Banjarmasin  – Pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) meringkus Bahrul tersangka kasus dugaan korupsi pada proyek pengadaan pabrik es di Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banjar, Senin (29/4) pagi.
Tersangka sempat menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang) dan baru diketahui keberadaannya beberapa hari lalu, ditangkap pihak Kejagung saat berada di kawasan Pelaihari.
Kemudian pihak kejaksaan mengirimkan tim baik dari unsur Kejaksaan Agung maupun kejaksaan dari Banjarmasin, Martapura dan Pelaihari.
Tersangka sendiri dalam perkara korupsi ini ditangani pihak Kejaksaan Martapura.
Tersangka Bahrul menjabat sebagai Direktur CV Lutfiana Mediatama dan CV Aisha, yang terjerat kasus korupsi proyek pengadaan mesin es dan tempat pelelangan ikan di Kecamatan Aluh-aluh, diciduk saat berada di Terminal Pelaihari, sekitar pukul 11.00 WITA.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalsel, M Ali Muthohar, membenarkan kalau ada anak buahnya berhasil menangkap tersangka ketika berada di Pelaihari Kabupaten Tanah Laut.
“Memang betul kalau tersangka, yang sudah lama dicari berhasil ditangkap pihak Kejari Martapura dibantu pihak monitoring Kejagung,’’ ujar Muthohar.
Sementara, Kajari Martapura, Supardi SH, yang ikut dalam tim penangkapan Bahrul, mengatakan kalau tersangka sudah lama dicari.
Bahkan pencarian dilakukan sampai ke daerah Kalimantan Tengah.
“Surat panggilan sudah beberapa kali disampaikan, namun tidak ada jawaban hingga akhirnya kita mengeluarkan surat DPO, dan meminta pihak Kejagung untuk {[memback up]} untuk menangkap tersangka,’’ aku Supardi.
Karena masih baru dilakukan penangkapan, maka perkaranya menurut Supardi masih dalam tingkat penyidikan.
Saat ini baru satu tersangka yang berproses di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, dengan terdakwa Ir Noor Hayati selaku pejabat pembuat kegiatan.
Selain tersangka Bahrul, Kejaksaan Martapura juga menetapkan mantan Kadinas Perikanan dan Kelautan (Diskanlut) Ir Nanang Effendi.
Khusus Nanang Effendi, Kejari Martapura baru menetapkan status tersangka pada 4 Maret 2013.
Kejaksaan menemukan bukti keterlibatan Nanang terkait penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN 2011 dan pendamping dari APBD Banjar dengan total Rp 5,676 miliar.
Bahrul bin Hamansah (40), yang berdomisili di Jalan Melati RT 02 RW 03 Bati-bati, Tanah Laut ditetapkan tersangka sejak 15 Februari 2013.
Setelah dilakukan pemanggilan sejak ditetapkan tersangka, pada 20 Februari dan 27 Februari, namun tidak ada itikad baik dari yang bersangkutan.
Perkara dugaan korupsi pada pembuatan mesin es dan gedung pabriknya di Aluh-aluh menangani dua item proyek yang nilainya terbilang lumayan.
Untuk pengadaan mesin es balok nilainya Rp 1.796.485.000 miliar, sedangkan pembangunan bengkel dan pabrik mencapai Rp 2.304.906.000 miliar.
Dua item proyek itu dikerjakan oleh CV Lutfiana Media Tama dan CV Arsya. Dana proyek berasal dari DAK pendamping APBN tahun anggaran 2011 serta ada pendamping dari APBD.
Berdasar perhitungan BPKP, kerugian keuangan negara hanya Rp 298.570.909.
Perhitungan itu didasarkan prestasi mana yang sudah diselesaikan dan yang belum. (metro7/Aa)