Syekh Abdurrahman Siddiq al-Banjari (1857-1939 M), Mufti Kerajaan Indragiri Riau adalah salah seorang buyut dari Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Beliau  sangat terkenal tidak saja di Kalsel, tetapi juga di Sumatera dan daerah lainnya. 

Salah satu karya tulisnya yang populer adalah risalah Amal Makrifat. Kitab ini disusun untuk menjadi tuntunan bagi orang-orang yang mencari ilmu kesempurnaan di zaman itu, sebab sedikit sekali guru tasawuf yang alim dan mampu mengajarkan tasawuf secara benar. Kitab ini pun sering dijadikan rujukan dan diajarkan oleh ulama atau guru-guru agama.
Nama lengkap kitab ini adalah Risalah Amal Ma’rifah Mengesakan Allah Ta’ala Yang Dinukilkan Dari Pada Kitab Tasawuf Dengan Ikhtisar oleh Hamba Abdurrahman Siddiq Banjari. Ditulis dengan menggunakan bahasa Arab Melayu. Disusun dan selesai pada bulan Rabiul Awwal tahun 1332 H dan pertama kali dicetak tahun 1347 H atas inisiatif dari H Abdul Hamid, yang merupakan menantu Abdurrahman Siddiq. Kemudian, kitab ini ditulis dengan copy baru dan tulisan seorang khathtath bernama Muhammad Nafis Abdul Razak tahun 1391 H.
Ada kalangan yang menganggap kitab Amal Ma’rifah ini merupakan ikhtisar dari ajaran tasawuf yang ditulis oleh Syekh Muhammad Nafis al-Banjari dalam kitabnya Al-Durr al-Nafis. Akan tetapi bila melihat judul kitab Amal Ma’rifah ini, maka Abdurrahman Siddiq tidak hanya mengikhtisarkan dari satu kitab saja, melainkan beliau mengatakan risalah ini dinukil dari beberapa kitab tasawuf, di mana salah satu kitab tasawuf yang dijadikan rujukan dalam menyusun risalah tersebut adalah kitab al-Durr al-Nafis. Tepatnya, kitab Amal Ma’rifah ini merupakan kitab tasawuf yang ada kemiripan dengan kitab al-Durr al-Nafis. M. Laily Mansur mengatakan, kitab ini sudah menjadi pegangan sebagian guru-guru tasawuf di samping kitab al-Durr al-Nafis yang disusun oleh Syekh Muhammad Nafis dan kitab-kitab tasawuf berbahasa Arab Melayu lainnya. Atau ajaran tasawuf yang termuat dalam kitab al-Durr al-Nafis ikut memberi pengaruh terhadap ajaran tasawuf dalam kitab Amal Ma’rifah.
Walaupun teks risalah Amal Ma’rifah tidak disusun dengan sistematika yang lebih tegas sebagaimana kitab-kitab kontemporer, namun di dalamnya juga memuat beberapa hal yang cukup sistematis, meliputi: pengertian syariat, tarekat dan hakikat, konsep pengesaan Allah dengan af’al-Nya, asma-Nya, sifat-Nya, dan zat-Nya.
Abdurrahman Siddiq mengakui adanya sejumlah tokoh sufi yang diikuti ajarannya atau dijadikan dasar dalam menguraikan pendiriannya.
Sebelum berbicara tentang tauhid dan tasawuf, Abdurrahman Siddiq telah lebih dahulu mengemukakan kedudukan syariat, tarekat, hakikat dan ma’rifat. Keempat unsur ini memang penting bagi keagamaan seseorang dan tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Beliau sudah mengaskan, syariat tanpa hakikat hampa dan hakikat tanpa syariat batil sebagaimana pendapat Syekh Abdul Qadir Jaelani yang menyatakan bahwa “tiap-tiap hakikat yang tidak meneguhi akan dia oleh syariat, maka itu adalah zindik”.
Ungkapan-ungkapan ini boleh dikatakan merupakan kata kunci dalam bertasawuf, sehingga kelompok dan ajaran tasawuf mana saja bila mengabaikan syariat maka itu sesat. Hal ini sekaligus merupakan penegasan dan penolakan Abdurrahman Siddiq terhadap adanya kecenderungan sebagian golongan di masa itu yang ingin menempuh jalan hidup bertasawuf, tapi mengabaikan syariat. Penegasan Abdurrahmnan Siddiq ini sejalan dengan pendapat tokoh sufi Abu Yazid al-Bustami yang menyatakan bahwa: “Kalau kamu melihat seseorang yang diberi karomah sampai ia bisa terbang di udara, jangan kamu tertarik kepadanya. Kecuali dia melaksanakan suruhan agama dan menghentikan larangan agama serta menunaikan segala kewajiban syariatnya secara baik.
Seseorang baru bisa dekat, dan menjadi wali Allah bila tetap rajin beramal dan beribadah, atau menjalankan syariat dengan sebaik-baiknya sebagaimana yang dikatakan oleh Ma’ruf al-Karakhi: “Jauhilah olehmu keinginan untuk meninggalkan amal ibadah, karena amal ibadah itulah yang akan mendekatkan kamu kepada Tuhanmu. Kemudian ada yang bertanya : Apakah amal ibadah itu? Jawab beliau : Beristiqomah untuk taat kepada Tuhan, berkhidmat dan memberi nasihat kepada kaum muslimin”.
Melalui kitab Amal Ma’rifahnya tersebut dan juga karya-karyanya yang lain, Abdurrahman Siddiq berusaha meluruskan aliran tauhid dan tasawuf yang cenderung menyimpang, dengan mengacu kepada ayat-ayat dan hadits yang beliau anggap relevan serta pendapat para ulama sufi yang diakui ketokohannya.
Dalam rangka bertauhid mengesakan Allah, Abdurrahman Siddiq berusaha melihat tauhid dari sisi yang lebih mendalam, tidak sekadar tauhid Uluhiyyah dan Rububiyah yang dikenal oleh kalangan awam dan menengah. Beliau mengajarkan tauhid sufistik dalam empat macam, yaitu tauhid al-Af’al, tauhid al-Asma, tauhid al-Sifat, dan tauhid al-Zat. ***