BANJARMASIN, metro7.co.id — Yudis dan Ade, dua jurnalis asal Kabupaten Tanah Bumbu tidak henti-hentinya mengucap syukur setelah dinyatakan lulus Uji Kompetensi Wartawan (UKW) PWI Kalimantan Selatan yang dilaksanakan di HBI Banjarmasin, belum lama ini.

UKW yang digelar PWI Kalimantan Selatan selaku penyelenggara semuanya gratis, serta mendapat snack dan makan siang.

“Saya mengucapkan syukur dan terima kasih sudah diberikan kesempatan oleh PWI Kalimantan Selatan untuk ikut UKW tahun ini,” ungkap Yudis dan Ade yang dinyatakan lulus UKW seperti dikutip dari aktualkalsel.com.

Di beberapa daerah Indonesia, untuk ikut UKW ada yang dipungut biaya. Namun tidak bagi PWI Kalimantan Selatan.

Alhamdulillah, UKW yang dilaksanakan PWI Kalimantan Selatan, kata Yudis, tidak ada pungutan sama sekali alias gratis. Mulai 2011 sampai sekarang.

“Saya dengar dari pengurus PWI Kalimantan Selatan dan para senior yang sudah ikut UKW tidak ada pungutan seperakpun,” ujar Desy Aulia Asran wartawan wanita pertama yang lulus UKW PWI Kalimantan Selatan angkatan ke-14 asal Kabupaten Tanah Bumbu.

Sepengetahuan Yudis dan Ade, UKW merupakan uji kemampuan seseorang baik sebagai wartawan, redaktur, dan pimpinan redaksi dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistik.

“Sebagai peserta UKW kami diuji kemampuan jurnalistiknya hingga dinyatakan kompeten,” jelasnya.

Mata uji UKW secara garis besar meliputi uji ketrampilan, yakni terampil dalam peliputan, terampil mengedit berita, dan terampil dalam menggunakan alat-alat kerja jurnalistik, juga memiliki keterampilan khusus.

Selain itu, tambah Ade, peserta UKW diharuskan memiliki pengetahuan, yakni pengetahuan tentang teori-teori jurnalistik serta pengetahuan umum.

“Wartawan itu harus memahami segala persoalan yang ada di masyarakat, karenanya harus memiliki pengetahuan yang luas. Hal ini nanti akan diuji dalam membangun jejaring,” kata Ketua PWI Kalimantan Selatan Zainal Hilmie.

Selain keterampilan dan pengetahauan, menurut Zainal Hilmie, yang wajib dipahami dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistik, juga tak kalah pentingnya adalah memahami etika jurnalistik.

“Sehebat apapun seorang wartawan, jika tidak patuh terhadap etika jurnalistik, maka karya jurnalistiknya akan menimbulkan masalah,” kata Zainal Hilmie.

Seperti kita ketahui kompensasi wartawan adalah sebuah keniscayaan. Tidak bisa tidak, yang namanya profesional harus punya tolak ukur.

Dan, wartawan sebagai profesi yang dilindungi Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 termasuk yang harus memiliki standar kompetensi profesi.
Oleh Dewan Pers hal tersebut diatur dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 1 Tahun 2010 tentang Sertifikasi Kompetensi Wartawan (SKW).

Ada enam tujuan SKW dilaksanakannya, pertama, meningkatkan kualitas dan profesionalitas wartawan, kedua, menjadi acuan sistem evaluasi kinerja wartawan oleh perusahaan, dan ketiga, menegakkan kemerdekaan pers berdasarkan kepentingan publik, keempat, menjaga harkat dan martabat kewartawanan sebagai profesi penghasil karya intelektual, kelima, menghindarkan penyalahgunaan profesi wartawan, terakhir keenam, menempatkan wartawan pada kedudukan strategis dalam industri pers.

Dari tujuan di atas dapat disimpulkan bahwa produk jurnalistik adalah karya intelektual.

Sehingga proses mulai dari menggali informasi sampai menyiarkan dalam bentuk berita harus selalu melalui kerja serius, berdasarkan fakta, dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga kalaupun ada yang menggugat, penyelesaiannya secara intelektual pula. ***