Abdullah bin Yazeid bin Zaid bin Hishn bin ‘Amr bin Al-Harts bin Khathmah bin Jusym bin Malik bin Aus Al-Khathmi Al-Anshari r.a adalah salah seorang di antara sahabat Rasulullah SAW. Nama panggilannya ialah Abu Musa,
Oleh kerana orang tuanya Yazeid bin Zaid juga seorang sahabat Nabi Muhammad SAW, maka Abdullah tidak ada yang menghalangi pertumbuhan dan perkembangan iman dan ilmu pengetahuannya, kerana itu ia terhitung pemuda sahabat yang ahli ibadah dan wara’. Abu Musa banyak sekali melakukan solat apalagi shalatul-lail. Sedang dalam hal puasa, dirinya sangat tekun melakukan puasa ‘Asyura’.
Perang yang pertama dan kedua yaitu perang Badar dan Uhud tak dapat diikutinya. Sebab pada waktu itu ia masih kecil dan belum memenuhi syarat. Namun begitu, ia bangga sekali dapat ikut serta dalam Bai’atus-Syajarah/Bai’atur-Ridhwan, meskipun terhitung masih kanak-kanak. Dan sejak itu beliau tidak pernah ketinggalan dalam mengikuti perjuangan Nabi Muhammad SAW hingga wafatnya.
Dalam Zaman Khilafa’ Rasyidin, menurut Ibnu Abdil-bar, usianya ketika mengikuti bai’atur-Ridhwan di atas tujuh belas tahun. Maka Abu Musa pun mengikuti perjuangan menumpas kaum murtaddien dan orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat dalam zaman khalifah Abu Bakar, ikut pula perjuangan mengembangkan sayap Islam ke daerah-daerah Timur Tengah lainnya dalam zaman Umar dan Usman.
Sedang dalam zaman khalifah Ali, ia sepenuhnya memihak kepada Ali termasuk peristiwa ‘Shiffien’, sehingga Abu Musa juga pernah menjadi Wali Kota Kufah dari pihak khalifah Ali, sedang pembantunya Sya’bi seorang tabi’ien yang terkenal, hal mana menunjukan bahwa ia mendapat kepercayaan dan dukungan dari kalangan masyarakat masanya.
Keadaan politik pada waktu itu berubah dengan pengunduran diri yang dilakukan oleh khalifah Hasan bin Ali dan menyerahkannya kepada Mu’awiah, menyebabkan Abdullah ini untuk sementara berdiam diri di rumahnya di kota Kufah sambil mengajar agama tentunya kepada masyarakat.
Demikian ketika khalifah Mu’awiah berkuasa, Abdullah hanya muncul sesekali dalam pengajian-pengajian. Namun setelah khalifah Mu’awiah wafat dalam tahun 60 H, ia mulai menampakan diri di tengah-tengah masyarakat untuk menjalankan amar ma’ruf dan nahi munkar. Sebab Yazid bin Mu’awiah yang ditunjuk ayahnya sebagai penggantinya menjadi khalifah, ternyata seorang yang tidak memenuhi syarat.
Abu Musa mengadakan surat menyurat dengan Abdullah bin Zubair yang telah berhasil menguasai daerah Hijaz, Mekah dan sekitarnya yang juga tidak setuju dengan Yazid di atas. Ia berangkat ke Mekah dan ikut berjuang bersama-sama dengan rakannya, Abdullah bin Zubair. Demikianlah hingga pernah ia menjadi Wali Kota Mekah sebentar dari pihak khalifah Abdullah bin Zubair, tapi karena dorongan taqwa dan wara’nya, Abu Musa mengundurkan diri dan bermukim beberapa waktu di Mekah untuk melakukan ibadah.
Setelah puas beribadah di Mekah, Abu Musa pulang kembali ke Kufah dan jatuh sakit hingga membawa mautnya. Ia wafat dalam masa kekuasaan khalifah Abdullah bin Zubair yang wafat dalam tahun 73 H.