TAMIANG LAYANG — Pelayanan Dinas Kesehatan Kabupaten Barito Timur melalui Pustu Desa Janah Mansiuw Kecamatan Awang Kabupaten Bartim belakangan dikeluhkan warga, pasalnya tenaga medis yang ditugaskan di tempat itu sering tidak ada di tempat, sehingga warga pun kesulitan untuk berobat.
Menurut pantauan Metro7 Jum’at (16/3) lalu, seorang warga setempat yang terjatuh dari atas pohon dan membutuhkan tindakan segera, juga sempat kesulitan karena Pustu jarang ditempati oleh tenaga medisnya.
Bukan itu saja, mobil ambulans Puskesmas Awang pun sering tidak dapat difungsikan, karena acap kali bermasalah alias rusak.
“Kalau ada warga yang sakit sifatnya darurat, kami terpaksa memakai sarana umum seperti mobil ambulans milik koperasi CO. Selama ini warga malah sangat terbantu dengan adanya mobil ambulans milik koperasi CO tersebut, padahal mobilnya di Tamiang Layang, tetapi kalau diperlukan oleh warga, selalu siap membantu,” keluh warga Janah Mansiuw kepada Metro7.
Terpisah, Kepala Desa Janah Mansiuw Kameska saat ditemui Metro7 di kediamannya membenarkan pelayanan kesehatan yang tidak maksimal di desanya itu. Kameska menilai, petugas kesehatan selama ini lamban menangani warga yang memerlukan perawatan. Begitu pun mobil ambulans Puskesmas Hayaping yang selama ini tidak bisa digunakan karena rusak.
Selain masalah pelayanan kesehatan, Kameska juga mengeluhkan perusahaan khususnya tambang batu bara yang enggan membantu memperbaiki kepentingan umum warga, seperti jembatan setempat. Padahal jembatan tersebut merupakan penghubung menuju Dusun Gunung Krasik. Kerusakan jembatan sendiri dituding akibat kerap dilalui sarana milik perusahaan batu bara PT BMJM.
“Saya sudah sering mengajukan permohonan kepada PT BMJM terkait perbaikan jembatan yang terletak di RT 03 Jalan Dalam Desa Janah Mansiuw ini. Tapi sayangnya, mereka (PT BMJM) terkesan tidak bersedia membantu. Jembatan itu berukuran 16 m x 6 m, sedangkan dana ADD khusus untuk fisik,” ujarnya.
Respon masyarakat sendiri kurang terhadap masuknya perusahaan kelapa sawit PT Tirta Madu, karena nilai ganti rugi yang dijanjikan terlalu murah sementara Hak Guna Usahanya (HGU) terlalu lama.
“Kalau sawit, ganti ruginya per hektar Rp7 juta dan daerah ini termasuk ring 2 dari lokasi PT BMJM. Jadi kita wajar meminta perhatian perusahaan itu,” imbuh Kameska sambil menjelaskan bahwa wilayah Ring 2 itu adalah yang terkena limbah seperti air dan populasi debu yang diakibatkan dari kegiatan penambangan.
“Selama ini, pihak Asosiasi Penambang Bartim (APB) hanya pernah memberikan bantuan senilai Rp9 juta yang telah dibelikan Genset dan mesin ketik. Sedangkan dana CD yang pernah kami terima adalah senilai Rp1.250.000,- yang dibagikan untuk kegiatan agama. Seperti keperluan gereja, rumah ibadah. Mayoritas penduduk di sini menganut agama Hindu Kaharingan, Kristen dan  Islam. Kita di sini mempunyai empat Jemaat,” beber Kameska. Metro7/M.Jaya