BARABAI, metro7.co.id – Usai musim panen padi, masyarakat Hindu Dayak Labuhan, Kecamatan Batang Alai Selatan (BAS), Kabupaten HST menggelar upacara Panca Yadnya Aruh Baduduk setiap tahun.

“Kali ini aruh digelar selama dua bulan, yakni mulai 5 Juni hingga awal bulan Agustus. Tak boleh ada perjudian,” kata Kepala Adat Dayak Labuhan, Suan kepada Metro7, Rabu (8/6) malam.

Sebab, ujarnya, Aruh Baduduk sangatlah suci atau sakral bagi suku Dayak. Dilaksanakan secara tulus oleh umat Hindu di dalam usahanya untuk mencapai kesempurnaan hidup.

“Tak boleh dicampuri dengan kegiatan yang akan mengganggu kesucian atau kesakralan, seperti perjudian, sabung ayam dan minuman keras. Jangan sampai kegiatan Aruh Adat ditunggangi oleh oknum tertentu yang memanfaatkan agar bisa diadakan perjudian dan lain-lain,” ungkapnya.

“Kami atas nama Lembaga Adat dan masyarakat Labuhan pun sangat keberatan dan menolaknya. Karena pada sejarahnya, dari zaman dulu sampai sekarang, Aruh Adat di Labuhan tidak pernah diadakan judi,” tegasnya.

Panca Yadnya, jelas Suan, adalah lima jenis upacara suci yang diselenggarakan secara tulus oleh umat Hindu di dalam usahanya untuk mencapai kesempurnaan hidup.

Sebanyak 34 rumah di sana yang akan melaksanakan Aruh Baduduk, terdiri 100 dari umbun atau Kepala Keluarga, digelar di rumah masing-masing.

Dalam aruh adat, selain pelaksanaan bersama warga adat Dayak, juga diperlukan sesajen.

“Persembahan atau sesajen dalam aruh adat di Desa Labuhan, seperti lamang, kue pupudak, dodol, ayam kampung, wajik, kelapa, dodol putih, cangkaruk, cucur, pisang amas, pisang paleng, hingga gula merah. Sedangkan aruh ganal biasanya menggunakan kerbau dan kambing,” bebernya.

Sementara, Tuan Rumah Aruh Baduduk, Budi Purwanto menambahkan, untuk aruh adat, bahan utama yang tak boleh ketinggalan yakni ketan. Ketan ini dimasak untuk berbagai menu seperti lamang, dodol dan wajik. Sedangkan kue lainnya terbuat dari tepung beras.

“Untuk persiapan acara, sejumlah sesajen disiapkan, termasuk dengan memasak lamang secara beramai-ramai yang nantinya akan dijadikan makanan bagi peserta aruh dan tamu yang hadir. Intinya makna aruh ini adalah sebagai wujud syukur karena hasil panen yang melimpah dan untuk terciptanya rasa kekeluargaan serta gotong royong yang tinggi di masyarakat,” tuturnya.

Menariknya, sebelum menggelar upacara sakral, para balian atau tetua adat Dayak Meratus melakukan ritual khusus seperti bamamang atau pembacaan mantra berisi doa-doa kepada Yang Maha Kuasa.

Dalam aruh mempunyai tingkatan, yakni tingkatan yang terkecil disebut Mahanyari, sedang disebut Aruh Baduduk, dan yang besar atau utama disebut Aruh Bawanang.

“Dalam ruang lingkup Aruh Baduduk terdapat berbagai tahapan atau proses upacara. Diantaranya tahapan persiapan yaitu musyawarah keluarga, menyiapkan sarana dan prasarana, serta basaruan atau mengundang seluruh warga,” katanya.

Sedangkan tahap pelaksanaan, diantaranya Basarah, Badarah Hidup membuat perlengkapan sesajen, basaji, bawanang, tahap ahir bapamali, dan babagi baras banyiru.

“Dari tahapan-tahapan upacara aruh baduduk terdapat upacara yang juga mempunyai tahapan didalamnya yaitu Badarah Hidup,” paparnya.

Upacara ini tergolong upacara yang sangat penting sebelum upacara puncak. Karena upacara ini adalah upacara penyucian jiwa atau penyelenggara upacara.

“Pelaksanaan aruh kali ini semoga diberikan keselamatan berkah kepada seluruh masyarakat Labuhan dimanapun berada, dan bila ada rejeki, semoga tahun depan bisa Aruh Adat Bawanang atau Aruh Ganal di Balai Pawanangan Desa Labuhan,” tutupnya.