Forum 17-an, GUSDURian Barabai Gelar Bedah Film dan Diskusi Santai
BARABAI, metro7.co.id – Komunitas penggerak GUSDURian Barabai menggelar Forum 17-an Bedah dan Diskusi Film “LIYAN” toleransi di Wonosobo, di Gedung FKUB HST, Sabtu (19/11) sore.
Forum 17-an ini dihadiri Sekretaris PCNU HST H Idi Amin, Penyuluh Agama Hindu Susi Kasmina dan Tokoh Pemuda di HST Fahriansyah. Ketiganya juga termasuk sebagai penggerak GUSDURian Barabai.
Saat bedah dan diskusi film LIYAN, H Idi Amin mengungkapkan, saat terjadi konflik atau yang lainnya, bawa duduk sambil ngopi santai, bicarakan dari hati ke hati, pikirkan apa solusi yang terbaik.
“Dari keberagaman terjadi dalam tayangan tadi, menggambarkan bahwasanya indahnya toleransi di tengah perbedaan yang ada,” ujarnya.
“Dan untuk membangun yang namanya toleransi, pergunakan sosial media sebaik-baiknya dan pendekatan persuasif untuk menebar kebaikan. Ketika seseorang melihat, dia mencontoh dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga toleransi itu tercapai walaupun kita beragam,” tambahnya.
Sementara, Susi Kasmina mengatakan, dikatakan beragam karena banyaknya perbedaan yang ada di Indonesia, yang harus dikelola dengan baik dan dengan hati yang dingin.
“Itu sudah saya jalani saat menjalankan tugas sebagai Penyuluh Agama Hindu, baik di Bali, maupun di Barito Kuala Marabahan,” jelasnya.
Sedangkan, Fahriansyah mengungkapkan, bangsa itu beragam, karena memiliki banyak,suku, ras, adat dan agama besar yang diakui oleh negara serta banyaknya aliran kepercayaan lokal yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Dimana kita memiliki satu tujuan yang sama, yaitu Pancasila, inilah kekayaan yang dimiliki Indonesia yang menjadikan kita sebagai suatu keberagaman. Namun keberagaman ini jika tidak kita kelola dengan baik, akan menimbulkan potensi negatif seperti konflik yang terjadi dimana-mana, di beberapa daerah misalnya,” bebernya.
Menurutnya, proses toleransi akan terjadi apabila bisa mengenal orang yang dianggap berbeda dan itu terjadi di Wonosobo.
Jadi, lanjutnya, mana yang kita anggap minoritas dan mayoritas saling bertemu dan berbicara, sehingga saat berkomunikasi, kecurigaan yang awalnya muncul itu bisa sedikit demi sedikit terkikis, dari sana tentu saja bisa bersama-sama banyak belajar dari Wonosobo.
“Ingat jangan sampai perbedaan itu menjadi target-target politik praktis. Indonesia adalah rumah bagi kita semua, bukan rumah bagi kaum mayoritas ataupun minoritas, melainkan rumah kita bersama,” tutupnya.
Diketahui, forum ini diikuti oleh beberapa organisasi kepemudaan, mahasiswa dan pelajar dari beberapa sekolah. Juga menampilkan tarian Tangguk Iwak Si Ading.
Tarian itu menceritakan tentang ading-ading (gadis banjar) yang berkumpul untuk membuat tangguk, nantinya akan mereka gunakan untuk menangkap ikan.
Tangguk Iwak masyarakat banjar dibuat dari bilah bambu yang diraut halus pipih dan dianyam dengan rotan.