BANJARMASIN, metro7.co.id – Perwakilan Kementerian Keuangan Kalimantan Selatan (Kalsel) menyelenggarakan kegiatan Rapat Komite dan Press Conference ALCo, di Aula Barito Lantai 2 Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Selatan.

Kegiatan dibuka dengan sambutan dari Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia, Suahasil Nazara, dilanjutkan dengan pemaparan perkembangan ekonomi fiskal dan Regional Kalimantan periode sampai Agustus 2023 oleh Kepala Kanwil DJPb Provinsi Kalsel Syafriadi.

“Saya sampaikan terima kasih atas kerja sama yang terjalin sampai dengan saat ini. Komitmen kami untuk menyampaikan informasi secara terbuka terhadap stakeholder dan masyarakat melalui adanya press conference. Hal ini guna dapat ditindaklanjuti oleh unit terkait atas keterbukaan informasi,” ujar Suahasil Nazara dalam sambutannya.

“Indonesia termasuk yang mampu menjaga inflasi. Selain itu yang perlu diperhatikan adalah menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia. Yang perlu kita waspadai adalah ekspor dan impor kita. Kita masih memiliki ekspor lebih besar daripada impor selama 40 bulan berturut-turut. Kinerja pasar keuangan Indonesia masih kuat, rupiah masih apresisasi hingga saat ini,” lanjutnya.

Sampai dengan periode bulan Agustus 2023, kinerja makro ekonomi di Kalsel masih menunjukkan angka pertumbuhan yang tinggi, yaitu sebesar 4,96 persen secara tahunan. Angka tersebut masih berada dalam kisaran target pertumbuhan ekonomi tahun 2023 yaitu antara 4,40 persen hingga 5,20 persen, tetapi lebih rendah dari capaian nasional yang mencapai 5,17 persen.

Tingkat inflasi di Kalsel pada bulan Agustus 2023 masih terkendali dengan baik. Inflasi di Kalsel tercatat sebesar 4,36 persen (yoy), di atas rata-rata nasional yang mencapai 3,27 persen (yoy) dan juga yang tertinggi dibandingkan regional Kalimantan.

Namun, secara month to month mengalami deflasi sebesar 0,004 persen. Beberapa jenis barang sebagai penyumbang inflasi terbesar antara lain yaitu beras, bensin, rokok kretek filter, angkutan udara, ikan gabus, dan cumi-cumi asin.

Sedangkan yang menahan laju inflasi antara lain bawang merah, beras, dan pepaya. Dalam upaya pengendalian inflasi, Kalsel mendapatkan apresiasi dengan menerima Penghargaan Anugerah Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Terbaik Regional Kalimantan dari Presiden RI.

Di samping itu, Kabupaten Tabalong dan Hulu Sungai Selatan masuk sebagai nominasi TPID Terbaik Tahun 2023 kategori Kabupaten/Kota Berprestasi.

Beberapa Indikator yang menunjukkan kinerja positif ekonomi Kalsel, antara lain konsumsi listrik pada bulan Agustus 2023 yang meningkat 0,30 persen dibandingkan periode sebelumnya.

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) bulan Agustus 2023 juga mengalami peningkatan dari periode sebelumnya, yaitu dari 102,3 menjadi 102,5.

Nilai Tukar Petani bulan Agustus 2023 mengalami peningkatan sebesar 0,16 persen menjadi 108,66. Demikian juga Nilai Tukar Nelayan pada bulan Agustus ini mengalami peningkatan 0,85 persen menjadi 99,10. Tetapi untuk Nilai Tukar Nelayan ini masih di bawah indeks psikologis 100.

Sementara itu, posisi Neraca Perdagangan Kalsel pada bulan Agustus 2023 masih mencatatkan surplus sebesar USD950,47 juta.

Namun, nilai surplus tersebut mengalami penurunan 7,12 persen jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Penurunan surplus neraca perdagangan dikontribusikan oleh penurunan ekspor sebesar 7,30 persen dan penurunan impor sebesar 9,03 persen.

Penurunan ekspor disebabkan penurunan volume ekspor dari produk batu bara, sedangkan impor turun karena tidak ada permintaan terhadap spare part mobil dan kapal seperti periode sebelumnya.

Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh positif, menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan di Kalsel yang membaik, berkontribusi terhadap peningkatan likuiditas dan kapasitas perbankan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
melalui penyaluran kredit usaha.

Kalsel merupakan provinsi dengan tingkat kemiskinan terendah ke-2 se-Indonesia dengan tingkat kemiskinan 4,29 persen atau di bawah persentase kemiskinan nasional sebesar 9,36 persen.

Tingkat ketimpangan Kalsel sebesar 0,313 berada di bawah Tingkat Ketimpangan Nasional sebesar 0,388 termasuk dalam kategori rendah (berada di bawah koefisien gini 0,4).

Penerimaan Negara Hampir Mencapai Target, Belanja Negara Terus Diakselerasi Kinerja APBN wilayah Kalsel sampai dengan 31 Agustus 2023 masih terjaga dengan masih kuatnya pertumbuhan penerimaan dan realisasi belanja.

Hal ini ditunjukkan dengan total pendapatan negara yang mencapai Rp16,24 triliun dari target sebesar Rp17,83 triliun atau sekitar 91,10 persen dari target. Pendapatan negara sampai dengan 31 Agustus 2023 ini tumbuh 25,91 persen.

Realisasi Belanja APBN sampai dengan 31 Agustus 2023 mencapai Rp19,07 triliun, terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat (BPP) sebesar Rp4,94 triliun dan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp14,13 triliun. Realisasi belanja APBN sampai dengan 31 Agustus 2023 ini tumbuh 22,70 persen.

Kontribusi terbesar dari pendapatan negara tersebut berasal dari penerimaan perpajakan terutama PPN dan PPh. Dibandingkan dengan tahun lalu, telah terjadi peningkatan jumlah penerimaan perpajakan yang cukup besar yaitu sebesar 25,23 persen.

Kontribusi penerimaan perpajakan disumbangkan dari sektor pertambangan dengan kontribusi sebesar 36,1 persen, kemudian sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 28,6 persen, dan sektor pengangkutan sebesar 12,4 persen.

Secara komulatif, seluruh sektor utama tumbuh positif kecuali sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Penerimaan dari Bea dan Cukai sampai dengan 31 Agustus 2023 telah mencapai Rp373,13 miliar atau sekitar 75 persen dari target yang ditetapkan.

Selanjutnya, sektor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) telah mencapai Rp1,11 triliun, terjadi peningkatan dibandingkan dengan tahun yang lalu sebesar 35,81 persen. Realisasi penerimaan BLU menyumbang sebesar Rp252,22 miliar dari total realisasi PNBP atau sebesar 22,63 persen.

Realisasi ini disumbang dari BLU Rumkit Bhayangkara, Universitas Lambung Mangkurat, dan Poltekkes Banjarmasin. Realisasi PNBP Kekayaan Negara 17,58 persen atau 88,78 persen dari target.

Pada sisi belanja negara, realisasi Belanja Pemerintah Pusat (BPP) mencapai Rp4,94 triliun atau sekitar 59,56 persen dari pagu. Porsi realisasi terbesar BPP adalah belanja barang 43,29 persen, belanja pegawai 40,56 persen, belanja modal 15,98 persen dan belanja bansos 0,17 persen.

Tiga besar Kementerian/Lembaga (K/L) yang kinerja penyerapan tertinggi adalah Kementerian Pertahanan, BPKP, dan Kementerian Perindustrian.

Jika dibandingkan dengan tahun lalu, telah terjadi pertumbuhan belanja negara sebesar 22,70 persen. Realisasi belanja dalam rangka persiapan PEMILU sampai dengan 31 Agustus 2023 ini, untuk KPU sebesar 60,90 persen dan BAWASLU sebesar 50,27 persen.

Dalam hal pengelolaan aset negara, sampai dengan 3 Agustus 2023 ini, Kementerian Keuangan telah mengelola aset negara dengan total nilai sebesar Rp41,45 T dalam 13.983 NUP (Nomor Urut Pendaftaran).

Sebagian besar aset yang dikelola adalah berupa tanah (71 persen), kemudian gedung dan bangunan, jalan jembatan, bangunan air, instalasi jaringan dan rumah negara.

Kinerja APBD : Penyaluran Dana Desa Peringkat 7 Nasional. Kinerja APBD Regional Kalsel sampai dengan 31 Agustus 2023, untuk realisasi pendapatan daerah mencapai Rp2,48 triliun atau sekitar 64,01 persen dari target.

