BANJARMASIN – Kenaikan upah minimum sebesar 8,03 persen yang dihitung berdasarkan inflansi plus pertumbuhan ekonomi juga mendapat penolakan kaum buruh di Kalimantan Selatan. Para buruh turun ke jalan untuk menyampaikan sikapnya di Banjarmasin, Selasa (30/10).

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPW FSPMI) Provinsi Kalimantan Selatan, Yoeyoen Indharto mendesak agar Pemerintah segera mencabut PP 78/2015.

Selain itu, pihaknya dengan tegas menolak rencana kenaikan itu. Yoeyoen menilai angkanya tidak relevan dengan kondisi ekonomi.

“Melemahnya rupiah terhadap dolar, harga minyak yang naik, listrik juga naik. Pastinya ini menimbulkan dampak terhadap lonjakan harga-harga kebutuhan pokok,” ucapnya.

Menurutnya kenaikan yang dilakukan oleh pemerintah harus sesuai dengan pertumbuhan ekonomi di setiap daerah, tidak bisa disamaratakan semua wilayah.

“Makanya kita juga mendesak pemerintah cabut PP 78 Tahun 2015,” tegasnya.

Yoeyoen menambahkan, dalam setiap penetapan nilai kenaikan upah minimum buruh sejak dua tahun terakhir, pihak buruh tidak pernah dilibatkan lagi. Berbeda di tahun-tahun sebelumnya.

“Dulu urun rembuk selalu diundang terakhir tahun 2016, tahun 2017 sampai 2018 tidak pernah lagi, karena aturan semua mengacu dari pusat,” sesalnya.

Sebelumnya, gelombang aksi buruh terjadi di berbagai daerah. Seperti di Kementerian Ketenagakerjaan RI – Jakarta tanggal 24 Oktober 2018, Bandung – Jawa Barat tanggal 25 Oktober 2018, serta Jawa Timur dan Sumatera Utara tanggal 29 Oktober 2018.

Sementara itu, tanggal 31 Oktober 2018, giliran buruh Batam – Kepulauan Riau dan Jawa Tengah yang akan turun ke jalan. (metro7/ad)