KOTABARU, metro7.co.id – Kalangan DPRD Kotabaru akhirnya membuka ruang aspirasi bagi aliansi kawal kompensasi tambang pulau laut.

Hearing atau rapat dengar pendapat (RDP) kali ini menghadirkan pihak perusahaan STC, Aliansi, dan pihak pemerintah daerah melalui Dinas PUPR.

Mereka dipertemukan di ruang rapat gabungan DPRD Kotabaru, yang dipimpin Ketua DPRD Syairi Mukhlis, didampingi wakil ketua M Arif serta anggota dewan, Senin (31/10/22).

Dalam hearing pihak aliansi sempat menyatakan kekecewaanya karena pihak pemerintah daerah terlambat berhadir.

Aliansi meminta kelanjutan pembangunan rumah sakit lebih diutamakan. Karena itu terkait hajat hidup orang banyak.

Disamping itu mereka meminta agar di plang proyek dicantumkan angka nominal. Agar transparan dalam pengawasan.

Menurut Syairi Muhklis adanya rapat dengar pendapat ini karena adanya gerakan terhadap reaksi publik karena dianggap tidak transfaran penggunaan kompensasi

Sebagai penyambung lidah masyarakat maka DPRD ujar Syairi memfasilitasi hearing mereka. Menurut dia mengacu pada adendum bahwa pembangunan rumah sakit menjadi yang utama.

“Tinggal pemerintah daerah serius atau tidaknya menyelesaikan pembangunan rumah sakit,” kata dia

Dan DPRD kata Syairi akan mendorong terkait itu mumpung dana kompensasi masih ada.

“Jangan sampai dana kompensasi yang begitu besar hanya mengejar proyek proyek yang sifatnya hanya kuantiti tapi tidak pada kualitas,” tambahnya

Kalau memang komitmen ini tidak dilaksanakan juga secara kelembagaan akan bersurat kepada pemerintah daerah

“Jelas pembanguan rumah sakit tertuang dalam adendum itu. Makanya itu harus dilakukan,” katanya.

Kepala Dinas PUPR Kotabaru Suprapti Tri Astuti menyatakan perusahaan menolak pembangunan rumah sakit karena mereka tidak mengikuti pembangunan dari awal.

Apabila dilanjutkan dengan bangunan baru, secara teknis pihaknya tidak bisa langsung menyatakan dibangun.

“Kenapa, karena kan lahan itu harus dimatangkan dulu,” ujarnya

Proses pematangan lahan lanjut dia memerlukan waktu lumayan panjang, juga perlu anggaran yang besar.

Hasil hearing inipun akan ia sampaikan kepada tim percepatan realisasi kompensasi tambang pulau laut.

Menurutnya pematangan lahan perlu anggaran besar, sementara anggaran tahun 2023 sudah tidak memungkinkan.

“KUA PPAS sudah dan anggaran sudah dimasukan ke SIPD. Tidak mungkin di tahun 2023, kalau mau menggunakan dana APBD pasti di tahun 2024,” ujarnya

Pekerjaan teknis kata dia tidak semudah seperti membalikan telapak tangan, tapi ada proses yang harus dilalui.

Pihak perusahaan STC, Cornelius mengatakan yang menentukan pekerjaan dari dana kompensasi itu adalah pihak pemerintah daerah.

Sedangkan perusahaan hanya sebagai pelaksana dan selaku penyandang dana apa yang sudah direncanakan pihak pemda

Ia mengatakan dana kompensasi Rp 700 miliar masih tersisa Rp 500 miliar lebih yang sudah digunakan pembangunan infrastruktur jalan, perumahan, kantor dan lainnya

Pihaknya mengusulkan dari awal pembangunan kompensasi di wilayah Pulau Laut Tengah, yang merupakan ring satu kerja perusahaan.

Ia juga sepakat apa yang diutarakan anggota dewan, dana ditujukan selain untuk infrastruktur juga disisihkan untuk pendidikan. Namun kembali lagi kata Cornelius, yang menentukan adalah pihak pemerintah daerah. *