BARABAI, metro7.co.id – Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) HST menilai Perda tentang Pajak dan Retribusi Daerah memberatkan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Barabai.

Sebab itu, mereka mendatangi kantor DPRD HST untuk menyampaikan aspirasi dan masukan, Kamis (16/9) pagi.

Ketua BPC HIPMI HST, Muhammad Husaini mengatakan, ada dua aspirasi yang disampaikan. Pertama, terkait Perda Pajak yang akan dikenakan lima persen jika omset lebih Rp4 juta, jangan disamakan pelaku UMKM dengan restoran besar. Ia meminta agar diturunkan minimal 2,5 persen untuk warung kecil.

“Ada dua poin terkait pajak. Jika tetap lima persen, omsetnya yang dinaikkan, bila omsetnya tetap, berarti persennya yang diturunkan. Intinya ada kebijakan, jangan disamakan antara warung kecil dengan restoran besar,” jelasnya.

Kedua, ucap Husaini, agar setiap kegiatan Pemkab melibatkan para pelaku usaha di HST.

“Utamanya pelaku UMKM. Seperti dari kegiatan Pemda atau ada tamu dari luar. Tolong dilibatkan. Sejenis katering misalnya. Intinya kita ingin agar para pelaku UMKM di HST maju,” ujarnya.

Kedatangan mereka disambut baik oleh Ketua Komisi II DPRD HST, H Johar Arifin dan anggotanya.

“HIPMI HST menyampaikan aspirasi dan masukan agar pengusaha kecil di Barabai pada masa pandemi ini dapat tertolong. Nanti akan dirapatkan dengan kawan-kawan dewan agar mendapatkan solusi yang terbaik,” tutur Johar.

Sebelumnya, Pemkab HST tengah menggarap Perda tentang pajak daerah yang prosesnya telah masuk pada tahap uji publik.

Salah satu pasal yang masih menjadi perdebatan adalah pajak restoran, rumah makan, kafe, kantin, warung, bar, dan sejenisnya.

Termasuk jasa katering yang jika beromset lebih dari Rp4 juta per bulan akan dikenakan pajak sebesar lima persen.

Sejumlah pihak keberatan terhadap rancangan aturan tersebut, termasuk para anggota dewan yang meminta agar besaran pajak tersebut ditinjau kembali dengan alasan akan memberatkan para pemilik warung kecil pada uji publik yang berlangsung di Gedung DPRD HST, Kamis (9/9).

“Kalau bagi warung atau kafe yang sudah besar, mungkin tak jadi masalah dengan besaran pajak lima persen. Sebab, omsetnya lebih dari Rp4 juta. Tapi, akan terasa berat bagi warung-warung kecil, karena perhitungannya adalah omset bukan hasil bersih,” kata Ketua PC PMII Barabai, Ahmad Maulana saat memberikan masukan.

Menurutnya, warung-warung kecil memang omsetnya bisa mencapai Rp4 juta per bulan, namun di tengah pandemi saat ini, Ia yakin akan berdampak terhadap pendapatan, belum biaya upah pelayan dan sewa tempat.

“Jadi kami minta kepada Pemkab agar meninjau kembali kebijakan tersebut atau menaikan besaran omset objek yang dikenakan pajak,” tegasnya.

Sedangkan, Ketua Komisi II DPRD HST H Johar Arifin juga menyarankan agar poin tersebut dapat dikaji kembali dan ditinjau ulang. Pihaknya juga akan membicarakan kembali masalah tersebut dengan dinas terkait.

“Selain DPRD, seharusnya pemerintah daerah juga menggelar uji publik terhadap Raperda ini dengan melibatkan masyarakat dan pelaku usaha,” pungkasnya.*