Oleh : En Jacob Ereste
Untuk membuktikan adu kekuatan tarik menarik antara kaum buruh dengan Presiden yang berniat menaikkan harga BBM, pasti dapat disaksikan sepanjang tahun 2013 ini. Apakah “bargaining power” kaum buruh cukup diperhitungkan, atau kekuatan seorang presiden lebih ampuh untuk tetap mengabaikan kaum buruh sebagai representasi dari rakyat Indonesia sebagai pemilik mandate. Sejarah pun pasti mencatat, peristiwa penitng ini akan menandai perjalan demokrasi yag terseok-seok di Indonesia, akibat daulat rakyat masih sering ditelikung sepanjang perjalanan kita dalam berbangsa dan bernegara.
Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono perihal penolakan terhadap rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, dinilai telah menempatkan semua kelompok masyarakat yang menolak kenaikan harga BBM menjadi musuh negara. Hal itu dikatakan Ketua DPP PKS Aboe Bakar Al Habsy di Jakarta, Kamis (12/4/2012). “Saya kira itu statement yang tak elok,” kata Aboe Bakar menyikapi pernyataan Yudhoyono .
SBY menyebut partai politik yang menolak rencana pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bukan untuk kepentingan rakyat. Mereka yang tidak setuju menurutnya ingin dirinya dan PD jatuh setelah negara collaps. Aksi unjuk rasa di berbagai daerah hanya bentuk meyampaikan aspirasi agar pemerintah tidak menaikan harga BBM. Buruh dan mahasiswa yang ikut menolak harga BBM hendak dinaikkan.
Namun akibat politik pencitraan, pemerintah SBY tidak konsisten menerapkan kebijakan energi . Dosen Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Muhammad Nurhuda, mengatakan kondisi itu terjadi karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kerap hanya melakukan pencitraan. Ketika harga minyak dunia turun, kebijakan sebelumnya dengan mudah dilupakan.
“Pemerintah tidak memiliki master plan. Sehingga kebijakannya terlihat tidak konsisten, dan berubah-ubah,”  Dengan tipikal SBY yang tidak konsisten dan hanya ingin pencitraan, Muhammad Nurhada ujar Nurhuda, melihat dampaknya sangat fatal karena rakyat selalu dirugikan. Selain itu, lanjutnya, kebijakan hemat energi yang ditetapkan SBY mengapa tidak dari dahulu saat ia awal menjabat presiden. Kebijakan itu menunjukkan karakter pemerintah reaksioner, sehingga tidak memiliki master plan yang baik dengan pembahasan mendalam sejak awal. Boleh jadi pemerintahan SBY semakin peragu jika ‘ngotot’ manikkan harga BBM , ia akan tumbang karena suag mendapat peringatan dari kaum buruh.Rakyat dipastikan akan menolak keras jika pemerintah tetap ngotot menaikkan harga BBM. Kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga akan terancam jika tetap tidak mengindahkan jeritan rakyat.
Aksi penolakan kenaikan harga BBM tahun 2013 memang jauh lebih dahsyat dari aksi penolakan kenaikan harga BBM tahun 2008 & 2012. Kehendak pemerintahan SBY-Budiono menaikkan harga BBM dalam APBN-P Tahun 2012 dengan alasan untuk menyelamatkan APBN – seperti alasan yang sama untuk menaikkan BBM tahun 2013 —  serta untuk m3emperbaiki kesejahteraan rakyat adalah kebohongan yang dibungkus dengan Bantuan Langsung Sementara (BLSM) yang dahulu bernama Bantuan Langsung dan Tunai (BLT) . Alasan kaum buruh memeprtanyakan kalau sungguh benar dengan kenaikan harga BBM serta BLT seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya telah mensejahterakan rakyat, mengapa angka pengangguran dan angka kemiskinan semakin meningkat?
