Oleh Dr. Dewi Gunawati, S.H, M.Hum

Persoalan kualitas hidup multidimensi dan kompleks (Keles, 2012). Salah satu dimensi yang dapat dirasakan saat ini adalah fenomena kerusakan lingkungan. Perubahan iklim merupakan salah satu bentuk kerusakan lingkungan yang menjadi ancaman bagi satwa liar, manusia dan lingkungan (Villagran, Weathers, Keefe, & Sparks, 2010).

Dampak perubahan iklim terfokus pada risiko yang ditimbulkan pada proses geofisika pendukung kehidupan bumi serta sistem dan proses ekologi (Tong & McMichael, 2013). Pola konsumtif berlebih negara maju berdampak pada destruksi lingkungan(Evans, 2011).

Mencermati perihal tersebut “Hubungan antara kualitas hidup dan lingkungan telah menjadi subjek penting untuk dipelajari selama beberapa dekade terakhir.” (Keles, 2012).

Masalah ini menjadi topik kajian kewarganegaraan ekologis yang berusaha membebaskan makluk hidup dari hasil dan fungsi perilaku yang telah ditentukan sebelumnya, serta membuka ruang dan waktu untuk subjektifikasi warga manusia dan bukan manusia dalam dinamika kompleks komunitas multispesies (Spannring, 2019).

Dampak perubahan iklim dalam bentuk banjir mengancam ketahanan pangan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Diperkirakan sekitar 200 hektare lebih lahan di empat wilayah kecamatan, seperti Labuan Anas Utara, Pandawan, Hantakan termasuk di Barabai dan sekitarnya, dipastikan tak mampu memproduk hasil pertanian mereka, khususnya padi.

Data Dinas Pertanian dan Hultikultura Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) menyebutkan, kerusakan lahan pertanian akibat banjir mencapai 11.231 hektar yang menyebar di 10 kecamatan. Dikutip melalui data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bahwa di Provinsi Kalimantan Selatan, tercatat sebanyak 24.379 rumah terendam banjir dan 39.549 warga mengungsi.

Terdapat juga korban meninggal dunia total sebanyak 15 orang dengan rincian, Kabupaten Tanah Laut 7 orang, Kabupaten Hulu Sungai Tengah 3 orang, Kota Banjar Baru 1 orang, Kabupaten Tapin 1 orang, dan Kabupaten Banjar 3 orang.

Adapun Nilai kerugian akibat bencana banjir yang melanda di wilayah Kalimantan Selatan sekitar Rp1,349 triliun menurut perkiraan Tim Reaksi Cepat Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Wilayah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Estimasi dampak kerugian per 22 Januari 2021 dari sektor pendidikan, kesehatan dan sosial, pertanian, perikanan, infrastruktur, dan produktivitas ekonomi masyarakat sekitar Rp 1,349 triliun.

Kawasan rentan bencana banjir di Kabupaten Hulu Sungai tengah meliputi: 1) Desa Datar Ajab, 2).Desa Papagaran, 3). Desa Tilahan, 4).Murung Bai, 5). Desa Alat.

Upaya yang sudah diinisiasi oleh Pemerintah daerah Kabupaten Hulu Sungai Tengah dalam antisipasi Banjir meliputi: 1). Membangun Sodetan atau kanal banjir sungai buatan yang membelah aliran air sungai. Sodetan ini berfungsi untuk memecah aliran air agar tidak sampai ke Kota.

2). Membangun kolam regulasi sekitar 60 Ha, fungsi kolam Reagulasi untuk menampung air di kecaman barabai utara dan batu benawa.

3). Normalisasi kawasan sungai.

4). Pembersihan aliran sungai,

5). Pemberantasan Illegal Logging.

Dalam keberlanjutannya upaya yang sudah diinisisi tersebut belum sepenuhnya mampu mengatasi bencana banjir. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi banjir melalui inisiasi program kampung iklim. Proklim disusun merujuk Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.84/MENLHK- SETJEN/KUM.1/11/2016 tentang Program Kampung Iklim.

