SUMATERA SELATAN, Metro7.co.id – Jaksa Agung Republik Indonesia Burhanuddin menegaskan bahwa integritas dan profesionalisme harus sudah menjadi standar minimum yang harus dimiliki oleh setiap insan Adhyaksa.

Ia bahkan tidak bosan-bosannya menyatakan tidak membutuhkan Jaksa yang pintar tetapi tidak bermoral, dan juga tidak butuh Jaksa yang cerdas tetapi tidak berintegritas.

“Yang saya butuhkan adalah para Jaksa yang pintar dan berintegritas,” kata Jaksa Agung saat memberikan pengarahan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan beserta pejabat utama Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, dan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri se Sumatera Selatan beserta jajarannya di Aula Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan pada hari Kamis tadi.

Menurut Jaksa Agung, integritas adalah segala tindakan yang menggambarkan kejujuran dan kewibawaan seseorang dalam menjalankan tugasnya.

Integritas sendiri dapat dilihat dari mutu, sifat, dan keadaan seseorang, sehingga seseorang yang memiliki integritas sangat bisa diberi kepercayaan karena selalu bertindak transparan, konsisten, bertanggung jawab, dan objektif.

“Oleh karena itu saya tekankan kepada seluruh insan Adhyaksa bahwa integritas bukan hanya sebuah tagline semata, integritas harus dilaksanakan baik melalui ucapan, tingkah laku dan tindakan nyata, ” katanya lagi.

Serta tingkatkan pengawasan melekat secara intensif kepada setiap anggotanya, karena apabila anggota melakukan perbuatan tercela, maka akan dievaluasi hingga 2 (dua) tingkat ke atas. Sebagaimana telah disampaikan dalam Surat Jaksa Agung Nomor: R-95/A/SUJA/09/2021 tentang Peneguhan Komitmen Integritas.

Jaksa Agung juga mengingatkan, sudah banyak pegawai yang ditindak serta dipidanakan karena telah menggadaikan integritas dan martabat institusi. Penindakan itu tentunya terkandung maksud untuk memberikan efek jera bagi semua. “Karena saya tidak ingin jika sikap dan perilaku saudara mencoreng doktrin Tri Krama Adhyaksa,” katanya dengan nada tinggi.

Selanjutnya berbicara terkait profesionalisme, dimana profesionalisme merupakan cermin dari kemampuan, pengetahuan, keterampilan, bisa dilakukan dengan ditunjang dengan pengalaman.

” Selain itu profesionalisme adalah roh yang menggerakan, mendorong, mendomisasi dan membentengi seseorang dari tendensi penyimpangan serta penyalahgunaan kewenangannya baik secara internal maupun eksternal,” ujar Jaksa Agung.

Kemudian Jaksa Agung menyampaikan bahwa perlu dipahami oleh para Pimpinan Satuan Kerja dan jajarannya, bahwa profesionalitas seorang Jaksa akan sempurna jika dapat menyeimbangkan antara intelektual dan integritas. Intelektual dan integritas seorang jaksa akan tercermin dari profesionalitasnya dalam melaksanakan tugas.

Dikatakannya juga, profesionalitas seorang jaksa terlihat dari cara memprediksi dan membagi waktu penanganan perkara, baik itu perkara Pidum maupun perkara Pidsus. Sehingga seharusnya tidak ada alasan bagi Jaksa untuk menunda agenda sidang pembacaan tuntutan. Karena sejatinya tidak ada alasan penundaan sidang selain karena hal teknis, seperti tidak dapat hadirnya saksi atau ahli mengikuti persidangan. “Untuk itu saya tidak mau lagi mendengar ada penundaan sidang pembacaan tuntutan, terlebih dengan alasan rentut belum turun dari pimpinan,” ingatnya.

Selain itu, penegakan hukum harus dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, karena hukum ada untuk menjawab kebutuhan masyarakat, sehingga apabila penegakan hukum dipandang tidak memberikan kemanfaatan bagi masyarakat, maka itu sama dengan hukum telah kehilangan rohnya.

Jaksa Agung RI menyampaikan, salah satu contoh penegakan hukum yang tidak mampu menyerap rasa keadilan yang tumbuh di dalam masyarakat adalah kasus yang baru-baru ini terjadi di Kejaksaan Negeri Karawang, dimana tuntutan Jaksa tersebut nampak sekali telah mengabaikan rasa keadilan dan kemanfaatan sehingga menimbulkan kegaduhan.

“Saudara sekalian tentunya terkejut dengan langkah ekstrem yang saya lakukan, mulai dari tindakan eksaminasi, mencopot Aspidum, menarik penanganan perkara, dan menuntut bebas. Perlu saudara sekalian ketahui bahwa tindakan itu terpaksa saya ambil, karena Jaksa-Jaksa saya di bawah ternyata tidak profesional dan tidak peka, ” imbuhnya.

“Kalian harus ingat bahwa atribut kewenangan yang ada pada kalian adalah pendelegasian kewenangan dari saya, yang sewaktu-waktu bisa saya cabut manakala kalian saya nilai tidak cakap dalam mengemban tugas dan kewenangan itu,” imbuhnya lagi. *