►    H Parlin Harus Segera Dibebaskan  
Banjarmasin – Kalau sebelumnya mendemo Kanwil Kemenkumham, maka Rabu (6/3) ratusan massa `goyang’ (demo,red) Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Teluk Dalam Banjarmasin.
Mereka mendesak Kepala Lapas (Kalapas) untuk membebaskan bos (Direktur Utara)  PT Satui Bara Tama (SBT), H Parlin Riduansyah.
Pendemo tergabung dalam Ikatan Putra Putri Indonesia (IPPI), Forum Rakyat Peduli Bangsa dan Negara (Forpeban), dan Pemuda Islam (PI) Kalsel, juga mengancam akan menginap di depan lapas.
Massa dipimpin advokat H Parlin, yakni Fikri Chairman, sejak pukul 09.00 WITA ratusan massa, termasuk para karyawan PT SBT sudah berada di depan Lapas Teluk Dalam Banjarmasin.
Kedatangan mereka hanya satu tuntutan, yaitu bebaskan H Parlin Riduansyah. Karena mereka menilai, kasus H Parlin murni adalah ‘kriminalisasi hukum’ dan Kalapas Teluk Dalam mempunyai kewenangan membebaskan H Parlin.
Fikri mengemukakan, di dalam UU Nomor 12/95 Pasal ayat 3 Tentang Pemasyarakatan, disebutkan yang bertanggung jawab menerima, melepaskan/mengeluarkan narapidana itu adalah Kalapas, bukan Menteri atau Wakil Menteri Hukum dan HAM, bahkan Dirjen Pemasyarakatan.
“Semula H Parlin memang narapidana, akan tetapi setelah keputusan MK tersebut, H Parlin bukan lagi narapidana. Kalau ini terjadi, itu namanya penyekapan,’’ kata Fikri, kepada {{wartawan}} di sela aksi unjuk rasa, Rabu (6/3).
Dalam UU tersebut sangat jelas, lanjut Fikri, bahwa yang bertanggung jawab adalah Kalapas. “Kalapas sendiri terkesan ingin melempar tanggung jawab, bahkan beralasan baru satu bulan menjabat sebagai Kalapas Teluk Dalam,’’ bebernya.
Pihaknya, kata Fikri, ingin masih dalam koridor konstitusional tidak akan anarkis. Kalau tuntutan pembebasan H Parlin ini diindahkan Kalapas, tim advokat akan memikirkan upaya menuntut Kalapas.
Terkesan Tak Berdaya
Kalapas Teluk Dalam sendiri, terkesan ‘tak berdaya’ untuk melepaskan H Parlin. Dan harus mengkonsultasikannya terlebih dahulu kepada atasannya, yakni Kemenkumham RI.
“Secepatnya akan kami sampaikan tuntutan ini. Lebih cepat lebih baik, tapi rentang waktunya kami belum bisa memastikan,’’ ujar Kalapas Teluk Dalam, Edy Teguh, dihadapan ratusan massa.
Sehubungan tidak ada kepastian waktu dari Kalapas, koordinator lapangan aksi tersebut, Din Jaya dan HM Hasan, memberi {[deadline]} kepada Kalapas selama satu minggu untuk memberikan kepastian jawaban tentang pembebasan H Parlin.
“Karena Kalapas tidak memberikan batas waktu, maka kami yang memberikan deadline, yakni satu minggu sudah ada jawaban pastinya,’’ ucap Din Jaya.
Dapat Dituntut
Sementara pengamat hukum Kalsel, DR Masdari Tasmin SH MH, menegaskan, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut, sifatnya final dan mengikat serta wajib dipatuhi.
Ia menamabahkan, kalau melihat keputusan MK tersebut, terhadap kasus H Parlin, maka, seharusnya pihak Kementerian Hukum dan HAM dalam hal ini Kanwilkum Ham Provinsi Kalsel melakukan tindakan, yakni mengeluarkan H Parlin dari Lapas Teluk Dalam.
“H Parlin harus dibebaskan sesegera mungkin dari Lapas,’’ tandas Masdari Tasmin.
Masdari menambahkan, apabila Kanwilkum dan HAM Kalsel tidak mengeluarkan H Parlin dari Lapas, maka instansi tersebut akan menanggung beban hukum karena dapat dituntut, baik secara pidana maupun perdata.
Kenapa dapat dituntut? Karena, lanjut Masdari Kanwilkum dan HAM Kalsel melakukan penahanan terhadap H Parlin ‘secara paksa’ dapat dikatakan melanggar UU KUHP dan KUHAP serta UU HAM.
“Kalau saya jadi Kakanwilkum dan HAM Kalsel, lebih baik membebaskan H Parlin daripada menanggung beban hukum,’’ beber Masdari.
Advokat senior itu, menjelaskan, keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Maka, kejaksaan sebagai eksekutor harus melaksanakan keputusan tersebut.
Karena keputusan MK itu final, artinya tidak ada lagi upaya hukum yang harus dilakukan untuk menggugurkannya. Dalam kasus H Parlin yang berdasarkan putusan MK tidak mempunyai kekuatan hukum, terkait Pasal 197 ayat 1 huruf ‘K’ KUHAP. (Metro7/Aa)