Proklim merujuk tiga poin indeks kinerja utama untuk pencapaian program yang meliputi: 1). Penurunan beban pencemaran lingkungan, 2).Meningkatkan pengendalian kerusakan lingkungan, 3). Peningkatan kapasitas kelembagaan.

Kebijakan transisi Indonesia menuju masa depan yang rendah emisi dan berketahanan iklim yang diuraikan dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia, mencakup juga penegasan penguatan peran ProKlim sebagai program ketahanan iklim di tingkat lokal.

Tujuan proklim identik menggalang partisipasi masyarakat dan stakeholder dalam pelaksanaan adaptasi dan mitigasi terhadap dampak perubahan iklim dan penurunan emisi GRK yang berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan di tingkat lokal sesuai dengan kondisi wilayah.

Proklim terdiri dari 2 domein: Adaptasi meliputi: Pengendalian Kekeringan, Banjir dan Longsor, peningkatan ketahanan pangan. Penanganan atau Antisipasi Kenaikan Muka Laut, Rob, Intrusi Air Laut, Abrasi, Ablasi atau Erosi Akibat Angin, Gelombang Tinggi, pengendalian penyakit terkait iklim. Mitigasi meliputi: Pengelolaan Sampah, Limbah Padat dan Cair, Penggunaan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi,peningkatan tutupan vegetasi, Budidaya Pertanian Rendah Emisi GRK, Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan
Optimalisasi pelaksanaan mitigasi perubahan iklim membutuhkan partisipasi aktif pembuat kebijakan, industri, pemerintah dan masyarakat Peneropongan optimalisasi mitigasi perubahan iklim di negara Qatar dengan mempertimbangkan faktor risiko lingkungan, sosial ekonomi dan kerentanan termasuk risiko hilangnya lahan, kerusakan lingkungan laut, beberapa risiko kesehatan atau biaya Adaptasi jangka panjang (Fragu, Finley, Bagchi, & AlQadi, 2009 ).

Proklim merupakan wadah KIE (Komunikasi,informasi dan Edukasi). Aspek Informasi merupakan konsekuensi logis dari hak berperan dalam pengelolaan lingkungan yang berlandaskan asas keterbukaan sehingga akan meningkatkan nilai dan efektivitas peran serta masyarakat dalam mitigasi Informasi yang diberikan harus tepat pada waktunya,lengkap dan dapat dipahami (on time, comprehensive and comprehensible) yang berbasis data kerentanan wilayah, potensi dampak, dan proyeksi iklim yang terhubung pada jenis kegiatan adaptasi yang dipilih yang disesuaikan dengan kondisi.

Data dan informasi kerentanan perubahan iklim yang termuat dalam Sistem Informasi Data Indek Kerentanan (SIDIK) yang diinisiasi oleh KLHK.

Aspek komunikasi direalisasikan dalam sebuah forum yang diinisiasi masyarakat dan pemerintah sebagai wadah dalam mensosialisasikan informasi kerentanan iklim melalui mitigasi dan adaptasi kepada masyarakat.

Edukasi berbasis papa pemahaman terhadap iklim, perubahan iklim, dampak perubahan iklim, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Edukasi mencakup good practises kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang dilaksanakan berkelanjutan yang mendinamisasi kebutuhan masyarakat.

Penelisikan penelitian penulis terhadap pelaksanaan proklim di berbagai daerah di jawa tengah ditemukan masalah yang terbagi dalam 3 domein: 1) perencanaan, 2) Pelaksanaan, 3) Evaluasi.

Hasil penelitian penulis menjelaskan bahwa Implementasi program iklim yang telah dilaksanakan banyak kurang efektif dalam upaya penanggulangan dampak perubahan iklim berdasarkan kondisi sebagai berikut: 1). Sumber daya manusia yang terbatas, 2). Kurangnya kesadaran masyarakat untuk terlibat aktif dalam mitigasi dan adaptasi.

