DPRD Kotabaru dan Mahasiswa Duduk Bersama Bahas Omnibus Law
KOTABARU, metro7.co.id – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Kotabaru dan Federasi Serikat Pekerja Sawit menyambangi DPRD Kotabaru. Kedatangan mereka terkait pengesahaan omnibus law UU Cipta Kerja (Ciptaker)
Kedatangan mereka dijamu Ketua DPRD Syairi Mukhlis, Wakil Ketua, Mukhni dan M Arif dan Sekretaris Komisi 1, Rabbiansyah, di ruang Komisi 1, Sabtu kemarin.
“Kita duduk bersama meluruskan penyampaian terkait omnibus law UU Cipta Kerja yang mendapat penolakan masyakarat dan mahasiswa, juga ramainya pemberitaan di media sosial terkait UU Omnibus law,” kata Roby sapaan Sekretaris Komisi 1 DPRD, Kotabaru.
Roby menyampikan legislatif Kotabaru tidak menginginkan masyarakat dan mahasiswa menyimak sepenggal-sepenggal isi terkait omnibus law UU CIPTAKER.
“Misalnya pasal – pasal tentang cuti hamil, haid dan mudahnya pekerja tenaga asing masuk lndonesia. Sesuai yang beredar di mendsos. Untuk itu, perlu diluruskan bersama-sama,” tuturnya.
Menurut dia tiga poin dalam UU Ciptaker dianggap tidak sesuai bagi para buruh ; pertama soal upah tidak lagi berdasarkan UMK atau UMSK tapi berdasarkan upah Minimum Provinsi (UMP), kedua, pesangon dalam UU Cipta Kerja, masa kerja di atas 21 tahun atau 24 tahun, bahkan lebih tidak memakai skema 10 bulan upah tetapi memakai skema 21 tahun kerja.
Ketiga, kata dia skema status kerja, kalau UU lama Nomor 13 bagi perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) karyawan kontrak hanya tiga tahun saja, bila sampai tiga tahun masih terpakai akan menjadi status karyawan tetap.
“Tapi jika isi UU Ciptaker yang masuk klaster ketenagakerjaan PKWT tidak lagi dihitung berdasarkan dengan 1, 2, 3 tahun, artinya UU memberikan kelonggaran bahwasanya PKWT bisa dipakai lebih dari tiga tahun akan mendapatkan pesangon atau penghargaan bila PKWT berhenti di atas satu tahun,” jelas Roby.
Ditambahkannya di UU lama PKWT tidak mendapatkan pesangon kalau berhenti di bawah dari pada tiga tahun. Kecuali kontrak satu tahun ternyata di bawah lima bulan di putus maka pihak perusahaan wajib membayar tujuh bulan apabila PKWT kontraknya belum habis tapi diberhentikan.
Robby mengatakan ketiga poin yang dianggap tidak sesuai itu perlu disampaikan ke pemerintah pusat. Semoga ucap Roby semua mendapatkan pemahaman yang sama terkait isi omnibus law UU Ciptaker.
“Semoga apa yang menjadi perdebatan kita dapat mencapai kemufakatan sehingga tidak terbentur lagi dengan hukum, sesuai penolakan masyarakat dan mahasiswa terkait omnibus law, khususnya Kabupaten Kotabaru,” tukasnya. *