BANJARMASIN, metro7.co.id – Dua saksi ahli yang masing masing didatangkan oleh JPU maupun penasihat hukum terdakwa mantan Sekda Kabupaten Tanah Bumbu Rooswandi Salem. Keduanya berasal dari kampus yang sama yakni Universitas Airlangga Surabaya.

 

Dari kedua saksi tersebut yang pertama seorang guru besar Nur Basuki Minarna ahli di bidang pidana dan yang didatangkan oleh JPU sedangkan penasihat hukum terdakwa mendatang dosen fakultas Hukum ahli bidang perbendaharaan negara Agus  Widiantoro.

 

Penampilan kedua saksi tersebut pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Rabu (6/10/2021) di hadapan majelis hakim yang dipimpin hakim Jamser Simanjuntak.

 

Nurbasuki dalam kesaksiannya antara lain mengatakan bahwa untuk suatu proyek berdasarkan ketentuan usulnya  dari bawah bukan dari atas dalam hal ini yang dilakukan terdakwa.

 

Selain itu timbul keanehan, barang diterima lebih dahulu oleh pihak desa maupun kecamatan serta penerima lainya sedangkan kontraknya baru dilakukan, hal ini tentunya sudah menyalahi aturan yang ada.

 

Dalam pengawasan menurut guru besar tersebut bisa saja dilakukan oleh DPRD setempat sedangkan untuk pemeriksaan bisa dilakukan oleh Inspektorat setempat maupun badan badan lainnya seperti BPKP.

 

“Sedangkan yang bertanggung jawab dalam suatu proyek atau pekerjaan adalah kuasa pengguna anggaran  (KPA) yang dalam hal ini adalah Sekda, sementara Bupati sebagai kepala daerah hanya melakukan kebijakan yang yang dijalan oleh bawahannya,” ujar guru besar yang bergelar Profesor melalui virtual.

 

Sementara saksi Agus  Widiatoro yang datang langsung ke ruang sidang, mengatakan untuk melakukan perhitungan kerugian negara adalah BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), sementara tugas Inspektorat maupun BPKP hanya memeriksa bukan menentukan kerugian negara.

 

Dugaan korupsi yang melibatkan terdakwa  berawal dari adanya pengadaan kursi tunggu dan kursi rapat untuk beberapa instansi dan kecamatan di Kabupaten Tanah Bumbu, yang lelangnya dimenangkan oleh Akbar Fadly alias Adi Gundul kini masih dalam proses persidangan di Pengadilan yang sama.

 

Dalam pengadaan kursi tersebut pemenang lelang membelinya di Toko Alya Gallery yang merupakan toko milik Hj Mulyawati yang merupakan istri terdakwa Rooswandi Salem mantan Sekda Kab Tanah Bumbu tahun 2018-2019.

 

Adanya pembelian di toko tersebut dengan  mengelumbungkan harga, sehingga berdasarkan perhitungan terdapat unsur kerugian negara sebesar Rp 1.837.024.884,- kerugian negara yang merupakan keuntungan dari terdakwa Akbar terdakwa dibagi bagi kepada saksi Ilmi Kamal serta mengalir juga kepada pejabat di Dinas Kesehatan setempat.

 

Diketahui pengadaan kursi tersebut tidak sesuai mekanisme dan tidak ada dalam anggaran, tidak sesuai kebutuan dengan satuan kerja.

 

Kemudian pengadaan kursi juga dipecah untuk menghindari tender atau lelang, serta penyelenggara tidak memiliki sertifikasi, yang mana pengadaan kursi tersebut atas persetujuan terdakwa Roswandi Salem selaku Sekdakab Tanah Bumbu saat itu.

 

Terdakwa oleh JPU dianggap melanggar pasal 2 Jo pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah  dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP untuk dakwaan primair.

 

Sedangkan dakwaan subsdiar JPU mematok pasal 3 Jo pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah  dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.[]