BARABAI, metro7.co.id – Keinginan warga untuk memiliki Pura tempat beribadah segera akan terwujud.

Pura tersebut terletak di Desa Labuhan, Kecamatan Batang Alai Selatan (BAS), Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST).

Ketua Panitia Pembangunan Pura Agung Datu Magintir yang juga sebagai Kepala Adat Desa Labuhan, Suan mengatakan, ini adalah Pura Pertama umat Hindu di sana.

“Banyak sekali yang mendukung pembangunan Pura dari berbagai pihak, salah satunya dari Komandan Kodim 1002/Barabai,” ujarnya, Senin (23/12).

Bahkan, didalam Pura juga dibangun Kori Agung dengan menggunakan nama menurut Suku Dayak, yakni, Pandungkulan.

Padungkulan tersebut dibangun menggunakan Patung Balian (tokoh spiritual warga Dayak).

Penggunaan Patung Balian tersebut digunakan simbol penghormatan kepada ajaran peninggalan Leluhur Suku Dayak.

Pandungkulan, ucap Suan, adalah tempat yang sangat sakral untuk berserah diri, jiwa dan raga kepada Nining Bahatara/Sang Hyang Widhi dan Para Leluhur.

“Karena kita yakin bahwa semua kesalahan atau dosa yang dilakukan baik dari pemikiran, perkataan dan perbuatan,” bebernya.

Mendungkul dilakukan dengan cara menggenggam kedua tangan dengan lima jari tangkup. Jadi 10, 11 dengan mata hagi, 12 dengan ubun-ubun, 13 dengan panuturan. Posisi kedua tangan di atas ubun-ubun.

“Pandungkulan ini pertama kali dibangun di Indonesia,” jelasnya.

Kenapa mamakai konsep Patung Balian Tuha dan Juru Patati? Menurutnya, pada zaman dahulu satu-satunya Balian sangat diagungkan adalah Balian Ranggan Laki Bini (suami dan istri). Ini merupakan simbol dari Balian Tuha dan Juru Patati.

“Kalo di Agama Hindu merupakan perwujudan dari Dewa Siwa dan Dewi Parwati,” ujarnya.

Selain itu juga dibangun, Taruna Halang Balianan/Burung Elang yang berada diatas Pandungkulan dan Papan Baruwing di pagar Pandungkulan.

Taruna Halang Balianan menurut kepercayaan Suku Dayak adalah Tunggangan Balian apabila ingin naik ke langit yang ke tujuh (Swarga Loka).

“Pada saat hilang jalan, kemudian turunlah Taruna Halang Balianan yang dipakai sebagai tunggangan untuk mencapai langit ke tujuh (Swarga Loka),” imbuhnya.

Sedangkan, Papan Baruwing adalah sarana untuk menghantarkan orang atau sesajen ke tempat siapa yang kita tuju. Seperti, kepada Nining Bahatara/Sang Hyang Widhi dan Para Lelulur.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) HST, Irpani menambahkan, hal ini tentu sangat membanggakan umat Hindu Indonesia yang bersuku Dayak Kaharingan di Kabupaten HST.

“Khususnya masyarakat Desa Labuhan saat ini sudah mempunyai tempat ibadah Pura yang nantinya bisa digunakan untuk beribadah dan pusat kegiatan keagamaan bagi umat Hindu yang berada di HST,” pungkasnya.

Irpani menyebutkan, Pura Agung Datu Magintir nantinya akan menjadi aset Cagar Budaya Pemda HST dan tempat Wisata Religi bagi Wisatawan Lokal maupun Mancanegara.

“Tentu, kebanggaan tersebut bisa dicapai karena ada do’a dan uluran tangan umat sedharma yang berada di Nusantara, para donatur yang dermawan dan para pihak yang telah berkonstribusi penuh untuk terselenggaranya pembangunan Pura Agung Datu Magintir, baik bantuan berupa uang, tenaga, pemikiran dan doa,” katanya.

Sementara itu, Komandan Kodim 1002/Barabai Letkol Inf Muh Ishak H Baharuddin melalui Danramil 1002-01/Birayang Kapten Inf Subhan menyatakan sangat mendukung sekali dengan adanya pembangunan Pura.

“Ini Pura pertama yang dibangun di HST,” terangnya.

Melalui Babinsa bersama anggota Bhabinkamtibmas dari Polsek Birayang yang diwilayah, lanjutnya, kami selalu bersinergi dalam memantau pembangunan Pura sekaligus memberikan pengamanan ibadah umat Hindu.

“Pengamanan kami berikan agar warga Hindu dapat melaksanakan ibadah dengan penuh kedamaian dan ketentraman,” tutupnya. *