BANJARMASIN, metro7.co.id – Pilihan melakukan gugatan pasca Pemungutan Suara Ulang (PSU) adalah hak kontestan, karena regulasi memberikan ruang untuk itu. Namun demikian jika kenyataan tersebut dilakukan berulang, tanpa menakar pertimbangan implikasi politik, memungkinkan adanya defisit citra bagi penggugat di mata publik, antara lain mundurnya dukungan partai pengusung, perginya penyandang dana “perang” dan lelahnya tim “perang” hingga berkemas pada pasukan lain.

“Fakta-fakta politik hari ini harus menjadi alat ukur komprehensif. Sebab kontestasi bukan pada timeline yang stagnan pada PSU saja, tetapi bagaimana bagi parpol dan kandidat pilkada bisa merangkak pada “perang besar 2024” ujar pengamat kebijakan publik dan politik, Taufik Arbain.

Perlu disadari bahwa PSU ini adalah bagian realitas politik dari implikasi hukum yang menjadi hak rakyat sepenuhnya dalam menentukan pilihan, oleh karena itulah sedikit orang yang mau babak belur berulang-ulang pada ruang yang sama intinya ingin merebut kekuasaan meski sibuk memakai selimut tebal (perlawanan suci).

Sejauh ini sambung pria ramah ini publik akan mampu menilai atas perjalanan waktu dengan menakar kualitas intelektual, kecerdasan hingga kematangan calon pemimpin.

“Justru gugatan kedua bukannya akan menaikan citra, tapi sebaliknya penggerusan akseptabilitas publik, akhirnya elektabilitas kepercayaan masyarakat terjun bebas,” tambahnya.

Lanjut guru besar FISIP ULM ini, pola perang pilkada era 4.0 dengan taktik pukul serang akan menyadarkan publik masifnya perlawanan masing-masing pihak. Kondisi ini jauh berbeda untuk pilkada Non PSU.

Maka dari itulah analisanya pilihan dengan legowo atas kontestasi justru menaikan citra atas usaha dan isu perlawanan yang terus dikembangkan dalam pilkada, imbasnya bisa saja parpol pengusung justru memilih meninggalkan paslon tersebut karena pendangan politik masih panjang dengan menyiapkan perang tahun 2024, terkecuali calon tersebut merupakan kader tulen partai bukan sebaliknya.

“Sikap menumbuhkan kebersaman cinta banua yaitu legowo dan konsen pada hajat hajat pembangunan itu yang terpenting,” tukasnya.