* Water Canon Polda Sempat Ditimpas Warga Dayak
TANJUNG – Setelah kurang lebih empat bulan warga Dayak Deah Kecamatan Upau Kabupaten Tabalong menduduki sekitar areal KM 79 haul road PT adaro Indonesia, akhirnya ribuan aparat gabungan mengerahkan unit Water Canon untuk memutuskan bentangan tali serta membubarkan massa, Kamis (23/2) siang kemarin.

Ribuan pasukan gabungan yang terdiri dari unsur sekuriti perusahaan, Brimob,  anggota Polres Tabalong bersama anggota TNI terlibat bentrok dengan sekitar 50 warga Dayak Deah Upau, setelah petugas gagal membujuk warga untuk membuka lahan. Warga Dayak tetap bersikukuh mempertahankan tanah adat mereka yang diklaim seluas 706 ha tersebut hingga tuntutan mereka sebesar Rp 4 miliar rupiah dari sebelumnya Rp 55 miliar dipenuhi oleh PT Adaro Indonesia.
Jumlah tersebut sekarang sama nilainya dengan tali asih yang telah diberikan pihak perusahaan kepada desa lainnya.
Sebelumnya, Kapolres Tabalong AKBP Trijan Faisal didampingi Dandim 1008 Tanjung Letkol Inf Bambang Indrayanto sempat meminta warga membuka blokade tersebut, namun hal itu ditentang keras oleh warga Dayak.
Kita bukan ingin mengintimidasi warga, tapi hanya ingin mengamankan Obvitnas (Objek Vital Nasional) ini,” ujarnya menjawab tudingan bahwa aparat sengaja diperalat pihak-pihak tertentu untuk menekan warga.
Karena tidak ada kesepakatan, petugaspun mundur bersamaan dengan mobil Water Canon yang telah disiapkan maju menebrobos blokade rintangan yang dipasang warga dayak.
Ketika jarak antara water canon dengan warga sekitar 2-3 meter, mobil yang mampu menyemprotkan air berskala besar ini langsung menyemprotkan air berkekuatan tinggi kepada warga dan memporak-porandakan blokade warga yang berupa tebangan pohon dan tali plastik yang dibentangkan.
Tidak itu saja, aparat juga menembakkan peluru karet dan gas air mata ke arah kerumunan warga.
Meski jumlahnya tak seimbang, instruksi buka paksa Kapolres Tabalong tersebut tetap disambut garang oleh 50 warga Dayak yang terus bertahan dengan senjata mandau dan melakukan perlawanan hebat selama kurang lebih 14 menit.  Mereka tanpa takut, mencabut mandau dan balas mencincang unit Water Canon milik Polda Kalsel sampai bagian depan mobil tersebut rusak parah, sebagian lagi melempari mobil tersebut dengan benda-benda keras.
Melihat warga melawan dengan garang tanpa takut, Kapolres Tabalong AKBP Trijan Faisal segera memerintahkan Water Canon mundur kemudian bergegas menemui Ardiansyah, pimpinan gerakan warga Dayak dan menghentikan perang saudara yang justeru dimulai pihak Kapolres sendiri itu.
Kapolres langsung meminta maaf sambil menjabat tangan tokoh-tokoh Dayak untuk menghentikan keributan dan kemudian sambil menawarkan perundingan.
Kami bingung harus menebas leher siapa? Polisi bukan musuh kami, tapi ternyata malah mereka yang melukai hati kami. Mereka tega menembaki kami seperti binatang,” papar warga yang terkena peluru hampa dan slongsong gas air mata.
Selama tawar menawar, petugas gabungan siap dengan pistol dan senjata laras panjang yang diarahkan kepada warga.
Instruksi Kapolda ternyata tidak sekedar basa basi. Upaya buka paksa ternyata lebih cepat dari yang diduga warga.
“Sungguh di luar dugaan. Sebelumnya ada informasi bahwa buka paksa akan dilaksanakan hari Sabtu, tetapi ternyata hari ini (Kamis – red)  telah dilakukan.  Makanya jumlah kami tidak banyak,” tambah warga.
Setelah pasukan anti huru hara mundur, Kapolres Tabalong bersama perwakilan warga, Ardiansyah dan Matius Itong berangkat menuju Tanjung, untuk kembali melakukan perundingan dengan pihak-pihak terkait.
Dalam kesempatan Bupati Tabalong Rahman Ramsyi itu yang bertindak sebagai penengah sengketa diminta untuk menyampaikan hasil tuntutan warga dayak yakni ganti rugi sebesar Rp4 M dari tuntutan awal sebesar Rp55 M. Pada kesempatam itu Rahman Ramsyi berjanji akan menyampaikan kepada managemen PT Adaro Indonesia, dan warga diminta untuk menunggu hasilnya nanti.
Rahman Ramsyi sendiri menyerankan warga untuk menerima tawaran PT Adaro yakni memberikan bantuan CSR Plus, tetapi warga tetap menolak dan meminta ganti rugi hanya sebesar Rp4 M saja.
Sementara proses negosiasi berlangsung, warga akan membuka jalur blokade yang selama ini mereka tutup, dengan catatan tidak ada kegiatan produksi tambang sebelum ada hasil dari tuntutan mereka.
Dua perwakilan warga Dayak Deah menyatakan akan menyampaikan dahulu tawaran tersebut kepada warga, agar tidak disalahkan dalam mengambil keputusan.  
Sementara itu, akibat aksi warga, setidaknya 1.500 karyawan PT RA terpaksa dirumahkan dan sebagian karyawan PT BUMA juga setiap hari hanya bisa melakukan absen untuk kemudian pulang kembali, karena tidak dapat melakukan aktifitas.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Metro7, hingga berita ini diturunkan, belasan warga Dayak masih menduduki lahan sengketa sampai waktu yang belum ditentukan. Di lain pihak, aparat pun tetap bersiaga di KM 73 untuk mewaspadai gerakan lanjutan warga. (Metro7/ami)