Begini Kata Praktisi PPA-SEFT Healing Menyikapi Covid-19
TANJUNG – Kadarisman, salah seorang Praktisi Terapi PPA dan Spitual Emotional Freedom Technique (SEFT) di Kabupaten Tabalong, memberikan tips menjalani kehidupan di tengah pandemik Covid-19 atau lebih sering disebut virus corona.
Banyak pertanyaan yang datang kepadanya, mulai dari soal seberapa berbahaya virus ini hingga dikaitkan dengan teori konspirasi. Kemudian, bagaimana mencegahnya serta cara menyikapinya apabila terpapar virus ini.
Kepada Metro7, pria yang kerab berkolaborasi dengan dokter ini mengatakan, seberapa berbahayanya virus corona biarlah menjadi kajian para medis yang memiliki kompetensi di bidangnya.
“Tetapi yang pasti corona ini tidak menimbulkan efek buruk pada orang tertentu. Di sisi lain pada orang tertentu lainnya dapat berakibat fatal,” ungkap pria yang juga selaku Koordinator PPA Healing DAI Tabalong ini, Selasa (9/6) melalui sambungan telpon.
Lalu, kenapa sebagain besar orang yang positif corona dapat sembuh, bahkan jauh lebih besar dari yang berakibat kematian? Menurut Kadarisman, semua orang sangat rentan terpapar virus corona, karena memang kehebatan virus ini sangat mudah menjangkiti dan menularkan.
Tapi banyak orang kemudian dapat sembuh ketika terkena. Para ahli kesehatan dapat mudah membantu kesembuhan pasien covid, tetapi yang sulit adalah mencegah penyebarannya.
“Oleh karena itu, perspektif saya adalah dampak buruk dari covid ini sejatinya dapat dicegah dengan meningkatkan rasa bahagia dan disiplin diri,” tuturnya.
Dalam pandangan Kadarisman, rasa bahagia erat kaitannya dengan protokol ketuhanan. Sementara, disiplin terkait dengan protokol kesehatan.
“Kenapa rasa bahagia? Karena virus ini hanya dapat dilawan dengan mengandalkan imunitas tubuh. Rasa bahagia cara paling efektif dan efisien meningkatkan hormon antibody,” ujarnya.
Risman menjelaskan, rasa bahagia dapat diolah dengan melatih kelihaian diri dalam bersyukur secara vertikal dan aplikatif dalam kehidupan secara horizontal.
Sebab, orang yang pandai bersyukur sepenuh cinta dapat memandang setiap persoalan dengan kacamata husnudzon dan tenang. Sehingga kemudian menjadikan diri seseorang memiliki ketahanan psikologis dan fisik yang tidak mudah diagitasi oleh virus apapun.
“Orang boleh saja terkena virus yang sama, tetapi tingkat kesembuhannya bisa berbeda,” katanya.
Bagi praktisi healing yang sering menggelar sedekah energi ini, cara terbaik bangsa dalam menghadapi pandemik corona adalah dengan mendisiplinkan semua elemen bangsa dan meningkatkan rasa bahagianya. Semua saluran informasi negara jangan menjadi sumber ketakutan bagi publik. Karena ketakutan dan kecemasan dapat mendegradasi imunitas orang lain secara berjamaah.
Pilihannya, publik pun penting untuk diedukasi, bagaimana mereka harus disiplin menjalani protokol kesehatan tanpa bayang-bayang unproduktif. Dalam keadaan disiplin itu pun bukan jaminan dapat terhindar dari sebaran covid. Maka menjadi penting ketika potensi terpapar itu ada, maka perlu di sampaikan virus ini dapat sembuh dengan mudah.
“Asalkan diri kita tetap optimis dan tidak kehilangan rasa bahagia,” ujarnya.
Kadarisman menilai, membahagiakan warga negara itu tugas penting negara melalui pemerintah. Kongkritnya pemerintah mesti memiliki kebijakan yang membahagiakan publik. Tetapi seseorang pribadi pun tak boleh kehilangan empati pada pihak lainnya, sehingga asupan kebahagiaan terus berproduksi.
Karena menurutnya, selama masa covid-19, ini kebijakan publik seolah menebarkan ancaman dan unhappiness. Masyarakat bingung diantara dua ketakutan: covid dan ekonomi.
“Tulang punggung keluarga disuruh di rumah, tapi ketika mereka kehabisan pangan pemerintah tak memiliki solusi. Anggaran negara terbatas. Jika hal ini dilanjutkan terus, negara bisa mengalami defisit anggaran. Muaranya ekonomi bangsa terancam dan itu jauh lebih berbahaya,” bebernya.
Lebih lanjut Risman menyampaikan, protokol kesehatan tetap penting, walau sebagian orang ada yang imun terjadap virus corona.
Pertimbangannya ada tiga hal, pertama, sikap abai pada protokol kesehatan dapat menyakiti petugas yang berjuang di garda depan. Sikap seperti ini meretakkan kebahagiaan diri sendir.
Kedua boleh jadi masyarakat kebal terhadap paparan virus corona, namun ketika dirinya menjadi media penularan kepada orang yang imunitasnya lemah, itu menjadi kezaliman dan ketiga, kesombongan adalah bukan fitrah diri sebagai manusia.
“Jangan lupa bersyukur dan bahagia. Karena setiap musibah adalah pesan cinta, agar kita dapat melakukan instrospkesi diri,” tutupnya. (Metro7/sari)