Oleh : Imam Bukhori
Beberapa hari ke depan, “suhu tubuh” sosial politik Kabupaten Balangan, sedikit “mariap dingin”.
Sebab, kalangan DPRD Balangan, sekarang ini dikejar-kejar deadline oleh para pendukung Syarifuddin-Fahrurrazi (Syafa), cabup-cawabup pemilukada Juni 2010 lalu di Balangan-Kalsel, hingga hari Kamis (2/2/2012) depan.

Terkait vonis Pengadilan Negeri (PN) Amuntai, yang memutuskan bersalah Syahril, dengan dakwaan melakukan tindakan pidana money politic.
Mereka menuding si terpidana adalah salah satu anggota dari tim sukses pasangan incumbent, Sefek Effendie-Ansharuddin (SA).
Tapi tudingan itu, tentu tidak serta merta benar. Diperlukan bukti-bukti pendukung dan kajian yang menyeluruh sesuai rujukan aturan main pemilukada.
Kondisi mariap dinginnya tubuh Balangan yang gencar dengan geliat pembangunannya itu, apakah akan meningkat tensinya menjadi panas tinggi step hingga kejang-kejang?. Seperti mendidihnya panas ketidak-puasan di Kabupaten Kota Waringin Barat (Pangkalanbun)-Kalteng?. Atau akan ada berkobarnya api kemarahan disertai bergelimpangannya korban-korban seperti di Mesuji dan Bima?.
Demi Allah, yang menggenggam jiwa saya. Tak pernah terbersit sedikitpun dalam hati saya, untuk menyatakan rela dan sudi, jika Balangan akan bernasib sama dengan daerah-daerah konflik di Indonesia itu.  
Sebagai salah satu warga penghuni “rumah Balangan”, saya yakin, seluruh penghuni dari bangunan yang baru berumur 8 tahun itu, jauh di lubuk hatinya, haus akan do’a dan harapan, semoga semua pihak yang bersengketa bisa menahan diri, untuk mencari jalan keluar bersama-sama, sesuai semboyan yang sepakat diusung oleh ketiga kontestan pemilukada pada Juni 2010 lalu; “manang kada baampik, kalah kada batiwasan”.
Saya juga yakin, bunyi semboyan, yang sejatinya sama derajat maqamnya dengan nasehat itu, oleh bapak-bapak kita di Bumi Sanggam, tidak serta-merta diambil asal comot. Tanpa pertimbangan yang mendalam, untuk kemudian ditempelkan di mana-mana sebagai jargon, agar semua pihak bisa menjalani pesta demokrasi itu secara fair play.
Lebih dari itu, semboyan tersebut, bagaikan mencekoki terus-menerus telinga di hati kita, di akal sehat kita, di jiwa kita, di kalbu kita, di roh kita…, dengan sadar atau tidaknya kita. Sudi atau tidak sudinya kita. Dengan tujuan tunggal nan mulia, agar kita memahami kesejatian diri kita.
Seperti misalnya, karena manusia memang tempat salah dan khilaf (ketentuan Hadis), maka bisa jadi, mariap dinginnya tubuh Balangan itu, barangkali disebabkan karena kekhilafan kita. Kealpaan kita. Atau bahkan kesalahan dari diri kita.
Artinya, bisa jadi kita memang telah lupa, bagaimana semustinya bersikap, ketika diri kita mendapat anugerah kemenangan.
Manang kada baampik
Ia adalah nasehat yang luar biasa. Ia menyimpan energi dahsyat (bagi mereka yang bersedia, mau dan mampu memahami), untuk mengajak kepada sang pemenang (bahkanpun si kalah), agar selalu mengendapkan naluri liar euforia. Mengedepankan kerendahhatian. Kada gampang merasa harat. Menjauhi sikap kesombongan. Tidak perlu melakukan selebrasi ketika sukses menceploskan bola ke gawang lawan, karena itu akan melukai hati mantan suporter klub yang pernah dibelanya.
Apalagi selebrasi kemenangan itu, untuk ukuran sekelas kompetisi pemilukada.
Sebab yang berseberangan dengan dirimu, yang engkau kalahkan dalam pesta demokrasi yang kita sebut pemilukada itu, sejatinya adalah saudaramu sendiri. Rakyatmu sendiri.
Saya kira bapak-bapak kita di Bumi Sanggam sangat paham, bagaimana membijaksanai untuk mewujudkan sebuah kemenangan, yang manang kada baampik itu.
Sebab ampikan kita, tentunya sangatlah menyakitkan hati para lawan kita pada momentum perebutan kemenangan, yang sejatinya berdurasi sesaat itu.
Tak sebanding dengan ongkos chaos yang berlipat-lipat besar kerugiannya, yang harus kita tanggung dan sesali bersama seumur hidup, jika kita tidak arif untuk mampu menumbuhkan budaya manang kada baampik.
Kenapa harus manang kada baampik?. Mengapa ia memiliki energi dahsyat bagi kerukunan, persatuan dan kesatuan, bahkan bagi kesejahteraan kita bersama?.
Manang kada baampik secara diam-diam telah menyebarkan benih dalam kalbumu, ketika dirimu membaiat sebagai seorang muslim. Maka engkau akan merasa gelisah untuk tidak bermaksud menolong terhadap rasa blingsatan lapar tetanggamu yang miskin papa, di tengah gelimangan harta kekayaan yang berlimpah-limpah dalam genggaman tanganmu.
