Menanti Pemimpin Plus – Plus Dari Musda Muhammadiyah Tabalong
Oleh: Kadarisman
(Presidium Majelis Daerah KAHMI Tabalong)
Tampuk kepengurusan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) bakal berganti. PDM Tabalong menggelar Musyawarah Daerah (MUSDA) ke 11 akhir pekan ini untuk menegaskan nakhoda baru hingga tahun 2027.
Suksesi tersebut tidak semata menjadi ritual periodik organisasi, namun sebagai momentum menguatkan tujuan paling akhir dan ijtihad bukan sekadar melahirkan pimpinan, kalau bisa melahirkan pemimpin yang plus – plus.
Pemimpin yang plus – plus adalah pemimpin yang teguh pada nilai nilai dasar namun piawai dalam meniti dimensi sosial dan kultural agar bermuhammadiyah tidak menjadikan eklusive tetapi inklusive.
Kondisi dunia dan sosial kini telah bermetamorfosa meninggalkan keortodokkan di dalam paham-paham individu dalam beragama yang terpaku pada ritual spiritual dan ritual vertikal.
Itu sebab pemimpin PDM ke depan juga mampu membaca ayat-ayat qauniyah, ke alam semestaan, keadaptasian pada konteks sosial dan kebudayaan, ekonomi dan politik sebagai bagian tajdid dan ijtihad yang tak dapat dipisahkan dari syiar bilhal keagamaan.
Kepemimpinan kemuhammadiyahan mesti punya daya jelajah dari sekadar spiritual ritual tetapi masuk kepada wilayah rahmatan lil’alamin (QS Al Anbiya: 107) yang menyediakan ruang praktik dan dealektika sosial yang kompleks dan beragam sebagai pengejawantahan dari Al Ma’un.
Jaman menantang setiap kepemimpinan sebagaimana masa dimana kepemimpinan itu berlaku. Memimpin adalah puncak kemampuan menyediakan diri untuk menerima berbagai lontaran kegetiran, bukan medan yang empuk dan bukan sekadar manis belaka apalagi puja puji semata. Leiden is lijden, pemimpin adalah menderita.
Itu sebab memimpin PDM tidak tidak sekadar memiliki intelektual (kealiman) namun menjadi tempat subur tumbuhnya kebijaksanaan untuk mengayomi dinamika organisasi umatnya.
Bukan pula sekadar memiliki wawasan keislaman dan keorganisasian tapi juga memiliki wawasan realitas sosial kemasyarakatan, kultural dan kebangsaan bernegara.
Bagi Muhammadiyah tidak sulit melahirkan kader kepemimpinan terbaik, karena sistem suksesi dalam organisasi Muhammadiyah memiliki kultur yang begitu apik. Kepemimpinan di Muhammadiyah hasil dari bottom – up, bukan top down dan mencerminkan asas paling demokratis dan paling kondusif.
Kader Muhammadiyah tidak pernah meminta untuk dipilih, tetapi kadernya selalu diminta. Sistem yang berlaku seperti itu membuat tiap suksesi kepemimpinan di Muhammadiyah di semua tingkatan terhindar dari firqoh dan faksi imbas suksesi yang kerap terjadi pada organisasi lainnya.
Dengan demikian musda, muswil atau muktamar di Muhammadiyah selalu menjadi ajang untuk menguatkan simpul silaturahim, bersuka hati dan bergembira.
Bersuka hati karena hajatan tiap lima tahunan itu sebagai penanda telah terjadi estafet organisasi serta geliat berkelanjutannya organisasi ini dari masa ke masa.
Hal yang kita kuatir adalah hajatan itu tidak lagi tampak atau tersembunyi sebab dari krisisnya kader yang tidak mumpuni menjawab tantangan jaman.
Namun hal itu tidak akan terjadi, karena Muhammadiyah itu adalah laksana fitrah kehidupan. Dia ada untuk menumbuhkan kehidupan, sepanjang Tuhan jadikan fitrah dunia sebelum tiba ketiadaan.
Selamat ber-Musda ke 11 PDM Tabalong. Sukses dan merhamatan lil’alamin. Billahi fii sabililhaq Fastabiqul Khairat.*