Pendapatan daerah ini terdiri dari Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp4,41 triliun, Pendapatan Transfer Rp15 triliun, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar Rp46,49 miliar.

Sedangkan dari sisi Belanja Daerah, telah terealisasi sebesar Rp16,17 triliun atau sekitar 51,10 persen.

Realisasi Belanja Daerah ini terdiri dari Belanja Operasional sebesar Rp10,96 triliun, Belanja Modal Rp2,33 triliun, Belanja Tak Terduga Rp21,76 miliar, dan Belanja Transfer sebesar Rp2,86 triliun.

Kabupaten Balangan mencapai realisasi Penyaluran Belanja Transfer ke Daerah tertinggi di wilayah Kalsel dengan prosentase sebesar 74,47 persen dan yang paling kecil adalah pada Kabupaten Tanah Bumbu.

Khusus untuk realisasi DAK Fisik di Kalsel telah terealisasi sebesar 31,67 persen atau Rp362,32 miliar dengan capaian tertinggi pada Kabupaten Barito Kuala dan yang terendah pada Kota Banjarmasin. Untuk DAK Non Fisik telah terealisasi sebesar Rp1,61 triliun atau 68,90 persen.

Realisasi DAK Non Fisik ini antara lain untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Operasional Penyelenggaran Pendidikan, Kesehatan dan Tunjangan Guru ASN Daerah.

Sedangkan realisasi Dana Desa sampai dengan 31 Agustus 2023 telah tersalurkan sebesar Rp1,1 triliun atau 76,04 persen dari pagu. Kalsel menempati peringkat ke 7 Nasional dalam penyaluran Dana Desa.

Pembangunan Infrastruktur Jalan Harus Ditingkatkan Untuk Picu Sektor Produktif Kalsel. Jika dikaitkan Belanja APBD dengan pembangunan infrastruktur khususnya pembangunan jalan dapat digambarkan sebagai berikut, yaitu belanja untuk pembangunan jalan didominasi APBD Pemprov hingga Rp234,91 miliar (hingga 31 Juli 2023).

Angka ini lebih tinggi 56,31 persen dari capaian periode yang sama tahun lalu. Belanja untuk peningkatan jalan didominasi APBD Pemkab/Pemkot hingga Rp465,98 miliar (sampai 31 Juli 2023). Angka ini lebih tinggi 46,28 persen dari capaian periode yang sama tahun lalu.

Belanja untuk pemeliharaan jalan didominasi APBD Pemkab/Pemkot hingga Rp50,89 miliar (hingga 31 Juli 2023).
Angka ini lebih tinggi 9,15 persen dari capaian periode yang sama tahun lalu.

Belanja pembangunan jalan, peningkatan jalan, dan pemeliharaan jalan masing-masing berkontribusi sebesar 31,25 persen, 61,98 persen, dan 6,77 persen dari total realisasi belanja jalan.

Secara keseluruhan, belanja pembangunan jalan di Kalsel masih lebih rendah dari belanja peningkatan jalan, namun lebih tinggi dari belanja pemeliharaan jalan. Dari data ini, perlunya peningkatan pembangunan infrastruktur jalan baru untuk memicu sektor produktif di Kalsel.

Memperkuat Kemampuan Fiskal Daerah, Terdapat 4 pilar utama Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah diantaranya adalah penguatan Local Taxing Power dan Penurunan Ketimpangan Fiskal Vertikal dan Horizontal.

Local Tax Ratio Kalsel tergolong masih rendah dibandingkan Bali, Yogyakarta, Aceh, dan Sulawesi Utara yaitu sebesar 2,64 persen, tetapi lebih tinggi dibanding rata-rata nasional 1,82 persen.

Untuk Ketimpangan Fiskal vertikal, Kabupaten Balangan memiliki share transfer antar pemerintah terhadap terhadap pengeluaran pemda paling tinggi.

Sedangkan Kabupaten Barito Kuala memiliki share pengeluaran pemerintah yang tidak tercover oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Sementara dari reviu ketimpangan fiskal horizontal, berdasarkan Nilai Indeks Williamson kabupaten/kota di Kalsel berada pada kisaran 0,35<IW<0,50 yang berarti tingkat kesenjangannya sedang dan cenderung stabil dari tahun ke tahun.

