BANJARMASIN, metro7.co.id – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Agustus 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.

Kepala Departemen Komunikasi
Erwin Haryono, Kamis (19/8), menginformasikan, keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan, di tengah prakiraan inflasi yang rendah dan upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Selain itu, Bank Indonesia juga terus mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung upaya perbaikan ekonomi lebih lanjut, melalui berbagai langkah berikut:

Melanjutkan kebijakan nilai tukar Rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar;

Melanjutkan penguatan strategi operasi moneter untuk memperkuat efektivitas stance kebijakan moneter akomodatif;

Mendorong intermediasi melalui penguatan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan penekanan pada transmisi SBDK pada suku bunga kredit baru khususnya segmen KPR (Lampiran);

Mengakselerasi penggunaan Quick Response Code Indonesian Standard(QRIS), termasuk QRIS antarnegara, dan mendorong implementasi Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) untuk perluasan integrasi ekonomi dan keuangan digital;

Menjaga kelancaran dan keandalan sistem pembayaran serta mendukung program Pemerintah melalui kerjasama pelaksanaan uji coba digitalisasi bantuan sosial (bansos) dan program Elektronifikasi Transaksi Pemerintah;

Memfasilitasi penyelenggaraan promosi perdagangan dan investasi serta melanjutkan sosialisasi penggunaan Local Currency Settlement (LCS) bekerja sama dengan instansi terkait. Pada Agustus dan September 2021 akan diselenggarakan promosi investasi dan perdagangan di Uni Emirat Arab, Tiongkok, Australia, Swedia, Inggris, Singapura, dan Malaysia.

Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk optimalisasi implementasi paket kebijakan terpadu KSSK dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan dan meningkatkan kredit/pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas, termasuk UMKM. Bank Indonesia juga meningkatkan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dan instansi terkait untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk koordinasi kebijakan moneter – fiskal, kebijakan untuk mendorong ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan.

Perbaikan perekonomian dunia berlanjut sebagaimana prakiraan sebelumnya, meskipun dibayangi oleh dampak peningkatan kasus varian delta Covid-19 yang meluas. Realisasi pertumbuhan ekonomi triwulan II 2021 di berbagai negara menunjukkan perbaikan yang berlanjut didukung oleh akselerasi vaksinasi dan stimulus kebijakan. Pada triwulan III 2021, sejalan dengan peningkatan penyebaran varian delta Covid-19, perbaikan ekonomi di negara-negara dengan tingkat vaksinasi yang masih terbatas, seperti India dan kawasan ASEAN diprakirakan tertahan. Namun demikian, tetap kuatnya pemulihan ekonomi di Amerika Serikat (AS), kawasan Eropa, dan Tiongkok diprakirakan dapat menopang prospek perekonomian global. Hal ini dikonfirmasi oleh kinerja indikator dini pada Juli 2021 seperti Purchasing Managers’ Index(PMI) manufaktur, keyakinan konsumen, dan penjualan eceran di negara-negara tersebut yang tetap kuat. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi global 2021 diprakirakan sesuai dengan proyeksi sebelumnya sebesar 5,8%. Volume perdagangan dan harga komoditas dunia juga diprakirakan terus meningkat, sehingga tetap mendukung masih kuatnya kinerja ekspor negara berkembang. Ketidakpastian pasar keuangan global sedikit menurun sejalan prospek perekonomian dunia yang membaik, meski masih terdapat risiko terkait rencana kebijakan pengurangan stimulus moneter (tapering) the Fed dan peningkatan kasus varian delta Covid-19. Kondisi ini mendorong masuknya aliran modal global ke negara berkembang, termasuk Indonesia, dan mendukung penguatan mata uang di berbagai negara tersebut.

Momentum pemulihan ekonomi domestik diprakirakan terus berlanjut. Realisasi PDB pada triwulan II 2021 tercatat 7,07% (yoy), meningkat tajam dari kontraksi pada triwulan sebelumnya sebesar 0,71% (yoy). Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh kinerja ekspor yang tetap kuat, di tengah perbaikan konsumsi rumah tangga, investasi, dan konsumsi pemerintah yang terus berlanjut. Pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh kinerja positif seluruh lapangan usaha (LU) dan peningkatan pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah. Pada semester II 2021, pemulihan ekonomi domestik diprakirakan terus berlangsung, meskipun sedikit tertahan pada triwulan III 2021 dipengaruhi oleh kebijakan pembatasan mobilitas yang harus ditempuh oleh Pemerintah untuk mengatasi kenaikan kasus varian delta Covid-19. Perkembangan hingga awal Agustus 2021 mengindikasikan aktivitas ekonomi yang mulai membaik. Hal tersebut tercermin pada beberapa indikator dini seperti mobilitas masyarakat, transaksi pembayaran melalui SKNBI dan RTGS, serta aktivitas sektor penyediaan akomodasi dan makan-minum yang kembali meningkat. Ke depan, pertumbuhan ekonomi akan didorong oleh perbaikan mobilitas masyarakat sejalan dengan relaksasi pembatasan aktivitas masyarakat dan akselerasi vaksinasi, berlanjutnya stimulus kebijakan, pembukaan sektor-sektor prioritas dan dukungan UMKM, serta tetap tingginya kinerja ekspor. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2021 diprakirakan tetap berada dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia pada 3,5% – 4,3%.

