Rapat Pertemuan Bupati Bartim dengan pengelola SPBU dan Pelangsir BBM.
TAMIANG  LAYANG – Pasca insiden berdarah di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Longkang Kecamatan Dusun Timur Kabupaten Barito Timur (Bartim) Kalimantan Tengah, Pemerintah Daerah Bartim Selasa (21/2) lalu menggelar pertemuan dengan sejumlah pihak, di antaranya pengelola SPBU dan beberapa pelangsir di ruang rapat Bupati Bartim.

Insiden yang sebenarnya tidak perlu terjadi tersebut menyebabkan Saptono alias Endut (46) warga Tamiang layang meninggal dunia, sementara anaknya, Christian (16) dalam keadaan kritis di rumah sakit Banjarmasin.
Rapat Koordinasi (Rakor) tersebut dipimpin langsung oleh Bupati Bartim Drs H Zain Alkim, membicarakan Penanganan dan Tata Tertib Para Pelangsir Bahan Bakar Minyak (BBM).
Dalam pertemuan tersebut akhirnya diputuskan untuk membentuk Tim Penertiban Pelangsir yang terdiri dari unsur Pemerintah Daerah, aparat kepolisian, TNI dan Satpol PP.
“Ke depannya kita harapkan penertiban pelangsir dapat berjalan maksimal, sehingga peristiwa yang mengenaskan ini tidak terulang lagi di daerah kita (Bartim – red), ujar Zain.
Ditegaskannya bahwa pertemuan yang dilangsungkan hari itu, bukan bermaksud untuk menghentikan pekerjaan para pelangsir, tetapi adalah dalam rangka mencari solusi untuk mengendalikan dan mengatur supaya semuanya dapat berjalan lebih tertib dan sopan, sehingga tidak sampai ada lagi jatuh korban jiwa secara sia-sia.
“Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sudah ditentukan oleh Pemerintah Daerah Bartim adalah sesuai dengan Peraturan Bupati. Untuk tiga Kecamatan, yaitu Paju Epat, Awang dan Pematang Karau, HET BBM nya Rp7000 per liter, sedangkan 7 Kecamatan lainnya, seperti Kecamatan Dusun Timur, Karusen Janang, Paku, Dusun Timur, Raren Batuah, Bentot dan Benua Lima, HET nya Rp6000,” lanjut Zain.
Ia meminta warga tidak menyalah artikan ketentuan tersebut. Untuk itu, ia menginstruksikan kepada dinas terkait supaya benar-benar mensosialisasikannya kepada seluruh lapisan masyarakat.
Wakil Ketua DPRD Bartim H Supriatna Spd MM berpendapat, banyaknya warga yang menjadi pelangsir, karena HET BBM di daerah Bartim lebih tinggi dibanding Kabupaten tetangga lain, yang selisihnya bisa mencapai Rp 2.500 per liter.
“Kalau dibanding gaji pegawai negeri Golongan II yang hanya Rp1,2 juta per bulan, penghasilan pelangsir dalam satu bulan bisa mencapai Rp 3 juta, dengan rata-rata Rp100 ribu per hari. Inilah yang membuat masyarakat tergiur menjadi pelangsir,” ujar Supriatna.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Kapolres Bartim AKBP Amostian Sik menegaskan bahwa jajarannya akan segera melakukan penertiban ekstra terhadap para pelangsir. Lebih jauh ia mengusulkan agar pelangsir luar tidak dibolehkan melakukan pelangsiran di SPBU yang ada di wilayah Bartim.
“Saya mendapat informasi bahwa ternyata ada juga pelangsir Bartim yang mencoba melakukan aktifitas pelangsiran di wilayah Kalsel, tetapi ditolak, sementara pelangsir luar sekarang ini bebas saja melangsir di wilayah Bartim,” ujarnya.
Menurutnya, hal itu jelas akan memicu perselisihan. Pihaknya pun telah mengusulkan kepada Pemkab melalui Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Bartim, supaya membuat larangan parkir dalam jarak antara 200-300 meter dari SPBU. Metro7/ali