• Oleh Muhammad Jaya Kepala Biro Metro7 Kabupaten Bartim
USAI mengumumkan hasil verifikasi bakal calon kepala daerah yang memenuhi syarat untuk menjadi calon dan diputuskan sebagai kontestan pada Pemilukada Bartim, gangguan kamtibmas mulai muncul. Berselang beberapa jam setelah mengumumkan, Ketua KPU Kabupaten Bartim menerima teror dan ancaman akan dibunuh.
Pengancam tanpa nama melalui pesan singkat yang dikirimnya ke handphone ketua KPU, mengkritisi hasil verifikasi syarat bakal calon. Pengancam menilai keputusan  ketua KPU bersama anggota terkait hasil verifikasi itu banci. Dari tujuh pasangan bakal calon yang mendaftar—lima melalui partai politik dan dua pasangan bakal calon melalui jalur perorangan/independen—KPU menetapkan enam pasangan lulus dan satu pasangan bakal calon tidak memenuhi syarat sehingga gagal untuk bersaing merebut jabatan Bupati dan Wakil Bupati Bartim periode 2013-2018.
Perilaku dari orang tak bertanggungjawab ini tidak terpuji. Beraninya hanya mengkritisi keputusan itu melalui pesan short massage service (SMS). Bahkan main ancam yang dampaknya akan dapat menyulut konflik yang lebih luas.
Dalam melakukan verifikasi syarat, KPU tentu punya aturan main yang berlandaskan pada hukum dan perundang-undangan. Demikian pula tidak ada toleransi bagi bakal calon yang tidak memenuhi syarat untuk diteruskan sebagai calon.
Polisi harus sigap terhadap gejala-gejala yang dapat membuyarkan konsentrasi pelaksanaan Pemilukada. Tindakan preentive lebih baik ketimbang muncul konflik yang mengharuskan aparat penegak hukum bersikap refresif. Jika konflik terjadi, tidak saja para pemain politik dan kelompok yang rugi, tapi masyarakat umum pun akan merasakannya.
Permasalahan itu muncul di awal tahapan. Tentu saja puncak dari masalah, jika tidak diantisipasi mulai sekarang,  akan terjadi setelah hasil pemungutan suara, baik hitung cepat quick count yang dilakukan oleh lembaga independen maupun manual yang dilakukan oleh KPU.
Demokrasi tentu saja pilihan bijak bagi kontestan Pemilukada. Para calon harus bersikap dewasa menerima hasil dan keputusan nanti. Si calon harus siap menang dan harus siap pula menerima kekalahan.
Tapi tak mudah mewujudkan siap menerima kekalahan. Apalagi calon sudah banyak mengeluarkan uang untuk proses Pemilukada yang puncaknya pada 4 April 2013.  Itulah risikonya, tak ada dua atau tiga calon yang terpilih menjadi Bupati dan Wakil Bupati. Otomatis, lima pasangan calon kepala daerah nantinya akan tersisih usai penghitungan suara Pemilukada.
Sikap dewasa dari calon yang kalah akan diuji. Demikian pula tidak melakukan provokasi kepada pendukungnya untuk melakukan perlawanan terhadap hasil pemungutan suara sehingga dapat menyulut konflik yang berujung masyarakat teradu-domba. Perlawanan sah-sah saja dilakukan jika mengetahui dan memiliki bukti kecurangan dari calon yang memenangkan pesta demokrasi rakyat Barito Timur.
Tujuan Pemilukada itu bukan untuk memecahbelah persatuan dan kesatuan, serta kerukunan di masyarakat. Pemilukada itu untuk memilih pemimpin daerah yang akan diberi amanah dan tanggungjawab oleh rakyat untuk meningkatkan pembangunan di kabupaten berslogan “Gumi Jari Janang Kalalawah”.
Jika para calon bermain sehat dengan mengedepankan program pembangunan lima tahun yang akan disampaikan ke masyarakat, tentu semua dapat mengacungi jempol. Tapi jika calon dalam Pemilukada ini bermain penuh kepura-puraan melalui trik kotor seperti money politic untuk mendapatkan jabatan orang nomor satu dan nomor dua di Pemkab Bartim, tentu bukan lagi program pembangunan yang diutamakan, namun kepentingan kekuasaan dan jabatan yang akhirnya nanti bisa untuk kepentingan pribadi maupun kelompok saja yang menikmati hasil dari kepemimpinannya. Karena itu, rakyat jangan tertipu dengan kepentingan sesaat para calon. Rakyat Bartim harus benar-benar memilih calon visioner untuk membangun Bartim lebih maju lagi dalam lima tahun ke depan. (Metro7/M JAYA