TAMIANG LAYANG — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Tahun Anggaran 2011 lalu menemukan indikasi penyalahgunaan uang negara pada 13 SKPD di wilayah Kabupaten Barito Timur (Bartim) Kalimantan Tengah. Temuan tersebut seluruhnya terkait Belanja Modal, di mana 10 kasus di antaranya sudah ditindaklanjuti oleh Pansus DPRD Bartim.

Jika indikasi tersebut terbukti, maka oleh Pansus sebagai lembaga pengawas, dinas yang bersangkutan mewajibkan tiap SKPD bersangkutan supaya mengembalikan dana tersebut ke kas negara.
Ketua Pansus LHP Belanja Modal Tahun Anggaran 2011, Dian Puspita Sari menyebutkan, tiga dinas lainnya yang terindikasi, saat ini masih dalam proses lanjutan.
 “Tiga dinas yang masih belum selesai atau belum mengembalikan uang negara adalah Dinas PPKAD, Dinas Pertanian, Perikanan dan peternakan serta Dinas Pekerjaan Umum. Ketiga SKPD ini masih dalam proses, sedangkan BPK merekomendasikan bahwa untuk Dinas Pekerjaan umum masih bisa di pertanggungjawabkan. Karena itu, bisa mengembalikan uang ke kas negara atau menambah kekurangan volume pekerjaan,” ungkapnya.
Ditambahkan Dian, temuan pada Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan dari hasil temuan BPK adalah menyangkut tingginya harga bibit ikan unggul di atas yang semestinya.
“Saran kita dari DPRD kepada Pemerintah Daerah, dalam penentuan harga dasar atau Basic Prize, supaya melibatkan sektor teknis, agar betul-betul sinkron dan tidak ada lagi perbedaan harga, sehingga temuan seperti ini tidak akan terulang lagi,” imbuhnya.
Sementara temuan BPK di Sekretaris Dewan (Sekwan) Kabupaten Bartim adalah terkait pengadaan Printer yang harga satuannya lebih mahal, sedangkan di wilayah Bartim masalah penetapan harga mengacu kepada Peraturan Bupati tentang Penetatapan Basic Prize di Kabupaten Bartim.
Dian juga berharap ke depannya ada perbaikan sistem, salah satunya mengenai penetapan standar harga, sehingga kalau ada perubahan dalam sekian bulan, maka sebaiknya Pemerintah Daerah dalam satu tahun, dua kali untuk melakukan penetapan Basic Prize, agar tidak ada lagi temuan BPK terhadap SKPD.
“Hendaknya nanti benar-benar dihitung Basic Prizenya, termasuk pendapatan dan pengeluaran untuk rekanan dan pajaknya, sehingga ke depan kajadian seperti  ini tidak akan terulang lagi dan dengan demikian koordinasi bisa terjalin dengan baik,” harap Dian.
Di lain pihak, Inspektorat Kabupaten Bartim H Subari MM ketika di temui Metro7 di halaman Kantor Bupati Bartim Selasa (21/02) menilai kelemahan Belanja modal ini adalah karena belum dibentuknya Tim Standarisasi Harga Barang Daerah, sehingga penentuan harga Konsultan Pengawas, tidak dimanfaatkan oleh Pengguna Anggaran (PA).
“Ke depannya, Pengguna Anggaran diharapkan bisa menggunakan dan memanfaatkan jasa Konsultan Pengawas untuk membantu pekerjaan di lapangan, supaya tepat waktu sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sistim pembayaran kontrak Konsultan Pengawas dibayar sesuai dengan kemajuan yang dicapai, sehingga pengawasan pekerjaan bisa berjalan dengan maksimal dari awal sampai akhir,” ungkapnya.
Pria berkacama ini menambahkan bahwa kontrak Konsultan Pengawas harus mengacu pada Buku Biru yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum (PU), sesuai dengan pedoman mengenai Perencanaan Pengawasan dan Pengelolaan, sehingga Konsultan dalam melaksanakan pekerjaannya tidak asal kerja.
“Setiap Konsultan Pengawas kalau mau mengajukan anggaran biaya, harus melampirkan kontrak serta mencantumkan namanya lengkap dengan rincian biaya pengawasan mingguan, bulanan dan triwulan, sehingga nantinya tidak ada lagi istilah kelebihan barang, kelebihan harga atau pun kekurangan harga pada Belanja Modal. Konsultan Pengawas juga harus mengawasi sekaligus memastikan supaya semuanya dapat berjalan dengan baik sesuai dengan apa yang kita harapkan bersama,”pungkas Subari. Metro7/ali