Menelisik Peran Perempuan Adat Dalam Pelestarian Pengetahuan Tradisional
Oleh Dr. Dewi Gunawati,S.H,M.Hum
Nukilan tulisan ini sebagai apresiasi penulis menyambut Hari Masyarakat Adat Se Dunia yang tahun ini mengambil tema “The Role of Indigenous Women in the Preservation and Transmission of Traditional Knowledge”.
Pelestarian merujuk pada kontribusi masyarakat adat dalam menjaga dan memelihara nilai-nilai budaya masyarakat yang berbasis pada etika, estetika, moral, adab yang merupakan inti adat istiadat kebiasaan dalam masyarakat dan pranata adat yang eksistensinya tetap terpelihara sampai sekarang.
Maksud peringatan hari masyarakat adat dalam upaya rekognisi kontribusi masyarakat adat terkait perbaikan terhadap isu- isu sosial dan konservasi sumber daya alam.
Dimensi realitas menunjukkan masih terdapat diskriminasi terhadap perempuan adat sebagaimana dalam tulisan Halimatus Sakdiyah, ”Realitas Konstruksi Perempuan dalam Masyarakat Lombok“ mendeskripsikan tentang diskriminasi perempuan tertampil dalam bentuk adalah streotype, subordinasi, kekerasan (violence) dan beban ganda.
Adapun penyebab diskriminasi tersebut adalah budaya patriarkhi, kelas sosial dan ketidakberdayaan perempuan.
Tulisan Dewi Gunawati dan kawan-kawan dalam artikel Gender-Oriented Community Empowerment in the implementation of REDD + in Meru Betiri National Park dalam journal of Law Policy and Globalization, mendeskripsikan rendahnya peran perempuan lokal dan adat dalam berbagai pembangunan kehutanan.
Pelaksanaan program REDD Plus yang berkonsep gender belum melibatkan secara optimal perempuan lokal dan adat untuk berkontribusi dalam pengelolaan hutan, padahal kontribusi mereka dapat terapresiasi pada tahap reboisasi, termasuk dalam aktivitas pembibitan sebelum benih dipindahkan ke hutan.
Konvensi ILO No 169 Tahun 1989 merupakan payung hukum global sebagai tool yang signifikan signifikan untuk menghilangkan pelanggaran hak asasi manusia terhadap 370 juta penduduk asli di planet ini dan membantu mereka dalam memerangi diskriminasi dan marginalisasi.
Selanjutnya, Corpus menjelaskan, “semakin diakui bahwa masyarakat adat tetap miskin, bukan karena mereka tidak memiliki sumber daya atau pengetahuan untuk mengubah situasi mereka, tetapi karena mereka telah ditolak hak-haknya untuk memiliki kendali dan akses ke sumber daya mereka dan perlindungan pengetahuan tradisional mereka” (Tauli-Corpuz, 2007: 95).
“Mereka memiliki hak untuk mempertahankan dan memperkuat lembaga politik, hukum, ekonomi, sosial dan budaya mereka yang berbeda, sambil mempertahankan hak mereka untuk berpartisipasi penuh, jika mereka memilih demikian, dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya negara”.
Ilustrasi diatas menjelaskan bahwa masyarakat adat sesungguhnya memiliki hak-hak yang harus dilindungi terutama yang berkait dengan hak biokultur.
Kajian tentang masyarakat adat menarik dan urgen mempertimbangkan sebuah realitas yang mencerminkan pola-pola keberlanjutan kehidupan yang dipelihara secara turun temurun sejak puluhan ribu tahun namun tetap terjaga eksistensinya.
Eksistensi masyarakat mengugah Jared Diamond, Profesor dari Universitas California Los Angeles melakukan riset tentang masyarakat adat, salah satu buku yang penulis nukil dalam tulisan ini yang berkait dengan masyarakat adat adalah karyanya yang berjudul” The World Until Yesteday” dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai “ apa yang bisa diambil dari masyarakat adat”.
Karya Jared Diamond sejatinya merupakan pembuktian terhadap bias yang dikonstruksi peradaban barat yang menganggap bahwa peradaban barat lebih unggul dari peradaban timur, yang berbasis pada indikator WEIRD yang meliputi Western, Education, Industrialized, Rich, Democracy.
Dalam upaya membuktikan ketidakbenaran bias tersebut Jared melakukan riset di salah satu masyarakat adat yang berada di Lembah Beliem di Papua. Dalam risetnya Jared meneropong kehidupan masyarakat adat secara komprehensif yang terpatri pada pola-pola pengasuhan, bahasa, interaksi kehidupan di sebuah keluarga,komunitas dan masyarakat.
