Paringin — Pengalihan pajak bumi dan bangunan serta perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) menjadi pajak daerah bukan hal yang mudah. Diperlukan pemikiran matang dan dapat dipertanggungjawabkan kepada pemerintah, sesuai undang-undang dan kreteria yang telah ditentukan dalam aturan perpajakan daerah.
Kebijakan pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah bukan hanya kebijakan PDRD saja melain melalui perundang-undangan yang telah ditentukan dalam suatu keputusan. Untuk merealisasikan kebijakan tersebut harus melalui Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Tahun 2013.
Kebijakan pengalihan PBB-P2  yakni mengenai pajak bumi dan bangunan untuk pusat  meliputi beberapa sektor diantaranya sektor perdesaan, perkotaan, perkebunan, perhutanan dan sektor pertambangan.
Sebelum perubahan kebijakan PDRD yakni PBB-P2 ditetapkan sebagai pajak pusat, kebijakan PBB-P2 ditetapkan oleh pusat, penerimaan PBB-P2  dibagihasilkan dengan imbang diantaranya 90 persen bagian daerah, 16,2 persen untuk provinsi, 64,8 persen untuk kabupaten/kota, 9,0 persen untuk biaya pemungutan,10 persen bagian pusat ,dibagikan kepada merata keseluruh kabupaten/kota, 35 persen dibagikan sebagai insentif kepada kabupaten kota yang melampaui target penerimaan.
Setelah perubahan kebijakan PDRD  yakni PBB–P2 ditetapkan sebagai pajak daerah, kebijakan PBB-P2 ditetapkan oleh daerah, pemerintah daerah dapat tidak memungut PBB-P2 apabila potensi tidak memadai atau merupakan kebijakan daerah, seluruh penerimaan PBB-P2 menjadi PAD.
Pemerintah daerah berwenang sepenuhnya atas pemungutan PBB-P2 diantaranya legal dan teknis operasional serta pamanfaatan, masyarakat terlibat dalam proses perumusan kebijakan PBB-P2 dan dapat mengontrol penggunaan penerimaannya. (Metro7/Sri)