dari beberapa wilayah Kalteng, Kalbar dan Kaltim.
Ardiansyah, Ketua pergerakan warga Dayak Deah menegaskan akan terus menutup lahan sampai ada keputusan dan tindakan oleh PT Adaro.
“Selama tidak ada keputusan yang berpihak pada kami, lahan ini akan terus kami pertahankan,” paparnya.
Tindakan warga yang sudah beringas menutup haul road Adaro siang itu, tampaknya tidak bisa dihalangi baik anggota Polres Tabalong, maupun A5 Security tambang Adaro sendiri.
“Penutupan lahan kali ini akan terus berlangsung, selama tuntutan kami sebanyak Rp 55 miliar tidak dipenuhi, dan kegiatan penutupan lahan ini kami isi dengan ritual adat, “ tambah Ardiansyah kepada wartawan 5 stasiun televisi swasta nasional serta beberapa media lokal.
Seperti yang diberitakan minggu-minggu kemarin, dalam beberapa kali diadakan pertemuan tidak membuahkan hasil dan kata sepakat. Dimana klaim ganti rugi yang dituntut oleh warga dayak tidak dapat dibayar oleh PT Adaro Indonesia karena semua lahan dituntut sebagai hak ulayat itu sudah diganti rugi oleh PT Adaro Indonesia kepada warga pemegang hak atas tanah tersebut.
Sementara itu, pemerintah daerah tidak bisa memberikan kepastian dan jaminan akan status hak tanah ulayat yang sebenarnya, yang hingga saat ini masih dipertanyakan banyak pihak. (Metro7/tim)