Pemerintah dan Aparat Diminta Tegas
TANJUNG — Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang merangkak naik sebelum waktunya menjadi perhatian serius masyarakat, khususnya mereka yang sehari-harinya karena tuntutan pekerjaan mau tidak mau harus bepergian menggunakan kendaraan berbahan bakar premium.

Mereka menilai Pemerintah Daerah dan pihak aparat seperti tutup mata, tidak melakukan kontrol harga apalagi menindak tegas para pengecer yang menaikkan harga semaunya.

Sebagaimana diketahui, pemerintah pusat berencana menaikkan harga BBM per 1 April 2012 mendatang. Alasan yang digunakan pun tetap klasik, yaitu naiknya harga minyak dunia dan semakin beratnya beban subsidi yang harus ditanggung oleh Negara.
Penolakan yang muncul dari sejumlah pihak tampaknya tidak menyurutkan langkah pemerintah untuk terus memberlakukan kebijakan tak populer tersebut.
Harga minyak dunia dikatakan melebihi angka USD.100, sementara asumsi harga minyak di APBN 2011 pada angka USD80 per barel, dan jika harga minyak mencapai USD100 per barel, dibutuhkan tambahan subsidi sebesar Rp64 triliun.
Tahun 2012, anggaran subsidi BBM Rp123 triliun dan listrik Rp45 triliun dengan asumsi harga minyak mentah dunia USD90, dan setiap kenaikan harga minyak mentah dunia sebesar USD1 akan menambah beban subsidi BBM dan listrik sebesarRp3,2 triliun.
Adjie Alfaraby peneliti dari Lembaga Survei Indonesia (LSI ) Minggu kemaren (11/3) menduga kenaikan BBM sarat nuansa politis. Menurutnya, berdasarkan pengalaman bulan Mei 2004 silam dimana pada saat itu pemerintah menaikkan harga BBM dari Rp 4500 menjadi Rp 6000. Kemudian menjelang Pemilu 2009 pemerintah menurunkan harga BBM sampai dua kali kembali pada harga semula menjadi Rp 4500. Selain itu, juga dilakukan program Bantuan Langsung Tunai (BLT). Adjie menduga hal itu sengaja dilakukan untuk menarik simpati rakyat dan mendongkrak perolehan suara Demokrat
Hingga hari ini, harga BBM premium tingkat pengecer di Kabupaten Tabalong rata-rata sudah mencapai Rp7 ribu per liter, artinya terjadi kenaikan umum sebesar Rp1.000,- dari harga ecer sebelumnya, yakni Rp6 ribu.
“Dengan harga Rp6 ribu saja, masyarakat sudah terbebani, apalagi sekarang Rp7 ribu dan itu juga belum final, menunggu resmi ditetapkan pemerintah April nanti,” keluh seorang warga usai mengisi bensin di sebuah kios BBM Kecamatan Murung Pudak.
Menurutnya, isu kenaikan harga BBM sangat berdampak buruk bagi kalangan masyarakat bawah. Sebab, di samping beratnya membayar harga bahan bakar, mereka pun semakin terbebani dengan ikut naiknya harga bahan-bahan pokok di pasaran.
Mata rantai mafia BBM di Kabupaten Tabalong juga semakin memperkeruh suasana. Saat muncul isu kenaikan harga, BBM sempat langka di pasaran yang diduga merupakan ulah sejumlah spekulan penimbun BBM. Seperti diungkapkan sumber Metro7 bahwa sejumlah oknum di wilayah utara Kabupaten Tabalong tepatnya di Desa Marindi dan seputar Kecamatan Muara Uya melakukan penimbunan BBM untuk keuntungan pribadi.
“Kami juga dengar ada surat sakti dari petinggi aparat yang bermain dengan pihak pengelola SPBU dimana para pelangsir yang mengantongi surat sakti tersebut, bisa dengan leluasa melakukan pelangsiran dengan imbalan Rp 100,- per liter,” ungkap sebuah sumber. Metro7/Tim