PONTIANAK, metro7.co.id – Tingginya kasus mafia tanah di Kalbar mendapat atensi seluruh elemen masyarakat, tak terkecuali Forum Komunikasi Wartawan (FKW) Kalimantan Barat (Kalbar).

“Sebut saja kasus mafia tanah di Desa Kuala Dua, Kubu Raya yg melibatkan orang dalam BPN KKR kerugiannya mencapai Rp1,2 triliun, kasus shm 1909 siluman milik keuskupan Agung yang di terbitkan BPN kota Pontianak, selain itu mafia tanah yang di Desa Kapur, Kecamatan Sungai Raya,” kata Edi Ashari selaku Ketua Umum FKW saat Seminar bertajuk ‘Memperkuat Sistem Pemberantasan Mafia Tanah’ yang akan berlangsung, Kamis (31/3) mendatang.

Menurutnya, agar seminar nanti lebih berbobot dan memiliki kontribusi positif dalam pemberantasan mafia tanah di Kalbar, akan diundang unsur APH, yakni unsur Kejati, Polda Kalbar.

Sementara untuk mengetahui legalitas masalah pertanahan akan dihadirkan dari Kanwil ATR BPN Kalbar, bahkan Ketua Ombudsman RI Perwakilan Kalbar.

“Bertindak sebagai moderator seminar, Drs Sidik Pramono, seorang wartawan senior semua orang mengenalnya,” ujarnya.

Intinya menurut Edi, seminar tersebut fokus kepada persoalan sistem pemberantasan mafia tanah yang ditangani Kejati maupun Polda.

“Termasuk pembahasan progres yang sudah tercapai maupun yang belum tercapai dalam menangani mafia tanah di wilayah hukum Kalbar,” tambah Edi yang didampingi Chairil Anwar sebagai ketua panitia seminar, Jumat (25/3).

Senada dengan itu, Edi Ashari menegaskan bahwa mafia tanah di Indonesia dan Kalbar lebih khusus, tidak boleh tumbuh dan tidak boleh berkembang.

“Kegiatan seminar seperti ini bertujuan menanamkan budaya anti terhadap mafia tanah, harapannya ditanamkan kepada seluruh anak bangsa,” pungkasnya.