H Nanang Rhamrin bersama Kuasa Hukumnya,
Muchtar Yahya Daud SH (baju putih)
TANJUNG – Setelah melalui lebih dari 20 kali proses persidangan, akhirnya Pengadilan Negeri (PN) Tanjung memberikan putusannya atas kasus sengketa lahan seluas 34 ha di wilayah Desa Lokbatu Kecamatan Haruai Kabupaten Tabalong, Rabu (15/2) kemarin antara penggugat H Nanang Thamrin melawan Cornelos Toto Darsani dkk.

Majelis Hakim yang dipimpin langsung oleh Ketua PN Tanjung Didiek Djatmiko SH MH mengabulkan sebagian gugatan H Nanang Thamrin (51) terhadap 11 tergugat, termasuk di antaranya PT Adaro Indonesia selaku tergugat 11.
Para tergugat berdasarkan keputusan itu diharuskan membayar ongkos perkara secara tanggung renteng sebesar Rp 6.821.000,-.
Sekedar mengingatkan, awalnya korban H Nanang Thamrin ditemui oleh Cornelos Toto Darsani dan teman-temannya pada tanggal 19 Pebruari 2011 lalu, untuk meminta tanda tangan sehubungan dengan rencana mereka menjual lahan di wilayah yang sama. Kepada korban, para tergugat meyakinkan bahwa lahan yang dimaksud berada di luar lahan milik korban. H Nanang pun percaya dan akhirnya bersedia membubuhkan tanda tangannya di atas materai Rp 6 ribu.
Belakangan ia baru menyadari telah ditipu oleh 9 orang warga Dayak Upau tersebut, karena tanpa ia sadari, lahan miliknya seluas 34 ha atau 161.145 m² ternyata kemudian dijual kepada Ramdani (tergugat 10) yang kemudian menjualnya lagi kepada PT Adaro Indonesia seharga Rp 1.050.000.000,- di mana saat itu korban sedang melaksanakan ibadah Umrah.
Melalui Kuasa Hukumnya, Muchtar Yahya Daud SH, korban kemudian mengadukan para tergugat secara Perdata ke PN Tanjung.
Dalam beberapa kali persidangan dengan Jaksa Penuntut Umum M Indra SH tersebut, para tergugat tetap bersikeras mengakui bahwa lahan yang mereka jual merupakan tanah peninggalan leluhur mereka, suku Dayak Deyah. Menurut mereka hal itu dapat dibuktikan dari adanya makam kuno serta nama-nama tempat yang identik dengan bahasa Dayak.
Namun setelah dilakukan penelusuran dan berdasarkan keterangan para saksi yang dihadirkan dan berbicara di bawah sumpah, ternyata di lokasi yang dimaksud, tidak terbukti adanya pekuburan warga Dayak. Selain itu, surat-surat kepemilikan yang mereka kemukakan pun tidak mendukung klaim atas tanah dimaksud. Sebaliknya H Thamrin dapat memberikan bukti sah asal muasal tanah yang dibelinya sekira tahun 2000 silam.
Beberapa saat setelah sidang putusan yang memenangkan dirinya, H Nanang Thamrin didampingi pengacaranya beserta sejumlah kolega berkumpul dan mengadakan syukuran di rumahnya Jalan Jend. Basuki Rahmat Desa Hikun Kecamatan Tanjung.
Melalui Metro7, pemilik SPBU Hikun ini, mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantunya menyelesaikan perkara tersebut, terutama kepada Majelis Hakim, H Didiek Djatmiko SH MH beserta para anggotanya yang telah mengabulkan sebagian gugatannya.
Sementara itu, para tergugat termasuk PT Adaro Indonesia melalui Kuasa Hukumnya Dr Masdari Tasmim SH MH, H Helman Effandi SH dan Asliansyah SH, diberikan waktu 14 hari untuk menentukan sikap, apakah akan melakukan upaya hukum Banding, atau tidak.
“Kami harap mereka (para tergugat – red) bisa menerima putusan hakim tersebut dan tidak perlu lagi melakukan upaya Banding, karena semuanya sudah jelas. Upaya Banding hanya akan memperkeruh suasana dan menimbulkan gejolak baru,” ujar H Nanang Thamrin melalui pengacaranya Muchtar Yahya Daud SH.
Banyak kalangan di Tanjung memberikan masukan, apabila pihak PT Adaro melakukan banding dan kemudian menang, maka secara tidak langsung keberadaan tanah ulayat tersebut mendapat pengakuan dari pemerintah, karena putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap. Dan ini akan berimbas pada permasalahan baru.
“Alangkah bijaksananya apabila PT Adaro sebagai tergugat 11 menerima putusan tersebut dengan lapang dada dan tangan terbuka, karena dalam beberapa langkah kedepan akan sangat positif,” ujar sejumlah warga yang mengikuti kasus ini hingga putusan dibacakan. Metro7/usy