Nilai Indeks Entropi Theil kabupaten/kota di Kalsel menurun dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa ketimpangan semakin kecil/semakin merata.

Nilai indeks mendekati 0 mencerminkan kondisi yang sangat merata. Namun, pendapatan per kapita Kalsel masih berada di bawah nasional yang berarti pemerataan tersebut masih dalam kondisi belum baik.

Data PDRB baru menunjukkan pendapatan suatu daerah dari sisi produksi, belum menggambarkan pendapatan yang benar-benar dinikmati oleh masyarakat setempat.

Setelah dibandingkan dengan data rata-rata pengeluaran per kapita Kalsel berdasarkan Susenas, hanya sedikit pendapatan yang dinikmati masyarakat Kalsel.

Peran dan Upaya Pemerintah Pusat dalam Meningkatkan Kinerja Perekonomian Daerah Pemerintah sebagai Pembina Keuangan daerah perlu memperkuat program berkelanjutan untuk meningkatkan kapasitas aparatur pemerintah yang mengelola Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

Selain itu, pemerintah perlu mengakselerasi penyediaan sistem perpajakan modern untuk semua Pemda sebagaimana penerapan sistem SIPD Kemendagri untuk administrasi dan pengolahan data APBD.

Pemerintah juga perlu mengoptimalkan sinergi yang telah terbentuk antara pemerintah pusat dan daerah dalam rangka optimalisasi pajak pusat dan pajak daerah.

Perlu optimalisasi pertukaran data dan pemanfaatan data perpajakan pusat dan daerah sesuai peraturan, penghitungan potensi bersama, pengawasan WP bersama, pendampingan dan dukungan kapasitas kepada Pemda, dan sinergi dalam beberapa bagian dari pengelolaan perpajakan. Pemerintah juga diharapkan mempercepat penyusunan peraturan turunan UU HKPD tentang pembentukan dan pengelolaan Dana Abadi Daerah.

Kementerian Keuangan Perwakilan Daerah Kalimantan Selatan (Kalsel) mendorong Pemerintah Daerah untuk dapat mengakselerasi pelaksanaan kegiatan dan belanja, khususnya belanja modal dengan melaksanakan kontrak pra DIPA melalui mekanisme lelang dini (sebelum TA berjalan).

Dalam pelaksanaannya, perlu disusun target dan indikator kinerja (KPI). Selain itu, Pemda juga perlu mengakselerasi penyelesaian regulasi untuk menindaklanjuti PP 35/2023, serta memperkuat penegakan hukum dan kelembagaan dalam hal optimalisasi pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

Pemda juga perlu meningkatkan kualitas belanja dan pemberdayaan aset guna meningkatkan kapasitas fiskal. Pemda perlu pula untuk mengembangkan creative and sustainable financing agar dapat melaksanakan prioritas pembangunan daerah.

Salah satunya, memberikan prioritas dalam penyediaan sarana dan prasarana ekonomi yang dapat memicu kegiatan ekonomi baru dan menggali sektor-sektor produktif.

Pemda perlu membentuk lembaga pengelola Dana Abadi Daerah, agar masyarakat Kalsel memperoleh dampak lebih besar dari majunya sektor pertambangan dan penggalian.

Penggunaan sumber daya juga harus lebih diarahkan ke Kalsel termasuk peningkatan kualitas SDM. Dalam hal ini, perlu dibentuk suatu lembaga pengelola endowment fund (misalnya di bidang pendidikan seperti LPDP).

Dalam rangka pengamanan aset negara milik daerah berupa tanah, Pemda perlu melakukan sertifikasi Barang Milik Daerah (BMD), berupa tanah untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum, tertib dalam administrasi serta penguasaan fisiknya.

Pemda dapat berkoordinasi dengan kantor pertanahan setempat dan menyusun program sertifikasi BMD. Selain itu, Pemda dapat mengembangkan pembangunan infrastruktur baik di sektor transportasi, pengelolaan air bersih, pendidikan, kesehatan melalui skema pendanaan KPBU sebagai salah satu alternatif sumber pendanaan. Hal ini dilakukan untuk mendukung Kalimantan Selatan sebagai gerbang IKN