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diprakirakan tetap terjaga, sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal. Defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2021 diprakirakan tetap rendah, ditopang oleh kinerja ekspor yang tinggi sejalan dengan kenaikan permintaan global dan harga komoditas dunia, di tengah kenaikan impor sejalan dengan perbaikan ekonomi domestik. Surplus transaksi modal dan finansial diprakirakan berlanjut didorong oleh aliran masuk modal asing baik dalam investasi langsung maupun investasi portofolio. Pada bulan Juli 2021, surplus neraca perdagangan tercatat sebesar 2,6 miliar dolar AS, didukung oleh kinerja ekspor komoditas utama, seperti CPO, batu bara, kimia organik, dan biji logam. Aliran masuk modal asing berlanjut dalam bentuk investasi portofolio yang pada Juli hingga 16 Agustus 2021 mencatat net inflows2,0 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juli 2021 tercatat sebesar 137,3 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 8,9 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, defisit transaksi berjalan pada 2021 diprakirakan tetap rendah di kisaran 0,6%-1,4% dari PDB, sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal Indonesia.

Nilai tukar Rupiah menguat didukung langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia dan berlanjutnya aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik. Nilai tukar Rupiah pada 18 Agustus 2021 menguat 0,89% secara rerata dan 0,63% secara point to pointdibandingkan dengan level Juli 2021. Penguatan nilai tukar Rupiah didorong oleh peningkatan aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik seiring dengan menurunnya ketidakpastian pasar keuangan global dan persepsi positif investor terhadap prospek perbaikan perekonomian domestik. Dengan perkembangan tersebut, Rupiah sampai dengan 18 Agustus 2021 mencatat depresiasi sekitar 2,24% (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2020, relatif lebih rendah dibandingkan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Filipina, Malaysia, dan Thailand. Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.

Inflasi tetap rendah dan mendukung stabilitas perekonomian. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Juli 2021 tercatat inflasi 0,08% (mtm) sehingga inflasi IHK sampai Juli 2021 mencapai 0,81% (ytd). Secara tahunan, inflasi IHK tercatat 1,52% (yoy), meningkat dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 1,33% (yoy). Inflasi inti terjaga rendah sejalan dengan masih terbatasnya permintaan domestik, terjaganya stabilitas nilai tukar, dan konsistensi kebijakan Bank Indonesia mengarahkan ekspektasi inflasi pada kisaran target. Inflasi kelompok volatile food dan administered prices sedikit meningkat diakibatkan kenaikan harga komoditas hortikultura dan berlanjutnya transmisi kenaikan cukai tembakau. Bank Indonesia tetap berkomitmen menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah melalui Tim Pengendali Inflasi (TPI dan TPID), termasuk menjaga ketersediaan pasokan selama implementasi kebijakan pembatasan mobilitas. Inflasi diprakirakan akan berada dalam kisaran sasarannya 3,0±1% pada 2021 dan 2022.

Kondisi likuiditas tetap longgar didorong kebijakan moneter yang akomodatif dan dampak sinergi Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional. Bank Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sebesar Rp114,15 triliun pada tahun 2021 (hingga 16 Agustus 2021). Bank Indonesia juga melanjutkan pembelian SBN di pasar perdana sebagai bagian dari sinergi kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah untuk pendanaan APBN 2021. Hingga 16 Agustus 2021, pembelian SBN di pasar perdana tercatat sebesar Rp131,96 triliun yang terdiri dari Rp56,50 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp75,46 triliun melalui mekanisme Greenshoe Option (GSO). Dengan ekspansi moneter tersebut, kondisi likuiditas perbankan pada Juli 2021 sangat longgar, tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tinggi, yakni 32,51% dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 10,43% (yoy). Likuiditas perekonomian juga meningkat, tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang tumbuh masing-masing sebesar 14,9% (yoy) dan 8,9% (yoy) pada Juli 2021. Pertumbuhan uang beredar terutama ditopang ekspansi fiskal dan moneter yang meningkat serta kredit perbankan yang tetap tumbuh positif. Ke depan, berlanjutnya perbaikan aktivitas kredit diharapkan dapat lebih meningkatkan peran ekspansi likuiditas dalam mendorong pemulihan ekonomi melalui kecepatan perputaran uang di ekonomi (velositas).

