WISATA – Kepala desa bersama keluarga berfoto di Monumen Lubang Buaya Jakarta dalam rangkaian studi banding
TAMIANG LAYANG – Di saat masyarakat mengharapkan hasil nyata pembangunan desa, justru puluhan kepala desa plesiran ke Bogor, Jawa Barat. Keberangkatan para kepala desa itu disinyalir hanya jalan-jalan dan berekreasi di Kota Jakarta. Parahnya, “plesiran” di Kota Hujan itu menggunakan Alokasi Dana Desa (ADD) yang semestinya digunakan untuk kepentingan masyarakat desa.
Tak tanggung-tanggung, kepala desa yang berangkat dengan dalih berstudi banding di kawasan Tugu Utara, Bogor, sebanyak 75 orang yang berasal dari Kecamatan Pematang Karau, Dusun Tengah, Raren Batuah, Paku, Karusen Janang, Paju Epat, Dusun Timur, Awang, dan Kecamatan Patangkep Tutui. Bahkan ada yang membawa anggota keluarga. Para pimpinan desa ini dikoordinir oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) Kabupaten Bartim.
Bahkan selama di Kota Bogor dari 9-13 September, kepala desa ini tidur nyenyak di tempat yang nyaman berlokasi di kawasan wisata terkenal yakni Villa Tjokro Cisarua Puncak, Bogor.
Menurut sumber Metro7 menyebutkan, para kepala desa diwajibkan untuk menyetorkan dana yang diduga bersumber dari ADD masing-masing berjumlah Rp5.650.000 kepada BPMD. 
“Karena tujuan dari stady banding itu tidak jelas, maka banyak kepala desa yang tidak ikut berangkat, karena takut akan menjadi masalah dilain waktu, kan berangkatnya menggunakan dana ADD jadi tidak sesuai dengan peruntukannya,” ujar sumber itu.
Salah satunya, Kepala Desa Muara Awang, Kecamatan Dusun Tengah, Rahmadi, yang sempat ditawari BPMD untuk ikut berangkat, tetapi menolak karena ketidakjelasan tujuan keberangkatan.
“Kala itu saya  ditawari Pak Yakub dari BPMD untuk ikut berangkat berstudi banding, tapi diharuskan membayar biaya keberangkatan sebesar lima juta lebih. Saya pikir, kalau sumber dana keberangkatan menggunakan ADD apalagi nantinya mengeluarkan hingga 10 jutaan, lebih baik saya gunakan untuk yang bermanfaat dan dirasakan masyarakat, dan semua tahu kalau dana ADD itu memang untuk masyarakat. Terkecuali dengan dana sendiri tak masalah, tapi saya tak memiliki uang sebanyak itu untuk keberangkatan studi banding,” kata Rahmadi kepada Metro7 di kediamannya, Kamis (13/9).
Tidak sedikit masyarakat yang mempertanyakan tujuan dan hasil dari stady banding plesiran yang menggunakan dana ADD itu. Mereka beranggapan seharusnya uang itu untuk kepentingan pembangunan desa bukan untuk kepentingan pribadi kepala desa.
“Sebagai warga masyarakat saya tidak setuju dengan keberangkatan itu, karena bagaimanapun juga itu menggunakan dana ADD yang seharusnya dipergunakan untuk kepentingan warga masyarakat desa,” ujar sejumlah warga kepada Metro7.
Menanggapi hal itu, Kepala Desa Kupang Bersih, Darmawi, yang ikut dalam rombongan ke Bogor, tak membantah jika kepala desa yang berangkat menggunakan dana ADD. Tapi bagi dirinya sendiri, berangkat atas bantuan Bupati Bartim.
Dibeberkan Darmawi, para kepala desa sudah membuat anggaran keberangkatan itu dalam ADD 2012 yang besarannya Rp10 juta. Sedangkan Darmawi belum sempat mengusulkan anggaran ke ADD itu karena ia baru menerima pemberitahuan adanya rencana studi banding pada pertengahan tahun.
Iapun berinisiatif membuat proposal dan mengajukannya ke bupati. Semula proposal itu akan dibantu setengah saja, tapi ditolak oleh Darmawi, dan akhirnya bantuan diberikan sebesar anggaran yang ditetapkan oleh BPMD.
Dari keberangkatan hingga berada di Kota Bogor, BPMD menyediakan fasilitas penginapan di Villa Tjokro Cisarua Puncak dan makanan. Bahkan peserta studi banding “plesiran” ke Taman Wisata Ancol, Lubang Buaya, dan lain-lainnya di Kota Jakarta.
Namun demikian, Darmawi mengatakan, banyak ilmu yang didapat selama empat hari berstudi banding, terutama untuk dikembangkan di desa yang terpencil. Salah satunya adalah cara mengelola air bersih oleh masing-masing desa seperti yang dilakukan oleh PAM Jaya, pabrik air bersih milik Pemprov DKI.
Selain itu, peserta studi banding juga mendapatkan ilmu dan cara pelayanan masyarakat di pedesaan. Apalagi di Barito Timur masih ada kepala desa yang memberikan pelayanan di rumah, bukan di kantor desa.
Darmawi berharap, ilmu yang didapat dari keberangkatan kepala desa berstudi banding ini diterapkan di desa masing-masing sehingga akan tercapai pelayanan masyarakat yang baik dan ujung-ujungnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Metro7/M Jaya