Barr menjelaskan bahwa penelitian tentang perilaku lingkungan berkaitan dengan dua unsur yang mempengaruhi: (1) kebiasaan sehari-hari yang diwujudkan dalam bentuk tindakan atau disebut Perilaku Konsumsi) dan (2) Pencerminan dari perilaku yang hidup dalam masyarakat yang membentuk kelompok gaya hidup. (Barr & Gilg, 2006). (3) tidak adanya evaluasi pelaksanaan program yang ada berdampak pada kurangnya data yang akurat dan tidak adanya masukan yang konstruktif atas program- program yang telah dilaksanakan.

Kriteria keefektifan keberhasilan Proklim didasarkan pada indikator-indikator sebagai berikut: 1). Terbentuknya kelembagaan masyarakat sebagai wadah perencanaan desa partisipatif, Diberberapa daerah sudah dibentuk kelembagaan atau forum perubahan iklim, namun secara empiris kelembagaan belum berfungsi sebagai forum partisipatif atas perencanaan,pelaksanaan dan evaluasi proklim.

Fungsi kelembagaan hanya wadah sosialisasi program namun belum memberikan pengaruh signifikan dalam membangun interaksi positif antar anggota masyarakat akan kedasaran terhadap pengelolaan lingkungan yang berdampak pada perubahan iklim.

Ilustrasi diatas belum mencerminkan implementasi kewargaan ekologis yang tercetak pada hubungan yang setara antar anggota masyarakat sehingga akan tercermin komitmen, tanggung jawab terhadap tugas dan kewajibannya. Penerapan konsep kewargaan yang berorientasi tanggap akan mampu mencegah dampak kerusakan lingkungan.

Manfaat: Proklim hanya dinikmati oleh segelintir orang yang benar-benar merespon upaya mitigasi perubahan iklim melalui implementasi yang intens, sedangkan sebagian besar masyarakat masih belum memiliki kesadaran penuh untuk mau mengelola lingkungan secara lestari. Masyarakat belum memiliki kepedulian terhadap program yang telah dirintis. Proklim idealnya harus mampu menumbuhkan komunikasi, informasi dan edukasi yang baik bagi masyarakat terhadap upaya mitigasi perubahan iklim secara berkelanjutan.

Berpijak pada kasus di atas, maka tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan program PROKLIM sebagai program pembelajaran meliputi: a). Bagaimana meningkatkan integrasi kelembagaan melalui koordinasi antar lembaga untuk mengembangkan partisipasi aktif lembaga yang substansial dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program; b). Bagaimana menjamin adil setara komunikasi terkait metode kerja, risiko, hak dan kewajiban, serta tanggung jawab dalam program ; Rendahnya kesadaran masyarakat dalam mengelola lingkungan karena kurangnyapembangunan kapasitas berarti dalam membangun kemampuan orang, termasuk pengetahuan, keterampilan, kesadaran, komitmen, ketekunan, dan motivasi.

Berdasarkan evaluasi penerapan Proklim, upaya yang dapat dilakukan untuk membangun warga ekologis dapat dilakukan sebagai upaya membangun kapasitas masyarakat melalui:

i).Penguatan sumber daya manusia melalui penguatan kelembagaan masyarakat agar memiliki kemandirian sehingga mampu meningkatkan kualitas sumberdaya masyarakat. Masyarakat dapat berpartisipasi melalui akses kelompok dan kelembagaan.

ii). Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya hutan secara optimal dan berkesinambungan dalam pelestarian lingkungan.

iii). Mengembangkan kemitraan dengan instansi terkait dalam mendukung pemberdayaan masyarakat. (2) Perubahan budaya yang berpihak pada masyarakat (3) Penyesuaian structural yang berpihak pada masyarakat atau diartikan sebagai penyesuaian struktural yang berpihak pada masyarakat.

Penguatan partisipasi masyarakat sebagai wujud warga ekologis dapat dilakukan melalui langkahlangkah sebagai berikut: a). Mengidentifikasi potensi masyarakat setempat, b). Membangun organisasi masyarakat yang sederhana, luwes, dan berkelanjutan; c). Meningkatkan kemampuan spesifik dan pemahaman masyarakat terhadap potensi spesifiknya, d). Mempersiapkan secara cermat pengenalan kondisi masyarakat secara umum dan meminimalkan pengaruh eksternal yang negatif, e). Mengkomunikasikan dan mengedukasi informasi yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.