PONTIANAK, metro7.co.id – Tergabung di dalam barisan aksi Front Perjuangan Rakyat, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Kota Pontianak menggelar aksi unjuk rasa menolak diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law). Aksi digelar di Gedung DPRD Provinsi Kalimatan Barat, Kamis Siang (8/10/2020).

Dipimpin oleh Kordinator Aksi Anselmus Ersandy Santoso. Dalam pernyataan sikap nya menyatakan bahwa, UU Cipta Kerja sebagai alat imperialis untuk memassifkan perampasan hak klas buruh, kaum tani, dan masa depan pemuda mahasiswa. GMNI Kota Pontianak menyuarakan beberapa pernyataan sikap.

Dalam pernyataan sikap tersebut GMNI Kota Pontianak menyatakan bahwa, pengesahan UU Cipta Kerja terkesan dipaksakan, karena dilakukan pada saat situasi pandemi Covid-19.

“Keputusan ini sangat tidak relevan dengan kondisi kehancuran ekonomi hingga minus tiga persen di kuartal III, Indonesia telah masuk dalam jurang krisis ekonomi,” ungkapnya.

Dengan demikian, akan terjadi gelombang PHK besar-besaran akibat krisis Imperialisme yang sudah semakin akut, 30 juta usaha kecil tutup, hingga bertambahnya beban penghidupan rakyat.

GMNI berpendapat bahwa, Pemerintah Jokowi sebagai pelayan Imperialis AS tidak memiliki daya apapun selain menyuap rakyat miskin dengan BLT senilai Rp 300 ribu per 3 bulan yang dananya juga dari hutang luar negeri. Pemerintah Jokowi sama sekali tidak menjamin penghidupan rakyat yang mengalami krisis makin kronis.

Perampasan hak klas buruh sudah sejak lama di rampas, bahkan UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP. 78/2015 tentang pengupahan pun telah melegitimasi perampasan hak buruh.

GMNI Kota Pontianak yang menjadi bagian dari massa aksi Front Perjuangan Rakyat (FPR) berpendirian bahwa, UU Cipta Kerja akan semakin memperburuk kondisi klas buruh yang sudah buruk, semakin memiskinkan rakyat yang telah lama hidup miskin.

Atas dasar itu, Front Perjuangan Rakyat (FPR) menyatakan sikap dan tuntutan sebagai berikut:

Menolak Omnibuslaw Cipta Kerja yang sangat nyata menjadi alat bagi imperialis, borjuasi besar dan tuan tanah besar untuk menindas dan menghisap rakyat!.

Bagi hasil yang adil bagi para penggarap di perkebunan besar kayu, sawit, karet, gula, komoditas ekspor lainnya milik imperialis dan tuan tanah besar tingkat nasional.

Berikan upah buruh tani yang lebih baik di perkebunan besar milik Imperialis dan tuan tanah besar tingkat nasional.

Hapuskan Peribaan di Pedesaan

Perbaiki harga komoditas dan harga keperluan hidup kaum tani. Serta Hapus semua pajak atas seluruh komoditas kaum tani.

Sediakan input pertanian, peternakan dan perikanan dari industri nasional sendiri, bukan produksi paten dibawah lisensi dan tidak berbahan baku impor serta tidak bersumber pada pendanaan hutang dan investasi asing.

Sediakan alat-alat pertanian modern yang mudah diakses oleh kaum tani. Serta Perbaiki harga komoditas dan harga keperluan hidup kaum tani.

Sediakan sistem dan fasilitas pendidikan dan kesehatan yang maju, murah dan mudah dijangkau di seluruh pedesaan dan perkampungan Indonesia.

Berikan kompensasi kepada kaum tani, klas buruh dan rakyat yang terdampak Covid 19

Hentikan pengakuan nominal atas tanah-tanah ulayat di pedalaman Indonesia yang bertujuan untuk pembatasan kekuasaan suku bangsa minoritas dan mempermudah perampasan tanah untuk perkebunan besar, HPH, pertambangan dan infrastruktur.

Menolak segala skema liberalisasi, privatisasi, dan komersialisasi pendidikan serta menuntut diberlakukannya sistem pendidikan yang ilmiah, demokratis, dan mengabdi kepada rakyat.

Hentikan segala bentuk kekerasan, intimidasi, pasifikasi, dan kriminalisasi terhadap rakyat.

Mendesak pemerintah untuk mengeluarkan perpu pembatalan UU Cipta Kerja.

Mengecam tindakan referesif aparat terhadap Kader GMNI yang terlibat aksi penolakan UU Cipta Kerja. ***