Hasil penelitiannya mencengangkan dunia, menyajikan fakta bahwa komunitas tradisional memiliki ciri-ciri yang tak kalah beradab dari komunitas modern. Jared meneropong sebuah kehidupan keluarga pada masyarakat adat lembah beliem yang menampilkan keluhuran budi, kasih sayang dan humanisme yang tidak ada di masyarakat modern.
Jared melakukan komparasi berkait pola kehidupan masyarakat modern dan masyarakat tradisonal. Jared meneropong perihal baik berupa tradisi yang berupa tindakan yang dituangkan dalam pikiran dan imaginasi yang diwariskan pada generasi sekarang dan generasi yang akan datang dalam pola pengasuhan, etika dan etiket, nilai, cita-cita,serta sikap mental dalam merespon berbagai persoalan dalam masyarakat yang meliputi metode, pola pikir, dan tindakan.
Peringatan Hari Masyarakat Adat Internasional sejatinya meneguhkan perlindungan terhadap kearifan lokal yag dimiliki masyarakat adat. Salah satu representasi bentuk perlindungan kearifan lokal masyarakat adat diatur dalam Peraturan Daerah.
Peraturan Daerah No 4 Tahun 2016 Tentang Pelaksanaan Aruh dan Perlindungan Kearifan Lokal di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST).
Kebijakan merupakan wadah yang menaungi semua gagasan, nilai, pandangan yang bersifat kebijaksanaan, kearifan, yang bernilai baik yang hidup dan berkembang dalam suatu komunitas masyarakat adat.
Aruh merupakan sebuah prosesi spriritual yang berkenaan dengan siklus bertani (bahuma) yang berlingkup mikro yang berkembang dalam bentuk aruh ganal yang dimaknai sebagai prosesi kultural masyarakat adat yang bertujuan untuk mengapresiasikan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas pelimpahan rejeki yang didapat saat panen raya, yang dilakukan satu tahun sekali, oleh beberapa umun secara kolektif dan kekeluargaan.
Kebijakan ini mengapresiasi bentuk partisipasi dan kreativitas masyarakat adat dalam prosesi ritual, menumbuh kembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dayak terhadap pelestarian upacara aruh adat sekaligus, mengoordinasikan pelestarian aruh adat sebgaai bagian budaya daerah.
Signifikansi peran perempuan Adat dalam pelestarian dan transmisi pengetahuan tradisional berhubungan dengan konservasi pengelolaan sumber daya alam sehingga muncul slogan, perempuan penjaga bumi pertiwi, penjaga pengetahuan. Secara spesifik peran perempuan adat meliputi:
a). Penjaga pengetahuan atas kedaulatan pangan dan energi dalam keluarga dan komunitas.
b). Pemegang otoritas atas keberlangsungan kehidupan dan sumber-sumber penghidupan keluarga dan komunitas.
c). Pengampu wilayah kelola perempuan adat yang berkaitan erat dengan sumber-sumber penghidupan yang memastikan keberlangsungan hidup Masyarakat Adat. (M.Hawin,2009:2)
Posisi perempuan dipengaruhi oleh konstruksi sosial yang berimplikasi kepada kesempatan dan peran perempuan dalam mayarakat termasuk di dalamnya peran perempuan di dalam melestarikan nilai-nilai budaya yang ada, walaupun budaya ataupun tradisi terkadang diskriminasi serta cenderung timpang dalam memposisikan perempuan. Akan tetapi hal tersebut tidak mengahalangi peran serta perempuan dalam kehidupan sosial.(Rodiyah,2018:68). Tulisan Muhammad Idrus “konstruksi gender dalam budaya” mengungkapkan bahwa fungsi dan peran yang diemban perempuan secara tidak sadar biasanya dikonstruksi oleh budaya setempat sebagai warga negara kelas dua, jadi budaya memiliki peran penting dalam konstruksi gender seseorang.
Jadi tidak bisa dipungkiri bahwa konstruksi budaya yang ada akan sangat mempengaruhi peran perempuan dalam masyarakat, semakin terbuka dan responsif suatu budaya atau tradisi memperlakukan perempuan maka akan semakin terbuka ruang bagi perempuan untuk berpartisipsi di ruang publik. (Idrus,2011)
Salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat adat yang terus dilestarikan secara berkelanjutan dan memiliki nilai budaya luhur yang merepresentasikan peran perempuan adat pada masyarakat adat di kalimantan Selatan terlihat pada acara Aruh Ganal pada suku dayak meratus Desa Kiyu, Kecamatan Batang Alai Timur (BAT), Kabupaten HST, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
Upacara adat aruh merepresentasika rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat karunia yang diberikan. Aruh adat yang dilakukan meliputi 3 bentuk:
a). Aruh Adat Tulak bala, yang bertujuan menolak segala bahaya penyakit terhadap benih padi yang ditanam.
b). Aruh Adat mahanyari, dilaksanakan waktu selesai panen padi yang menyuguhkan rasa syukur kepada Tuhan, menyucikan semua pikiran dari gangguan iblis dan setan dan
c). Aruh basar atau melulus Nadar dilaksanakan setelah selesai panen. Puncak dari tradisi ritual bahuma adalah aruh ganal (aruh besar), yakni pesta adat berupa syukuran atau selamatan yang dilakukan di balai (rumah adat).
