BANJARMASIN, metro7.co.id – Kepala Stasiun Klimatologi Kelas I, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kalimantan Selatan (Kalsel), Goeroeh Tjiptanto menjelaskan, terkait perkiraan perubahan iklim atas dampak La Nina di wilayah Kalsel pada pertengahan bulan Juni hingga beberapa bulan ke depannya.

“Jadi La Nina itu terjadinya di samudera Pasifik, artinya yang kita pahami dulu itu bukan badai, artinya tidak terjadi di Indonesia tapi akibatnya bisa saja karena petanya global terus isu La Nina itu sampai sekarang belum terjadi, jadi di Pasifik sana itu suhu muka lautnya masih dikategori netral atau normal seperti biasanya,” ujar Goeroeh, Kamis (13/6).

Ia menyebutkan, jika institusi BMKG seluruh dunia itu memprediksi ada potensi La Nina, sekarang pun netral ada potensi La Nina pada bulan Juli, Agustus, September, jadi jenis La Nina itu ada lemah, sedang, dan kuat, saat ini potensi jenisnya lemah.

Permasalahannya adalah Juli, Agustus, dan September, menurutnya itu termasuk di Kalsel biasanya musim kemarau, akan tetapi yang terjadi saat ini musim kemaraunya ini akan hujan terus, tetap musim kemarau dipengaruhi oleh La Nina artinya kemungkinan besar kemaraunya ini masih turun hujan tapi kategorinya masih musim kemarau, cuman mungkin bahasa umumnya kemarau basah.

“Tidak semua daerah di Kalsel kemarau basah, daerah-daerah Kalsel kita membagi itu dari di pegunungan Meratus, seperti Batola, Banjarmasin, Banjarbaru, Banjar, Tapin, Hulu Sungai Selatan itu cenderung kemaraunya itu kemarau basah, tapi untuk Tanah Laut, Tanah Bumbu, Kotabaru itu cenderung ke kemarau normal,” lanjut Goeroeh.

Selain kemarau basah, kemarau tahun ini sifatnya mundur, biasanya terjadi kemarau bulan Mei sudah mulai di beberapa daerah di Kalsel tapi tahun 2024 ini pertengahan Juni ini itu baru kemarau.

“Itupun daerah-daerah yang kaya Batola, Banjarmasin, sebagian di Banjar, sebagian Tapin, sekarang dalam masa peralihan,” ujarnya.