Masyarakat Adat Gabungan Pegunungan Meratus Tolak Perdagangan Karbon
BANJARMASIN, metro7.co.id – Masyarakat Adat di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) menyatakan penolakan tegas terhadap rencana perdagangan karbon yang digagas Pemkab HST.
Penolakan ini disampaikan oleh berbagai elemen masyarakat adat, termasuk Ketua Dewan Adat Dayak (DAD), para Kepala Adat, tokoh adat, Damang, serta pengurus dan kader Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) HST dan Kalimantan Selatan.
“Kami dengan tegas menolak perdagangan karbon yang akan dijalankan Pemkab HST,” tegas Abdul Hadi, Ketua DAD HST, Senin (17/6).
Abdul Hadi menjelaskan, penolakan ini muncul karena kurangnya informasi yang diberikan kepada masyarakat adat mengenai rencana perdagangan karbon tersebut, yang telah menimbulkan kekhawatiran dan polemik di lingkungan mereka.
Ia menegaskan bahwa ladang masyarakat adat, kepercayaan leluhur, serta berbagai aspek kehidupan mereka terancam jika rencana ini diteruskan.
Ketua Dewan AMAN HST Kecamatan Hantakan, Mirdianto menambahkan, bahwa masyarakat adat telah lama menjaga hutan, khususnya di Pegunungan Meratus. “Apabila rencana ini tetap dipaksakan, kami siap untuk mengawal,” ujarnya dengan tegas.
Suan, Kepala Adat Labuhan, juga menyatakan penolakannya dengan jelas. Ia menekankan bahwa rencana perdagangan karbon ini belum memiliki kejelasan dan perlu didiskusikan bersama dengan masyarakat adat.
“Kami yang telah lama hidup dan menjaga hutan di Pegunungan Meratus merasa tidak dilibatkan dan tidak mengetahui tentang perdagangan karbon ini,” lanjutnya.
Damang Kabupaten HST, Sarkani turut mengungkapkan kekhawatirannya. Ia merasa bahwa jika perdagangan karbon ini dijalankan, kearifan lokal dan ladang masyarakat adat akan terancam.
“Kami tegas menolak rencana perdagangan karbon ini. Jika sampai ladang kami dilarang, itu sama saja dengan menghilangkan kepercayaan kami kepada leluhur,” jelasnya.
Secara terpisah, Sekda HST Muhammad Yani mengakui, Pemkab HST akan mengembangkan usaha penjualan karbon.
“Pemkab HST akan mengembangkan penjualan karbon milik lahan Masyarakat. Karena penjualan karbon akan memberi keuntungan bagi Masyarakat,” katanya.
Yani mengatakan, pihaknya juga terus melakukan sosialisasi terkait penjualan karbon ini. “Masyarakat yang memiliki 1-2 hektare lebih mudah, dan lebih nyaman diawasi,” ujarnya.
Menurut Yani, secara teknis perdagangan karbon yang melibatkan warga tak perlu modal besar. Pemerintah hanya sebagai fasilitator antara penyedia jasa dengan pemilik lahan. Pendapatan dari kredit karbon langsung ditujukan kepada warga.
“Tanah milik warga sendiri, tidak perlu regulasi macam-macam. Beda kalau itu tanah negara, jadi repot kita,” katanya.
Ia juga menegaskan, pemkab tidak mengincar hutan yang dikelola masyarakat adat. “Peluang ini terbuka untuk semua masyarakat di HST. Sebab misi utama dari program ini adalah kehidupan berkelanjutan dan kebermanfaatan,” tutupnya