Suku bunga kebijakan moneter yang tetap rendah dan likuiditas yang masih longgar mendorong suku bunga kredit perbankan terus menurun walaupun masih terbatas. Di pasar uang dan pasar dana, suku bunga PUAB overnight dan suku bunga 1 bulan deposito perbankan telah menurun, masing-masing sebesar 128 bps dan 202 bps sejak Juni 2020 menjadi 2,80% dan 3,50% pada Juni 2021. Di pasar kredit, penurunan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan terus berlanjut, meski dalam besaran yang lebih terbatas, yaitu menurun sebesar 155 bps sejak Juni 2020 menjadi 8,82% pada Juni 2021. Penurunan didorong oleh menurunnya Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK) dan overhead cost (OHC), sementara margin keuntungan masih meningkat pada kelompok bank BUMN dan BUSN. Di sisi lain, suku bunga kredit baru perbankan di semua kelompok bank kembali naik sejalan dengan meningkatnya premi risiko, di tengah peningkatan kasus Covid-19 pada Juni 2021. Meskipun demikian, suku bunga kredit baru KPR turun sehingga mampu terus mendorong peningkatan pertumbuhan KPR. Penurunan SBDK KPR sebesar 212 bps pada periode Juni 2020 hingga Juni 2021 diikuti dengan penurunan suku bunga kredit baru KPR sebesar 124 bps pada periode yang sama. Bank Indonesia mengharapkan perbankan untuk terus melanjutkan penurunan suku bunga kredit sebagai bagian dari upaya bersama untuk mendorong kredit kepada dunia usaha.

Ketahanan sistem keuangan tetap terjaga, meskipun fungsi intermediasi perbankan masih perlu ditingkatkan. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio / CAR) perbankan Juni 2021 tetap tinggi sebesar 24,30%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan / NPL) tetap terjaga, yakni 3,24% (bruto) dan 1,06% (neto). Di tengah kondisi likuiditas yang tetap longgar dan penurunan suku bunga kredit baru, intermediasi perbankan melanjutkan pertumbuhan positif meskipun belum kuat yaitu sebesar 0,50% (yoy) pada Juli 2021.  Pertumbuhan kredit konsumsi terus meningkat, terutama KPR yang tumbuh sebesar 6,79% pada bulan Juli 2021, sejalan dengan tingginya permintaan kredit kepemilikan rumah.   Kredit UMKM juga tetap tumbuh positif sebesar 1,93% pada Juli 2021, walaupun sedikit melemah dibanding bulan sebelumnya akibat terbatasnya mobilitas masyarakat.  Dalam rangka terus mendorong inklusi ekonomi dan keuangan serta memperkuat peran UMKM dalam pemulihan ekonomi nasional, Bank Indonesia akan menerbitkan kebijakan RPIM yang berlaku sejak 1 September 2021.

Kebijakan sistem pembayaran Bank Indonesia terus diarahkan untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional dan mendorong akselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan yang inklusif, aman, dan efisien. Transaksi ekonomi dan keuangan digital pada Juli 2021 terus tumbuh seiring meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat untuk berbelanja daring, perluasan pembayaran digital dan akselerasi digital banking. Nilai transaksi Uang Elektronik (UE) meningkat 57,71% (yoy) mencapai Rp25,4 triliun. Nilai transaksi digital banking juga tumbuh 53,08% (yoy) menjadi Rp3.410,7 triliun. Volume transaksi digital banking juga meningkat sebesar 56,07% (yoy) mencapai 649,8 juta transaksi. Nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit tercatat Rp642,3 triliun, tumbuh 6,84% (yoy), seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat. Selanjutnya, Bank Indonesia akan terus mendorong peningkatan transaksi nontunai termasuk perluasan merchant QRIS serta berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dan Penyedia Jasa Pembayaran untuk mengakselerasi pengembangan ekosistem ekonomi dan keuangan digital. Di sisi tunai, Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada Juli 2021 mencapai Rp852,9 triliun, meningkat 11,82% (yoy). Bank Indonesia terus memperkuat sistem distribusi yang efektif dan aman di tengah pembatasan kegiatan masyarakat untuk menjamin ketersediaan dan kecukupan uang kartal di masyarakat. ***