En Jacob Ereste
Honorary Member of the Council of People’s Peneili without Party
Deputy Peneliti & Pengembangan GONAS
Dewan Pembina Komunitas Buruh Indonesia
Sekretaris Jendral DPP MIG SBSI
E-mail : [email protected]
               [email protected]
Apa yang tidak bermasalah di Indonesia, seakan telah menjadi ungkapan yang umum untuk mengatakan apapun akan berberlit-belit dan kusut, hingga mengesankan pemerintah sungguh-sungguh tidak mengurus kepentingan rakyat. Realitasnya, banyak kejadian sduah berlanghsung. Kali ini seperti dialami oleh para calon jemaah haji Indonesia, hingga rubuan jumlah mereka yang harus menanggung kecewa, bahkan rasa malu.  Seperti keberangkatan jemaah haji Indonesia yang hendak menunaikan rukun Islam kelima iini, menjadi semakin ribet ketika urusannya justru ditangani dan ikut campur tangan pemerintah.
Akibatnya, pemerintah terkesan sibuk dan serius mengurus rakyat, padahal yang terjadi justru sebaliknya, pemerintah tidak lebih dari calo (perjalanan haji Indonesia) yang sangat mengharap dari potensialnya jemaah haji Indonesia yang banyak ini dapat menggaruk keuntungan. Tidak seriusnya pemerintah Indonesia menangani perjalanan calon jemaah haji asal Indonesia, terbukti dari perlakuan pemerintah Saudi Arabia yang memiliki otoritas untuk membatasi jumlah jamaah yang harus ditunda dan tidak akan menunaikan Ibadhah hajinya pada tahun 2013 ini.
Lalu apa saja yang dilakukan pemerintah Indonesia selama ini, jika sikap semena-mena pemerintaha Saudi Arabia bisa seenaknya membuat keputusan sepihak lalu melakukan  pembatasan kuota calon jemaah haji asal Indonesuia dengan semena-mena, sehingga ribuan jemaah haji asal Indonesia harus kecewa, bahkan menanggung malu – meski keberangkatan mereka — diklaim hanya bersifat sementara, karena akan dibernagkatkan pada musin haji tahun berikutnya. Yang pasti, pembatasan jumlah kuota jemaah haji Indonesia pada tahun 2013 ini yang dilakukan dengan semena-mena dan sepihak dengan cara yang mendadak oleh pemerintah Saudi Arabia, tidak bisa dibenarkan karena jelas akan sangat merugikan ribuan jemaah haji Indonesia yang sudah melakukan persiaan perjalanan, baik dalam bentuk material maupun yang bersifat moral.
Kerugian dari ratusan ribu jemaah haji Indonesia yang urung menunaikan Ibahdah Haji yang sudah mereka persiapkan sejak lama itu, sungguh sangat memalukan dan amat sangat merugikan warga bangsa Indonesia. Kecuali itu, pembatasan kuota jemaah haji Indonesia yang dilakukan dengan semena-mena ini oleh pemerintah Saudi Arabia, jelas sangat melecehkan bangsa Indonesia, sekaligus memandang sebelah mata pemerintah Indonesia yang tidak mempunyai bargaining power. Setidaknya, bagaimana agar pemerintah negara asing tidak memperlakukan pemerintah Indonesia sekehendak hatinya sendiri, hingga terkesan sangat merendahkan martabat bangsa Indonesia.
Kerugian material yang dialami oleh ribuan calon jemaah haji asal Indonesia tahun ini, jelas tidak bisa diperkirakan besarannya. Apapaun alasan yang diungkapkan pemerintah Saudi Arabia itu, penundaan sebanyak 20 persen dari jumlah calon jemaah haji asal Indonesia karena Masjidil Haram sedang direnovasi, tidak bisa dibenarkan. Karena urusan renovasi tempat ibadhah yang ada di tanah suci itu bisa dilakukan dengan cara yang lebih baik, tidak dilakukan secara mendadak. Disamping itu, kelalaian pemerintah Indonesia sendiri sehingga tidak mampu mengantisipasi pembatasan jumlah kuota jemaah haji ini, mungkin akan membuktikan bila sesungguhnya pemerintah Indonesia pun tidak serius melakukan fungsi dan tugasnya –  mengelola dengan patut perjalanan calon jemaah haji Indonesia sekaligus memberi perlindungan dan pengawasan – terhadap calon jemaah haji Indonesia yang relative sudah harus membayar mahal akibat campur tangan pemerintah Indonesia dalam menanganinya.
