Peran Strategis Kalimantan dalam Transformasi Ekonomi Hijau di Indonesia
BANJARMASIN, metro7.co.id – Dalam upaya untuk memajukan transisi energi dan mendukung ekonomi hijau di Pulau Kalimantan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan menyelenggarakan Green Seminar 2024.
Seminar ini dihadiri oleh berbagai stakeholder termasuk pemerintah, akademisi, pelaku usaha, dan masyarakat umum. Yakni untuk membahas strategi dan inisiatif dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan mengoptimalkan potensi energi terbarukan.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan, Fadjar Majardi dalam sambutannya menekankan, Green Seminar 2024 merupakan kelanjutan dari Seminar Internasional 2023 dan kini semakin berfokus pada pembentukan perilaku hijau di masyarakat.
Ia juga menyoroti pentingnya sinergi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, bisnis, perbankan, LSM, dan masyarakat lokal, dalam mendukung pembangunan berkelanjutan.
“Semoga branding baru dari seminar ini akan mempermudah pemahaman dan implementasi konsep ekonomi hijau, serta memperkuat upaya menuju pembangunan berkelanjutan di Kalimantan Selatan,” jelasnya.
Ia juga mengungkapkan komitmen Bank Indonesia untuk terus memperkuat kebijakan stabilisasi harga dan pengembangan pembiayaan hijau, serta mendukung transformasi sistem keuangan hijau di Indonesia.
“Greenovation yang diluncurkan pada seminar internasional tahun lalu, juga mendapatkan perhatian khusus sebagai upaya untuk menjaring ide inovatif dan proyek implementatif dalam ekonomi hijau,” bebernya.
Sebagai bagian dari seminar ini, Prof Kornelis Blok, anggota panel IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) menyampaikan, keynote speech mengenai urgensi transisi energi dan pengurangan emisi gas rumah kaca untuk menghadapi perubahan iklim global.
“Dunia, termasuk Indonesia, perlu mengurangi emisi CO2 hingga nol pada pertengahan abad ini. Ia menggarisbawahi dampak perubahan iklim yang semakin nyata, seperti fenomena cuaca ekstrem dan bencana alam yang global,” katanya.
Prof Blok memberikan kabar baik, bahwa 30 persen listrik dunia kini dihasilkan dari energi terbarukan, dengan pertumbuhan signifikan pada tenaga angin dan matahari. Ia mencatat bahwa China memimpin dalam instalasi energi terbarukan global, diikuti oleh Eropa dan kawasan lainnya.
Indonesia, menurut Prof Blok, memiliki kekayaan sumber daya energi terbarukan, termasuk tenaga surya, angin, air, bioenergi, panas bumi, dan energi laut.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh timnya, simulasi sistem energi listrik Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 2050, energi matahari akan menjadi sumber dominan, menyumbang lebih dari setengah produksi listrik. Meski demikian, energi terbarukan lain seperti bioenergi, panas bumi, dan tenaga air juga akan berperan penting dalam sistem tenaga listrik Indonesia.
Prof Blok merekomendasikan pentingnya meningkatkan konektivitas antar pulau untuk membangun sistem energi yang lebih terjangkau dan efisien.
Pulau Kalimantan, menurut Prof Blok, dapat memainkan peran sentral dalam penyediaan energi terbarukan, tidak hanya untuk konsumsi lokal tetapi juga untuk pasokan listrik ke pulau-pulau lain di Indonesia.
“Potensi besar Kalimantan dalam energi terbarukan memberikan peluang bagi pertumbuhan ekonomi baru, mengingat kebijakan global yang mengharuskan pengurangan produksi batu bara,” ungkapnya.
Ia merekomendasikan Kalimantan sebagai lokasi ideal untuk pengembangan manufaktur panel surya domestik dan teknologi energi terbarukan lainnya seperti PLTA mengingat Pulau Kalimantan yang memiliki sungai-sungai yang besar sebagai sumber PLTA.
Mengakhiri keynote speechnya, ia menyampaikan harapannya bahwa Indonesia, khususnya Kalimantan, dapat memanfaatkan potensi energi terbarukan untuk memimpin transisi energi global.
“Kalimantan, dengan sumber daya yang melimpah, memiliki peluang besar untuk menjadi pusat inovasi dan pertumbuhan ekonomi baru berbasis energi terbarukan,” tuturnya.
Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor mengapresiasi Green Seminar 2024 sebagai langkah penting dalam mendukung inisiatif hijau dan transformasi ekonomi di Kalimantan Selatan.
Paman Birin juga memberikan dukungan penuh terhadap Greenovation sebagai kompetisi yang bertujuan menjaring ide inovatif dalam ekonomi hijau dan menggarisbawahi komitmen Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan untuk mendukung transformasi menuju ekonomi berkelanjutan.
Ia menambahkan, komitmen untuk implementasi inisiatif hijau adalah kunci untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang ramah lingkungan di Kalimantan.
“Kita memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekonomi hijau dan menjadi contoh nyata bagi daerah lain di Indonesia,” tutupnya.
Dalam Seminar tersebut juga dilakukan diskusi panel mengenai akselerasi dan tantangan dalam Pengembangan Energi Terbarukan di Kalimantan.
Mustaba Ari Suryoko, Koordinator Penyiapan Program Usaha Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM menyampaikan, potensi energi terbarukan (EBT) di Kalimantan sangat luar biasa namun berbeda di tiap daerah, sehingga diperlukan pemetaan yang komprehensif.
Dalam pandangannya, akselerasi transisi energi di Kalimantan Selatan harus segera dilakukan dengan efektivitas lembaga untuk transformasi dari energi berbasis batu bara (brown energy) menuju energi terbarukan (green energy).
Jaya Wahono, Ketua Komite Tetap Energi Baru dan Terbarukan KADIN menambahkan pentingnya membangun konektivitas listrik antar wilayah Kalimantan untuk meningkatkan efisiensi dan aksesibilitas energi terbarukan.
Menurutnya, tantangan utama bukan hanya pada ketersediaan energi, melainkan pada penyeimbangan antara supply dan demand. Ia juga menekankan peran Bank Indonesia yang sangat krusial dalam mendukung keseimbangan pasar energi terbarukan di wilayah ini.
Selanjutnya dari sisi swasta, Khalishah M Purnamasari, Koordinator Macro-National Team, Direktorat Perencanaan Makro dan Analisis Statistik, menyoroti bahwa dukungan sektor swasta dalam bentuk studi kasus dan success stories sangat diperlukan.
Hal ini bertujuan agar pendekatan sukses seperti carbon offset dan carbon credit dapat direplikasi oleh berbagai pihak, sekaligus memberikan contoh nyata untuk diadopsi di tingkat lokal.
Masalah birokrasi di tingkat daerah juga menjadi sorotan utama dari Sandy Wijaya, Co-Founder Ciroes, yang menekankan perlunya langkah proaktif dari pemerintah daerah untuk mengatasi hambatan regulasi yang sering menghambat implementasi energi hijau.
Selain itu, ia menyarankan agar pengembangan SDM untuk sektor energi hijau terus ditingkatkan agar Kalimantan memiliki tenaga kerja yang siap menyongsong transformasi energi terbarukan.