LIMAPULUH KOTA, metro7.co.id – Mengenang kembali konfrontasi paling berdarah dalam masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), pasca jatuhnya ibukota negara Republik Indonesia, Yogyakarta menyusul Agresi Militer II Belanda pada 19 Desember 1948 lalu, diperingati dengan sebuah upacara yang berlangsung khidmat.

Gubernur Provinsi Sumatra Barat, Mahyeldi Bertindak selaku Inspektur Upacara , memperingati kembali tragedi berdarah, yang dikenal dengan Peristiwa Situjuah 15 Januari. Upacara peringatan Peristiwa Situjuh ke-73 tahun 2022, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya dipusatkan di Lapangan Chatib Sulaiman, Situjuah Batua, Limapuluh Kota, Sabtu (15/1/2022).

Gubernur Mahyeldi, Bupati Safaruddin, Forkompimda serta keluarga pejuang melakukan ziarah dan tabur bunga di Lurah Kincia, di Situjuah Banda Dalam dipimpin oleh Ketua DPRD Deni Asra didampingi oleh Anggota DPR RI Rezka Oktoberia, sedangkan di Situjuah Gadang dipimpin oleh Asisten I Herman Azmar bersama Wakapolres Limapuluh Kota Kompol. A. Yani.

Dari nukilan sejarah Peristiwa Situjuah yang dibacakan pada upacara, tercatat sebanyak 69 pejuang gugur dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tragedi bermula pada tanggal 14 Januari 1949. Ketika, pimpinan PDRI, laskar pejuang dipimpin Ketua Laskar Pertahanan Rakyat Sumatera Tengah Chatib Sulaiman mengadakan rapat membahas strategi perjuangan di sebuah lembah, yang dikenal dengan Lurah Kincia.

Seusai rapat peserta beristirahat di sebuah surau di Lurah Kincia, tanpa aba-aba, di kala subuh pasukan Belanda menghujani lembah itu dengan berondongan peluru. Tiba-tiba disergap, lokasi yang tak menguntungkan, senjata yang tak memadai, perlawanan para pejuang pun tak memadai. Mereka pun kocar-kacir membalas menyerang dan menyelamatkan diri.

Chatib Sulaiman, Bupati Limapuluh Kota Arisun St Alamsyah, Letkol Munir Latif, Mayor Zainuddin, Kapten Tantawi, Letnan Anizar, Sjamsul Bahri, Rusli dan Baharuddin, tewas seketika bersama 60 pejuang lainnya. Chatib Sulaiman bersama delapan pejuang lainnya dikebumikan di Lurah Kincia, sementara 60 pejuang lainnya dimakamkan di Situjuah Gadang dan Situjuah Banda Dalam.

Gubernur Mahyeldi dalam amanatnya mengajak para peserta upacara untuk tidak melupakan sejarah dan menghargai jasa para pahlawan khususnya dalam peristiwa Situjuah yang merupakan mata rantai Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) 1948-1949 di Sumatera Tengah dalam mempertahankan kemerdekaan RI.

“Peristiwa ini penting untuk terus diingat dan diceritakan pada generasi muda sebagai pelajaran berharga, bagaimana para pejuang melakukan pengorbanan dengan semangat bela negara menjaga kedaulatan NKRI. Tidak hanya dengan berperang, tapi juga dengan berpolitik dan diplomasi,” tutur Mahyeldi.

Ditemui seusai rangkaian upacara Peristiwa Situjuh, Bupati Safaruddin mengatakan Mengamini Gubernur, Peristiwa Situjuah merupakan momentum mengingat kembali pengorbanan para pahlawan yang gugur, saat menyusun perlawanan kepada Belanda di Lurah Kincia, dalam mendukung keberlangsungan PDRI.

“Rentetan peristiwa bersejarah yang terjadi di Limapuluh Kota harus digelorakan kepada generasi penerus Limapuluh Kota,” kata Safaruddin.

“Generasi muda harus memaknai perjuangan para pahlawan yang telah gugur mengorbankan jiwa dan raganya di Situjuah demi negeri ini,” pungkasnya.