Setidaknya, dari jumlah kuota jamaah haji Indonesia sebanyak 211.000, telah dipaksa secara sepihak untuk dikurangi hingga tinggal 168.000 orang. Kuota untuk calon jemaah haji yang dikurangi ini harus dibagi merata kepada 33 provinsi di Indonesia. Konyolnya,  Menteri Agama RI sekonyong-konyong membenarkan dengan cara mengeluarkan Keputusan No 121 Tahun 2013, bahwa Indonesia hanya  mendapat kuota jemah haji reguler sebanyak 155.200 orang dan kuota haji khusus 13.600 orang.  Keputusan Menteri Agma Republik Indonesia ini mencerminkan betapa lemanya bargaining power pemerintah Indonesia menghadapi pemerintah saudi Arabia. Keputusan Menteri Agama ini, jelas dikeluarkan dalam ketidakberdayaan menghadapi kebijakan sepihak pemerintah Arab Saudi yang melakukan pemangkasan jumlah kuota calon jemaah haji. Padahal, kalau pun harus ditempuh langkah serupa itu, toh dapat disosialisasikan jauh harii sebelumnya.
Keputusan yang sangat mendadak dan terkesan semena-mena ini telah mengakibatkan kerugian moril maupun materil bagi calon jemaah haji Indonesia yang hendak menunaikan Ibahdah pada musin haji tahun 2013. Sebab persiapan yang telah dilakukan masing-masing calon jemaah haji Indonesia itu sungguh tidak alang kepalang besarnya – biaya, tenaga, pikiran, perhatian dari segenap bagian dari anggota keluarga – agar calon jemaah haji yang bersangkutan dapat menunaikan Ibadhahnya dengan baik, sempurna dan lancar. Oleh karena itu, pengorbanan yang telah dilakukan tidak hanya berupa materi semata, tetapi juga immaterial. Konvensasinya harus setimpal diberi penggantian.
Pemerintah saudi Arabia maupun pemerintah Indonesia sepatuitnya memberi konvensasi yang setimpal kepada seluruh calon jemaah haji Indonesia yang terpaksa ditunda perjalanan haji guna menyempurnakan Ibadhah itu. Jika rata-rata kerugian calon jemaaah haji Indonesia yang ditunda secara sepihak itu setiap orang diperkirakan telah mengalami kerugian sebesar 20 persen  pula dari jumlah ongkos yang harus dikeluarkan, maka untuk 42.000 orang calon jemaah haji tertunda itu sepatutnya memperoleh konvensasi kerugian minimal senilai Rp 420.000.000.000,-. Jumlah ini pun bila setiap calon jemaaah haji yang bersangkutan bersedia menerima konvensasi kerugian sebesar Rp 10.000.000,-
Padahal – seperti biasanya – umumnya calon jemaaah haji Indonesia yang hendak menunaikan Ibadhah Haji ke Mekkah, jauh sebelumnya telah melakukan semacam persiapan-persiapan, hajatan – atau semacam upacara memohon doa selamat dengan mengundang kerabat, sahabat dan seluruh keluarga – sehingga biaya maupun tenaga serta beban moral yang harus ditanggung tidak alang kepalang besarnya. Apalagi kemudian, ketika saatnya waktu pemberangkatan calon jemaaah haji yang bersangkutan justru tertunda, meski sifatnya dapat dipahami hanya penundaan belaka, toh beragam beban – material dan immanterial – sulit terbilang dalam angka-angka semata.
Beban moral bagi calon jemaah haji yang tertunda menunaikan ibadhah haji secara mendadak dan semena-mena ini, jelas tidak akan menyenangkan bagi seluruh calon jemaah yang terkena jadual penundaan keberangkatan ke tanah suci itu. Masalahnya, setiap calon jemaah haji yakin penundaan keberangkatan menunaikan Ibadhah Haji itu pun, cukup mencemaskan apakah sungguh pada giliran kesempatan berikutnya masih memiliki kondisi fisik yang sama prima dengan kondisisi saat ini yang sudah cukup siap dan telah mengorbankan banyak hal, termasuk yang bersifat fisik dan non-fisik. Belum lagi tekanan moral akibat ketertundaan yang sangat mengejutkan itu, mengingat pemberitahuan dari pemerintah Arab Saudi sendiri baru resmi diterima pemerintah Indonesia pada 6 Juni 2013 lalu, sementara musim haji sudah sedemikian dekat waktu pelaksanaannya. ***