Kejagung Hentikan Penuntutan Perkara Melalui Restorative Justice
JAKARTA, Metro7.co.id – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung (Kejagung), Dr Fadil Zumhana menyetujui permohonan penghentian penuntutan perkara berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice), Rabu (12/1).
“Penghentian penuntutan itu atas perkara tindak pidana atas nama tersangka Muhammad Ikbal alias I’ba bin Situru dari Kejaksaan Negeri Gowa yang disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, SH. MH.
Kasus ini bermula, tersangka bertemu dengan saksi korban di warung kopi, saat itu tersangka menawarkan sebuah badik untuk digadaikan dengan harga Rp 200 ribu kepada saksi korban, di Desa Pattalikang, Kecamatan Manuju, Kabupaten Gowa, sekitar pukul 11.00 Wita, Selasa (23/11/2021).
“Namun, saksi korban mengatakan, kalau hanya mau Rp 100 ribu dan bahkan saksi korban berkata, kamu itu apa badik begini kamu jual mahal. Mendengar perkataan tersebut, tersangka emosi dan langsung mengambil sebuah kursi plastik yang berada didekatnya. Lalu memukul saksi korban sekali dan mengenai pelipis sebelah kanan. Hasil visum, saksi korban mengalami luka bengkak di pelipis bagian kanan, luka lecet di jidat sebelah kanan, dan luka lecet di pipi kanan,” jelasnya.
Sedangkan, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain.
Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, pasal yang disangkakan tindak pidananya diancam pidana tidak lebih dari lima tahun, telah ada kesepakatan perdamaian antara tersangka dengan korban pada 7 Januari 2022 (RJ-7), dan tahap II dilaksanakan pada 5 Januari 2022 dihitung kalender 14 harinya berakhir pada 19 Januari 2022.
“Selain itu, korban dan keluarganya merespons positif keinginan Tersangka untuk meminta maaf dengan korban dan tak akan mengulangi kembali perbuatannya, serta korban telah memaafkan. Selain kepentingan korban, juga dipertimbangkan kepentingan pihak lain, yakni tersangka masih memiliki masa depan yang panjang dan lebih baik lagi kedepannya. Cost dan benefit penanganan perkara serta mengefektifkan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan,” beber Burhanuddin.
Selanjutnya, Kepala Kejaksaan Negeri Gowa akan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Sebelum diberikan SKP2, tersangka telah di lakukan perdamaian oleh Kepala Kejaksaan Negeri tersebut, baik terhadap korban, keluarga korban, yang disaksikan oleh tokoh masyarakat maupun dari penyidik Kepolisian.