Basambu, identik ritual pra panen yang dilaksanakan di dalam balai dan dilakukan oleh beberapa orang balian, dilaksanakan selama 1-3 malam pada akhir bulan maret ke awal bulan april.
Upacara aruh ini biasanya dilaksanakan pada bulan juni selama 3- 5 malam di balai adat kiyu. Aruh ganal (penutup), merupakan aruh terakhir dan paling besar, biasanya dilaksanakan sampai 7 hari 7 malam di dalam balai, upacara ini di katakan pesta panen.
Setelah selesai mengatam banih (menuai padi) dan waktunya ditentukan oleh tatuha balai (pimpinan balai). Aruh ini biasanya dilaksanakan dalam kelender Masehi jatuh pada bulan september. Manugal (bertani dilahan kering atau gunung) Manugal sebutan warga Dayak Pegunungan Meratus Kalimantan Selatan untuk bertani di lahan kering atau gunung, manugal bisa jadi sebuah proses dalam penanaman padi ala Dayak tersebut.
Harmoni egaliter peran perempuan adat dan laki-laki dalam proses bertani tertampil pada pembagian peran yang seimbang bagi laki-laki menugal (membuat lubang dengan bantuan kayu yang ditancapkan ke tanah untuk benih) dan perempuan memasukkan benih padi ke lubang tugal dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm, dimana setiap lubang diisi 5-7 benih.
Nilai yang dapat ditemukan pada upacara aruh meliputi nilai kemandirian, nilai kerukunan, nilai kesepakatan, nilai kekeluargaan, nilai tolong menolong, nilai peduli lingkungan.
Representasi peran Perempuan dalam pelestarian pengetahuan tradisional tertampil pada eksistensi pasar terapung yang berkembang menjadi aset budaya dan ikon wisata yang mencirikan masyarakat Banjar Kalsel.
Pasar Terapung mengilustrasikan bentuk pencaharian nafkah perempuan dalam pertukaran barang dan jasa dalam sebuah jukung (perahu dayung) yang saling berdekatan diatas sungai.
Pasar terapung menampilkan proses asosiatif dalam bentuk kerjasama dan akomodasi, tolong menolong dalam mengangkat barang, menyelesaikan masalah dan perselisihan dengan musyawarah dan kekeluargaan, sistem barter, gotong royong, kebersamaan perempuan dalam aktivitas dagang yang menjadi pondasi perekonomian pedagang perempuan Banjar yang berkelanjutan dan eksis sampai sekarang. (Nilam Cahaya, 2020).
Kesimpulan dan rekomendasi dari ilustrasi diatas:
1). Keterlibatan nyata perempuan adat dalam berbagai kegiatan pengelolaan sumber daya alam menyumbang kontribusi positif terhadap pelestarian pengetahuan tradisonal yang terefleksi dalam nilai nilai kearifan budaya.
2). Konstruksi budaya yang terbentuk berinterelasi pada peran perempuan dalam masyarakat, semakin terbuka dan responsif suatu budaya atau tradisi memperlakukan posisi perempuan maka akan semakin terbuka ruang bagi perempuan untuk berpartisipsi di ruang publik. Mari kita tumbuhkan budaya yang terpatri pada responsifitas berbasis gender sehingga akan menguatkan peran perempuan dalam berpartisipasi diberbagai dimensi.
3). Membangun budaya yang berbasis pada pengalaman dan pengetahuan perempuan dalam rangka merekonstruksi realitas perempuan, guna mengatasi bias peran laki-laki dan perempuan dalam kehidupan. Banyak gagasan yang belum tersampaikan, bangkitlah perempuan menuju Indonesia Maju.
Penulis, Sosiolog Universitas Sebelas Maret, Pengarang buku “Hukum dan Masyarakat, Telaah masalah, Perkembangan, Teori dan Aplikasi, Yuma Pustaka, 2019, Pengarang Buku “Masyarakat Adat dalam Pusaran Praktik Demokrasi”, UNS Press, 2022.