Kandangan, metro7.co.id – Warga masyarakat pemilik tanah seluas 35 hektar yang diduga telah diserobot oleh PT. Antang Gunung Maratus (AGM) akan melaporkan kasus yang menimpa mereka ke Presiden RI apabila tidak ada itikat baik dari perusahaan untuk mengganti tali asih atas tanah mereka yang sekarang di tambang oleh perusahaan PKP2B ini.

Hal tersebut disampaikan oleh perwakilan warga H Haidir Rahman didampingi LSM Kelompok Suara Hati Nurani Masyarakat (KSHNM) usai pemeriksaan lokasi dan pengambilan titik koordinat objek pelaporan warga di wilayah Desa Batang Kulur Kiri, Kecamatan Sungai Raya Kabupaten HSS oleh Tim penyidik Reskrimum Polda Kalsel bersama Tim Dinas Kehutanan pada Kamis (21/7/2022) kemarin.

“Kami hanya minta kejujuran PT AGM, kalau memang sudah memberikan tali asih kepada warga di lahan itu, tolong tunjukkan kepada kami siapa warga yang menerima dan berapa harganya, karena selama ini PT AGM selalu menyatakan demikian, tetapi sampai saat ini mereka tidak mau menunjukkan bukti-bukti itu,” papar Haidir.

Menurutnya, kalau memang PT AGM bisa menunjukkan bukti-bukti itu dan diketahui siapa warga yang menerima tali asih atau menjual tanah mereka kepada PT AGM, maka warga akan kembali melaporkan hal tersebut.

“Kami yakin apa yang disampaikan oleh PT AGM hanya alasan saja supaya mereka bisa merampas tanah warga seenaknya, dan ini akan menjadi momok menakutkan bagi warga lainnya yang tanahnya berada di dalam Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT.AGM Blok 3 Warutas,” tandasnya.

Sementara itu Ketua LSM Kelompok Suara Hati Nurani Masyarakat (KSHNM) Kalsel, Bahrudin menjelaskan, warga masyarakat mengakui bahwa IPPKH yang dikeluarkan oleh kementerian kepada PT AGM itu memang Legal dan berkekuatan hukum. Tetapi yang mereka permasalahkan itu adalah perampasan hak tanah warga tanpa ada tali asih dan ganti rugi.

 

Perwakilan warga H Haidir Rahman didampingi LSM Kelompok Suara Hati Nurani Masyarakat (KSHNM) usai pemeriksaan lokasi dan pengambilan titik koordinat objek bersama Tim penyidik Reskrimum Polda Kalsel bersama Tim Dinas Kehutanan

“Kami punya surat penguasaan fisik tanah berupa sporadik dan sejak tahun 2015 kami selalu bayar pajak bumi atas tanah hingga tahun 2021, artinya tanah kami diakui sah oleh negara,” bebernya.

Bahrudin menyebut, berdasarkan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang peraturan pemerintah pengganti UU No 1 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No 41 Tahun 1999 tentang kehutanan menjadi UU disebutkan pada pasal 4 ayat 3 menyebutkan bahwa penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.

“Pada Pasal 135 disebutkan, pemegang IUP eksplorasi atau IUPK eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya setalah mendapat persetujuan dari pemegang hak tanah. Pada Pasal 138 juga disebutkan hak atas IUP dan hak atas IUP.IPR atau IUPK bukan merupakan pemilik hak tanah,” bebernya.

Menurutnya, PT AGM dalam melakukan kegiatan penambangan batu bara diduga telah melanggar izin pinjam pakai kawasan hutan seluas 110,21 hektare Nomor : SK.166/MenLH/PLAO/Setjen/PLAO/2/2019. Ditetapkan tanggal 20 Pebruari 2019 wilayah kabupaten HSS dan Tapin tahun 2019.

“Pada poin ke 8 (delapan) menyebutkan bahwa PT AGM harus menyelesaikan hak-hak pihak ketiga, apabila terdapat hak-hak pihak ketiga di dalam areal pinjam pakai kawasan hutan dengan meminta bimbingan fasilitasi pemda setempat,” cetusnya.

Dengan adanya dugaan pelanggaran itu, maka pihaknya meminta Presiden, Menteri ESDM dan menteri LHK RI untuk mencabut izin PK2B dan izin pinjam pakai kawasan hutan PT AGM luas 110,21 hektare di Kabupaten HSS dan Kalsel pada umumnya mengingat hak-hak atas lahan/tanah yang masyarakat miliki di desa Batang Kulur Kiri, Kecamatan Sungai Raya seluas 35 hektare yang sekarang ini dilakukan penambangan oleh PT AGM tidak diberikan tali asih atau ganti rugi sehingga sangat merugikan hak-hak warga pemilik tanah.

Sangat disayangkan, ketika akan di konfirmasi kepada Kuasa Hukum PT AGM Suhardi yang juga berada dilokasi pengecekan titik koordinat itu selalu menghindari wartawan dan mendapat pengawalan yang ketat dari aparat keamanan.

Seperti berita sebelumnya, pada Kamis (14/7/2022) warga masyarakat Desa Batang Pulur Kiri, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) Kalimantan Selatan dibantu oleh beberapa LSM di Kalsel mendatangi lokasi tambang dimana tanah mereka telah di eksplorasi oleh PT AGM.

Tetapi pada saat warga pemilik lahan dan LSM datang ke lokasi tambang AGM, mereka sudah dihadang oleh aparat keamanan dan sacurity PT AGM sehingga tidak dapat masuk kelokasi tanah mereka yang sekarang lagi ditambang.
Setelah melakukan negosiasi akhirnya sekitar 15 orang perwakilan warga dan wartawan di ijinkan masuk untuk melihat kondisi tanah warga dilokasi tambang.

Sementara itu di lokasi tanah warga terlihat 1 alat berat Excavator sedang mengeruk batubara sedang beraktifitas disana dan sebelum membubarkan diri, warga menggelar aksi orasi yang isinya meminta bantuan kepada Presiden RI untuk membantu kasus yang menimpa mereka.

Kuasa Hukum PT AGM Suhardi pada saat itu menjelaskan, bahwa dalam perkara ini sudah dalam proses hukum, pihaknya akan selalu menerima mediasi dari warga setempat untuk menemukan titik temu penyelesaian masalah, serta mengingat kawasan tersebut merupakan Kawasan Hutan Produksi jadi ada proses yang harus dilakukan.

“Permasalahan ini sudah pada proses hukum yang sedang berjalan, serta kita juga sudah memenuhi kewajiban menyerahkan tali asih atas tanam tumbuh kepada warga yang memiliki kegiatan menyadap karet diatas lahan tersebut,” pungkasnya.

Ketika dicecer pertanyaan wartawan kepada siapa PT AGM menyerahkan ganti rugi dan berapa nilainya, Suhardi nampak mengelak dan tidak menjawab pertanyaan itu dengan alasan datanya ada di kantor. *