Korupsi di Pengelolaan Keuangan PT Garuda Indonesia, Diduga Ada Mark Up Sewa Pesawat
JAKARTA, Metro7.co.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) membuka penyelidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi oleh PT Garuda Indonesia.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Print-25/F.2/Fd.1/11/2021, Senin (15/11/2021).
Surat perintah tersebut untuk melakukan penyelidikan kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengelolaan Keuangan PT Garuda Indonesia berupa mark up penyewaan pesawat Garuda Indonesia.
Mark up itu mengakibatkan kerugian keuangan negara dengan waktu perjanjian tahun 2013 hingga dengan saat ini.
Selain itu, juga terkait manipulasi data dalam Laporan Penggunaan Bahan Bakar Pesawat.
Jaksa Agung RI, Burhanuddin mengatakan, adapun kasus posisi singkat dapat dijelaskan sebagai berikut.
“Berdasarkan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) Tahun 2009-2014 terdapat rencana kegiatan pengadaan penambahan armada pesawat sebanyak 64 pesawat yang akan dilaksanakan oleh PT Garuda Indonesia baik dengan menggunakan skema pembelian (financial lease) dan sewa (operation lease buy back) melalui pihak lessor,” jelasnya.
Sumber dana yang digunakan dalam rencana penambahan jumlah armada tersebut, tuturnya, dengan menggunakan Lessor Agreement.
“Dimana pihak ketiga akan menyediakan dana dan PT Garuda Indonesia. Kemudian akan membayar kepada pihak lessor dengan cara pembayaran secara bertahap dengan memperhitungkan waktu pengiriman terhadap inflasi,” ungkapnya.
Lanjutnya, atas RJPP tersebut direalisasikan beberapa jenis pesawat diantaranya, yakni
ATR 72-600 sebanyak 50 unit pesawat (pembelian lima unit pesawat dan sewa 45 unit pesawat) dan CRJ 1000 sebanyak 18 unit pesawat (pembelian enam unit pesawat dan sewa 12 unit pesawat).
Sedangkan, Bussiness Plan Procedure dalam pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia ialah Direktur Utama akan membentuk Tim Pengadaan Sewa pesawa atau Tim gabungan yang melibatkan personal dari beberapa Direktorat yang akan melakukan kajian dan dituangkan dalam bentuk paper hasil kajian.
Feasibility Study (FS) disusun oleh tim atas masukan oleh Direktorat terkait mengacu pada bisnis plan yang telah dibahas dalam pembahasan anggaran harus inline dengan perencanaan armada dengan alasan feasibility, riset, kajian, tren pasar dan habit penumpang yang dapat dipertanggung jawabkan.
“Atas pengadaan atau sewa pesawat tersebut, diduga telah terjadi peristiwa pidana yang menimbulkan kerugian keuangan negara dan menguntung pihak Lessor,” pungkasnya. ***