JAKARTA, Metro7.co.id – Awal Tahun 2022, Presiden Republik Indonesia telah menentukan arah kebijakan investasi dibidang pemanfaatan Sumber Daya Alam (ADA) khususnya dibidang MINERBA, yang secara tegas harus dilakukan dengan pertimbangan tersanderanya pemanfaatan Sumber Daya Alam.

Namun sangat disayangkan, ditengah-tengah kebijakan Presiden yang laksanakan demi kepentingan rakyat, ternyata dimanfaatkan oleh segelintir oknum yang memegang kekuasaan untuk ‘bermain’ demi kepentingan pribadi ataupun kelompoknya.

Hal ini tentu bukan hanya tuduhan semata dan tanpa dasar. Dugaan kuat adanya anasir-anasir negative didalam tubuh birokrasi pemerintahan yang dengan sengaja memanfaatkan dan hingga akhirnya menjadi kontraproduktif dengan kebijakan Presiden, disinyalir telah terjadi dengan menggunakan modus modus tertentu.

Dugaan kuat adanya praktek Tindak Pidana Gratifikasi dan dugaan kuat INTERVENSI Oknum Pejabat Pemerintahan berkaitan dengan Proses Pencabutan IUP yang diduga kuat dilakukan oleh:

Oknum Wakil Menteri Hukum dan HAM RI, dalam hal ini, Prof Edward Omar Sharif Hiariej alias Prof Eddy, Menteri Investasi RI Kepala BKPM RI, dalam hal ini adalah Bahlil Lahadalia Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM RI dalam hal ini adalah Ridwan Djamaluddin.

Indikasi kuat ‘permainan’ yang dilakukan adalah demi untuk kepentingan PT Bumi Kalaena Persada agar mendapatkan sejumlah lokasi tambang.

Dugaan ini dengan terpaksa harus kami sampaikan sebagai salah satu contoh dari dugaan penyelewengan kekuasaan, yakni pada Rabu (23/3) terjadi pertemuan atas undangan dari Dirjen Minerba Kementerian ESDM dalam rangka membicarakan masalah lokasi tambang perusahaan yang diduga tumpang tindih, namun dikejutkan dengan HADIRNYA WAMENKUMHAM yang mengaku hadir untuk mewakili kepentingan salah satu perusahaan.

Tentu hal ini sangat disayangkan, ditengah-tengah sikap tegas Presiden RI yang hendak mengedepankan dan memaksimalkan pemanfaatan Sumber Daya Alam di bidang MINERBA untuk kepentingan rakyat.

Namun disaat yang bersamaan justru disalahgunakan oleh oknum-oknum di
birokrasi Pemerintahan yang diduga untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.

Indikasi dan dugaan kuat ini didasarkan pada pertanyaan yang sangat mendasar, yakni ‘Atas dasar dan kepentingan apa seorang Wamenkumham hadir dalam
pertemuan di direktorat jenderal Minerba Kementerian ESDM pada jam kerja dan terlibat dalam pembahasan permasalahan lokasi pertambangan pihak swasta?”.

Kemudian pertanyaan lainnya adalah ‘Atas dasar dan kepentingan apa Dirjen Minerba Mengundang dan menerima seorang Wamenkumham ke dalam pertemuan di Ditjen minerba Kementerian ESDM Pada jam kerja dan terlibat dalam pembahasan permasalahan lokasi pertambangan swasta?’.

Merujuk kedua pertanyaan mendasar itu, tentunya sudahlah cukup untuk mendapatkan indikasi kuat adanya dugaan intervensi kekuasaan yang terjadi pada Ditjen Minerba.

“Sehingga oleh karenanya, kami menolak dengan tegas praktek-praktek yang demikian, sekaligus memohon dengan sangat kepada Bapak Presiden Republik Indonesia agar kiranya dapat melakukan penelitian yang lebih mendalam dan melakukan evaluasi kinerja dari oknum yang saat ini memangku jabatan Menteri ESDM, Wamenkumham dan Dirjen Minerba demi terciptanya Pemerintahan yang bersih dan berpihak pada rakyat,” pungkasnya.