YOGYAKARTA, metro7.co.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan terus mendorong berbagai program untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat di era digital.

Hal tersebut agar dapat meningkatkan kesejahteraannya, sekaligus terhindar dari kerugian akibat kejahatan digital.

Kepala OJK Regional 9 Kalimantan, Darmansyah sebagai narasumber dalam kegiatan Sarasehan Media Gathering Bank Kalsel 2023 bersama 41 awak media , dengan tema,” Kejahatan Perbankan Digital Lindungi Datamu. Amankan Uangmu,”, di Hotel Aveta Malioboro, Yogjakarya, Jumat (27/7).

Darmansyah memaparkan sejumlah informasi pokok, berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) jumlah pengguna internet di Indonesia pada periode 2022 – 2023 mencapai 215,63 juta orang.

“Jumlah tersebut setara dengan 78,19 persen dari total populasi penduduk Indonesia. Tingginya penggunaan internet tersebut merubah pola perilaku masyarakat menjadi semakin bergantung pada llayanan digital tidak terkecuali layanan di sektor jasa keuangan,” jelasnyaa.

“Namun demikian bahwa kerawanan masyarakat terhadap kejahatan digital masih relatif tinggi. Terdapat 34,47 responden yang tidak mengetahui upaya untuk menjaga keamanan data pribadinya. Selain itu, terdapat pula 66,82 persen responden yang belum pernahmengganti password akunnya,” tambahnya.

Menurutnya, dari sisi konsumen/masyarakat, masih terdapat ketimpangan tingkat literasi keuangan dan inklusi keuangan yang cukup besar dimana tingkat inklusi keuangan pada tahun 2022 telah mencapai 85,10 persen.

“Sedangkan tingkat literasi baru mencapai 49,68 persen. Ini menandakan bahwa
sebagian masyarakat yang menggunakan produk dan layanan keuangan masih belum memiliki pemahaman yang memadai akan produk dan layanan yang digunakan,” jelasnya.

Hal tersebut menimbulkan risiko potensi masyarakat menggunakan produk keuangan dan mengelola keuangan yang tidak sesuai dengan semestinya. “Dan selanjutnya dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk menyasar masyarakat yang kurang terliterasi dengan melakukan berbagai modus penipuan dan penawaran jasa keuangan illegal yang pada akhirnya menimbulkan kerugian,” ungkapnya.

Dikatakannya lagi, dengan perkembangan teknologi yang berjalan sangat pesat, modus-modus penipuan dan penawaran jasa keuangan illegal pun semakin bervariatif termasuk kejahatan digital.

Kejahatan digital yang tengah marak dikenal dengan Social Engineering atau Soceng adalah cara dalam mengelabui, memanipulasi pikiran korban untuk mendapatkan informasi berupa data pribadi atau akses yang diinginkan. Social Engineering menggunakan teknik manipulasi psikologis, untuk memengaruhi pikiran korban melalui berbagai cara dan media secara persuasif dengan cara membuat korban senang atau panik, sehingga korban tanpa sadar akan menjawab atau mengikuti instruksi pelaku,” bebernya.

Terdapat beberapa modus
Soceng yang perlu diwaspadai yaitu, Phising, Pretexting, Baiting, Sniffing termasuk Skimming dan Carding. Untuk menghindari kejahatan Soceng maka masyarakat dihimbau untuk dapat menjaga kerahasian data pribadi dan jangan memposting di media sosial.
Dan Aktifkan Two-factor authentication pada akun media sosial atau aplikasi keuangan.

Selain itu masyarakat harus waspada penipuan yang mengaku petugas bank yang menanyakan data pribadi, Cek keaslian telepon, akun media sosial, email, dan website bank. Serta aktifkan notifikasi transaksi rekening dan cek histori rekening secara berkala.

Dalam menjalankan amanat UU OJK yang berkaitan dengan pengaturan dan pengawasan PUJK serta perlindungan konsumen, OJK berwenang dan telah menetapkan beberapa POJK dan SEOJK yang berkaitan dengan keamanan aset, privasi dan data konsumen terutama dalam hal penggunaan teknologi informasi oleh PUJK.

“Dari segi pengawasan perbankan, OJK telah mengeluarkan POJK No. 38 Tahun 2016 tentang Manajemen Risiko dalam Penggunaan TI oleh Bank Umum. POJK ini dikeluarkan untuk mendukung penggunaan Sistem Elektronik yang terintegrasi agar bank dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi operasional serta memberikan layanan perbankan yang lebih baik kepada nasabah,” tuturnya.

Dari segi perlindungan konsumen, OJK telah mengeluarkan POJK No. 6 Tahun 2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di SJK yang merupakan penyempurnaan dari POJK No. 1 Tahun 2013. Beberapa pokok pengaturan penting terkait keamanan data nasabah antara lain yaitu dalam hal PUJK menggunakan
teknologi informasi untuk mengelola data dan/atau informasi pribadi Konsumen.

“PUJK wajib menggunakan teknologi informasi yang andal serta menjamin keamanan data dan/atau informasi pribadi Konsumen dengan melakukan pengecekan kelayakan dan/atau keamanan secara berkala serta wajib menjaga keamanan dana dan atau aset
Konsumen yang berada dalam tanggung jawab PUJK. Secara reguler maupun insidentil (melalui penerimaan pengaduan masyarakat) OJK melakukan pemeriksaan kepatuhan PUJK terhadap berbagai ketentuan tersebut,” tutupnya.