AMUNTAI, metro7.co.id – Dari tahun ke tahun para petani padi di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Kalimantan Selatan (Kalsel) terus menghadapi berbagai resiko dalam bercocok tanam, diantaranya perubahan iklim seperti kemarau, banjir, serangan hama dan gulma.

Akibat perubahan iklim, serangan hama dan gulma tersebut para petani padi terancam mengalami kerugian disektor pertanian bahkan tidak bisa menanam.

Seperti hal yang terjadi dibeberapa Wilayah Kecamatan Babirik dan Danau Panggang di tahun 2017 lalu. Sejumlah Warga berlatar belakang petani tidak bisa bercocok tanam dengan sebab sawah mereka dipenuhi dengan tumbuhan liar bernama Minosa Pigra L atau akrab disebut di Kota Amuntai Susupan Gunung.

Cepatnya pertumbuhan tanaman liar ini cukup membuat masyarakat kewalahan untuk membasminya. Bahkan para petani di dua Kecamatan tersebut sempat mengadu kepada Gubernur Kalsel Sahbirin Noor pada saat kunjungannya lima tahun lalu di Desa Palukahan, Kecamatan Babirik, Kabupaten HSU.

Kini sejak tahun 2020-2023 petani di Indonesia kembali dihadapkan dengan fenomena curah hujan berlebih atau La Nina dan Kabupaten HSU tidak luput dari dampak peristiwa ini.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten HSU Masrai Syawfar Nejar, Kamis (03/11) mengungkapkan akibat intensitas curah hujan cukup tinggi membuat lahan lebak banyak yang tidak bisa ditanami.

Karena tingginya curah juga membuat Sungai Tabalong dan Balangan sangat berpengaruh terhadap lahan pertanian di HSU.

Untuk mengantisipasi terjadinya kerugian lebih besar terutama terhadap para petani padi yang lahan pertaniannya terdampak banjir akibat luapan air sungai yang mengaliri Wilayah HSU, pihak Distan akan melakukan proses bantuan asuransi tani.

“Meski terdampak banjir, padi petani tidak banyak yang mati dan sejak kemarin petani masih melakukan panen.” Tandasnya. ***