Polemik Antara SK Gubernur dan UU Cipta Kerja di PT Patiware
BENGKAYANG, metro7.co.id – Polemik Antara SK Gubernur Kalimantan Barat dan UU Cipta Kerja di Kebun PT Patiware Kabupaten Bengkayan.
Kebun Patiware terletak di Kabupaten Bengkayang, meliputi 2 Kecamatan yaitu Sungai Raya Kepulauan dan Capkala, yang tersebar di 4 Desa yaitu Karimunting, Sungai Raya, Rukmajaya dan Mandor.
Terdiri dari Kebun Inti dan Kebun Plasma/KKPA dengan jumlah karyawan sebanyak +/- 1400 tenaga kerja, yang terdiri dari Staff, KHT, KHL, tenaga kerja borongan dan lainnya.
Keberadaan Perusahaan memprioritaskan kepada tenaga kerja lokal untuk dapat bekerja dan berkarya di Perusahaan agar upaya mencapai tingkat kesejahteraan ekonomi dapat diraih oleh masyarakat seputaran kebun Patiware.
Pembayaran upah khususnya untuk KHT, KHL, tenaga kerja borongan dan lainnya dapat mencapai rata-rata Rp 4 miliar setiap bulannya.
Demikian juga Peneriman SHU yang diperoleh oleh para pemilik lahan Plasma yang tergabung dalam Koperasi Mitra Plasma PT Patiware hingga saat ini berjalan dengan baik dan lancar untuk Desa-desa yang masuk ke dalam wilayah IUP PT. Patiware, yang saat ini terdiri dari 4 Koperasi Mitra yaitu Koperasi Dasar Tumbuh Harapan, Matang Ware, Mandiri Jaya dan Setia Usaha.
Polemik yang terjadi saat ini antara Perusahaan dengan tenaga kerja yang tergabung dalam Serikat Buruh/Serikat Pekerja telah dilaksanakan mediasi pada tanggal 10 Februari 2021, yaitu antara Perusahaan PT Patiware dengan Pihak SP/SB, yang terdiri dari DPC F HUKATAN KSBSI Kab Bengkayang, DPC GSBI Kab. Bengkayang, PK SBSI – PT. IBP dan PK KAMIPARHO – PT. WKN yang dihadiri dan diketahui oleh Kabid Tenaga Kerja Dinas Koperasi, UMKM, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bengkayang.
Pada Prinsipnya Pihak Manajemen Perusahaan berkomitmen mematuhi Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku dan menegaskan bahwa perusahaan tidak akan mengurangi apalagi mengambil apa yang menjadi HAK karyawan.
Dalam mediasi tersebut perusahaan berpedoman kepada Undang-Undang Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 yang diperkuat dengan Surat dari Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja No. 4/136/HI.01.00/00/II/2021 tertanggal 10 Februari 2021 yang ditandatangani oleh Direktur Pengupahan perihal Penjelasan SK Gubernur Kalimantan Barat terkait Upah Minimum Sektoral.
Bahwa sesuai poin 1 surat Dirjen tersebut menjelaskan Pasal 81 Angka 26 Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK) telah menghapus pasal 89 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK) yang memuat tentang Upah Minimum Sektoral, dengan demikian saat ini sudah tidak terdapat pengaturan mengenai Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP).
Sehubungan hal tersebut, setelah ditetapkannya UU CK Gubernur tidak diberikan kewenangan lagi untuk menetapkan UMSP.
Tindakan yang sangat disesalkan adalah saat Pengurus DPC F HUKATAN KSBSI dan DPC GSBI Kabupaten melakukan walk out saat berlangsungnya mediasi, kesimpulan berita acara mediasi tetap terlaksana dengan dihadiri 2 organisasi PK SBSI dan PK KAMIPARHO, dan esok hari setelah mediasi tersebut yaitu tanggal 11 Februari 2021 kelompok Tenaga Kerja yang bernaung di bawah kedua organisasi Serikat Buruh yang melakukan walk out tersebut langsung mengadakan aksi mogok kerja tidak sah, sedangkan kelompok tenaga kerja yang bernaung di bawah kedua organisasi PK SBSI dan PK KAMIPARHO tetap bekerja seperti biasa sesuai apa yang telah diputuskan dan disepakati dalam berita acara mediasi tersebut.
Aksi mogok karyawan yang tidak sah tersebut tentunya sangat disayangkan karena hal ini mengakibatkan dampak yang merugikan baik bagi karyawan yang melakukan mogok itu sendiri, karena kehilangan upahnya, masyarakat/Mitra Kebun Plasma (Koperasi MITRA) termasuk terhentinya kegiatan operasional perusahaan.
Para pihak mengharapkan agar dikemudian hari masing-masing pihak tidak mengedepankan kepentingan pribadi atau kelompok namun lebih mementingkan kepentingan umum dan khalayak ramai, serta para pemangku kebijakan yang terkait dengan Ketenagakerjaan dapat memberikan kerangka perumusan kebijakan pengupahan yang lebih aspiratif dan bijaksana dalam hal memberi masukan kepada pemerintah sesuai dengan ketentuan ketenagakerjaan yang berlaku, sehingga tidak ada polemik dan memberikan kepastian hukum bagi tenaga kerja dan perusahaan. ***