Begitu juga dengan jumlah anak putus sekolah semakin banyak. Lalu mengapa biaya pendidikan dan kesehatan mahal tetap mahal ? Artinya harga BBM yang menjadi alat ukur pergerakan ekonomi Indonesia yang selama ini mengikuti pasar internasional (mahal), tidak memberi manfaat bagi kesejahteraan rakyat. Kenaikan harga BBM hanya akan menguntungkan mafia minyak.  Pada bulan April 2012 Pemerintah akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM),  tanpa menghiraukan harga kebutuhan bahan pokok, biaya pendidikan, kesehatan, transpotrasi, perumahan dipastikan naik, sementara daya beli rakyat semakin menurun.
Alasan pemerintah menaikan harga BBM yang mencapai 35% adalah karena jebolnya APBN, persis sebagaimana alasan yang dijadikan pembenaran untuk menaikkan harga BBM tahun 2013. Padahal, Indonesia terkenal sebagai Negara pengekspor minyak mentah dunia yang terbilang besar jumlahnya.
Keraguan pemerintah yang dipimpin SBY seperti  yang tercermin dari pernyataan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik. Ia memastikan pemerintah akan segera mengumumkan opsi yang diambil pemerintah . Kapastian yang tidak pasti itu sudah berlangsung cukup lama, hasilnya yang pasti telah memicu harga bahan kebutuhan pokok rakyat semakin meningkat. Jero Wacik ketika itu memastikan kenaikan harga BBM tidak akan menggunakan model 2 harga seperti sebelumnya (untuk motor dan angkutan umum Rp4.500 dan untuk mobil pribadi Rp6.500).
Meski hingga kini kenaikan harga BBM belum juga diputuskan, diam-diam SBY sudah menyetujui besaran kenaikan gaji pejabat yang mengurusi bahan bakar minyak. Gaji Ketua Komite Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar Rp47 juta per bulan. Sementara total gaji dan tunjangan anggota komite Rp42 juta per bulan . Ketetapan gaji itu diteken SBY pada 11 April 2013u melalui Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2007 tentang Gaji dan Penghasilan Serta Hak Lainnya yang Sah Bagi Ketua dan Anggota Komite Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian BBM dan Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa. Gaji atau upah para petngelola harta kekayaan Negara ini bisa disandingkan dengan upah buruh yang dengan kenaikan maksimal Rp 2.4 jtuta per bulan yang note bene dominan belum juga dilaksanakan oleh sejumlah peusahaan.
Ketimpangan kesejehateraan serupa inilah yang bisa menyulut kecemvuruan sosial masyarakat luas, karena nilai penghasilan yang diperoleh bukan saja tidak berimbang, namun nyaris tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Agaknya, alasan kaum buruh menolak secar tegas rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM ketika berkesempatan langsung berdialog dengan SBY, patut diperhitungkan .
Pertemuan kaum buruh dengan Presiden SBY di Istana Negara, patut dicatat sebagai bukti kemandirian sikap kaum buruh menyatakan penolakannya terhadap rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Alasan kaum  buruh sangat wajar, karena kenaikan harga BBM dinilai akan membuat daya beli masyarakat menurun hingga 30 persen. Penolakan itu tetap dikumandangkan kaum buruh, meski SBY meminta agar kaum buruh mau memahami posisi pemerintah.  Lantaran nilai subsidi yang dikucurkan pemerintah untuk membiayai produksi BBM dinilai sangat memberatkan APBN.
Apa boleh buat, pertarungan antara institusi keprereidenan  — sebagai penentu kebijakan pemerintah – bersama institusi buruh sebagai pemberi mayoritas mandate dan amanat sedang bertarung dan mempertaruhkan kewibawaannya. Harapan yang lebih pasti adalah, semoga tarik manarik antara kaum buruh dengan presdien ini dapat menjadi pelajaran yang lebih mendewasakan segenap warga masyarakat untuk memaknai hakikat berbangsa dan bernegara yang lebih baik dan bijak. ***
En Jacob Ereste
Deputy Peneliti GONAS
Ketua Dewan Pembina Komunitas Buruh Indoneia
Sekretaris Jendral DPP MIG SBSI
E-mail : [email protected]
               [email protected]
HP : 018197975737, 982111745533
Rek  BCA: 0611893735