Bila roh manang kada baampik menggenggam erat-erat tongkat kekuasaanmu sebagai pemimpin sebuah pemerintahan, maka engkau tidak akan pernah tidur nyenyak, walaupun lebel harga ranjangmu puluhan juta. Karena dirimu terus-menerus akan merasa tersiksa, untuk segera menuntaskan amanah rakyat yang belum tertunaikan.
Di tengah tudingan, lembaga legislatif belum pernah mampu menyelesaikan satupun persoalan rakyat secara tuntas hingga hari ini, malah sibuk mengurusi toilet di gedungnya sendiri, yang harganya miliaran rupiah. Namun engkau tetap istiqamah mengadvokasi sedemikian rupa segala permasalahan rakyat, tanpa ada alasan ini dan itu, yang dari jerih payahmu itu, rakyat akhirnya tidak selamanya musti berada di pihak yang patut dikalahkan, maka energi manang kada baampik telah bersenyawa dalam diri kemanusiaanmu, yang kebetulan saat itu, dirimu dititipi olehNya untuk “berbaju safari dewan”.
Ketika dirimu ditakdirkan menjadi wartawan, anggota dewan, petani, tukang becak, gubernur, polisi, kepala dinas, bupati, ge-emnya sebuah perusahaan tambang besar, presiden, tukang sampah, menteri kabinet, pedagang di pasar, politisi, tengkulak, pimpinan redaksi, tukang jahit sepatu, juru parkir, pesuruh di kantor-kantor, apapun saja itu, jika dirimu mampu mengolah di saat memperoleh sebuah kemenangan (rizki atau apapun saja), untuk menjadi sebuah rasa syukur yang mendalam, yang output positif darinya, bisa dirasakan langsung maupun tidak langsung kemanfaatannya oleh masyarakat di sekelilingmu, maka diri kemanusiaanmu telah lulus ujian manang kada baampik.
Sebab sebuah kemenangan, yang ia, bisa jadi berupa jabatan publik dalam sistem birokrasi. Menggelembungnya duit dalam rekening bank. Kesehatan rohani dan jasmani. Terbiasa berprasangka baik dan sekaligus menjauhkan sikap yang gampang menuding-nuding main vonis. Lancarnya loby-loby politik. Peluang dan laba bisnis yang selalu hinggap di genggaman tangan. Larisnya barang dagangan. Ramainya pelanggan di depot kita. Nangkringnya pantat kita di kursi dewan. Suksesnya usaha galian tambang dengan skala dollar Amerika. Amanah rakyat yang dititipkan di pundak anda. Kondisi menurutnya anak-anak terhadap nasehat kita, hingga mereka menjadi generasi penerus kita yang mumpuni. Dan seterusnya…
Itu semua hakekatnya titipan dari Tuhan.
Saya kira anda tak akan rela seujung kukupun, hidup di dunia yang sangat-sangat singkat ini, jika gara-gara tak memperlakukan barang titipan sebagaimana mustinya itu, anda mengalami penyesalan abadi.
Seraya badan anda remuk, hancur dan luluh-lantak. Namun seketika tubuh anda utuh kembali. Dan hancur lagi…begitu berulang-ulang. Karena digodam terus-menerus oleh malaikat Munkar-Nakir di alam kubur nanti.   
Jika sejarah yang berlangsung memang menyimpang dari pemberlakuan tata manajemen hukum alam atau hukum kausalitas Tuhan, yang sejatinya ia adalah laku sunnahNya, maka perbanyaklah dirimu bershalawat, dan syukur-syukur inisiatifi untuk segera merapat atau mendirikan majelis-majelis ta’lim.
Sebab, saya ngeri membayangkan ongkos besar yang musti ditanggung kita bersama, jika kita menuruti hawa nafsu.
Karena hanya berkat intervensi Allah semata, yang mampu menuntaskan sejarah jahiliyah millenium (kegelapan) itu.
Sedangkan semboyan berikutnya, kalah kada batiwasan, dengan sendirinya akan terbangun dan menjalar secara merata kepada seluruh penghuni, hingga di setiap sudut “bangunan rumah” Balangan. Jika bapak-bapak kita di Bumi Sanggam, yang kita cintai itu, telah sukses menjabarkan secara menyeluruh manang kada baampik.
Karena sang pemenang tulus ikhlas merangkul si kalah.
Mengajak dia duduk bersama satu meja. Bicara dari hati ke hati. Bagaimana selayaknya menyikapi kekalahan yang dideritanya.
Perlakuan si pemenang seperti itu, niscaya membuat si kalah, tidak memiliki peluang sedikitpun, untuk lantas mencari-cari kesalahan sang pemenang, yang muaranya kalah kada batiwasan.
Bahkan si kalah, bisa jadi, dengan suka rela akan menjadikan jimat: kalah kada batiwasan itu, sebagai ajian untalan dirinya.
Hingga barangkali, tubuh Balangan, tak akan pernah terjangkiti mariap dingin seperti sekarang ini… *** (Penulis adalah Wartawan koran harian Media Kalimantan di Balangan-Kalsel)
Catatan Idiom Bahasa Urang Banjar:
  1. Manang kada baampik : menang tapi tidak perlu tepuk tangan atau tidak sombong.
  2. Kalah kada batiwasan : kalah tapi tidak saling menyalahkan.
  3. Mariap dingin : demam.
  4. Bumi Sanggam : nama gelaran lain Kabupaten Balangan-Kalsel.
  5. Ajian untalan : laku kesaktian dengan menelan jimat.
  6. Kada gampang merasa harat : tidak sok hebat.