Empat Pimpinan Pesantren Tolak Paham Terorisme dan Komunisme Berkembang di Indonesia, Khususnya Kalbar
PONTIANAK, metro7.co.id – Empat pimpinan pondok pesantren di Kalimantan Barat menyatakan sikap atas perkembangan isu intoleransi, paham radikal dan komunis, Minggu (30/5/2021).
Baru baru ini didapati postingan di twitter oleh salah satu warga di Kota Singkawang yang mengarah pada SARA, adanya postingan di facebook oleh salah satu simpatisan FPI sekaligus Laskar Melayu di Kota Singkawang yang mengarah ujaran kebencian, temuan pemasangan lafadz Allah SWT dan Muhammad SAW di Altar Penyembahan Klenteng Theng Sua Pek Kong Jalan Nirbaya Pontianak Selatan, diamankannya seorang wanita yang memakai kaos berwarna merah dan terdapat gambar palu arit (lambang paham komunis) di Kota Pontianak.
KH Ismail Ghofur, pimpinan Pondok Pesantren Nurul Hidayah Kabupaten Kubu Raya menyatakan, seluruh pimpinan pondok pesantren di bawah binaan Nahdlatul Ulama sepakat jika NKRI harga mati. “Indonesia jaya, Bhineka Tunggal Ika milik kita,” tegasnya.
H Ahmad Bustomi, pimpinan Pondok Pesantren Darussalam Kota Pontianak menyatakan, Timbulnya paham radikalis berawal dari adanya sikap intoleransi. “Apabila dibiarkan, radikalisme bisa berubah menjadi aksi terorisme,” ujarnya.
Tambahnya, sikap intoleransi, paham radikalis, dan terorisme tidak dibenarkan berkembang di Indonesia. “Tanggung jawab kita bersama untuk menjaga NKRI,” imbuhnya.
Menurutnya, sistem pemerintahan berdasarkan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh) tidak bisa diterapkan di Indonesia meskipun merupakan negara dengan jumlah penduduk Islam terbesar di dunia.
Pimpinan Pondok Pesantren Hidayatul Muhsinin Kubu Raya DR KH Zainuddin Asyhari menyatakan, ajaran Ahmadiyah sangat bertentangan dengan ajaran agama Islam pada umumnya. “Ahmadiyah bukan bagian dari agama Islam,” tukasnya.
Dia menegaskan, Nahdlatul Ulama siap menjadi garda terdepan.
“Terorisme dan komunisme tidak boleh berkembang di Indonesia khususnya Kalbar. Ucap H Momon Salmon, Ketua Perguruan Pondok Pesantren Mathla’ul Anwar Pontianak.