SAMBAS, metro7,co.id – Pada 2020, Kabupaten Sambas menduduki peringkat teratas dalam kasus perceraian. Hal ini disampaikan langsung oleh Panitera Muda Permohonan Pengadilan Agama, Hidayat.

Hidayat mengatakan bahwaa untuk perkara terdapat berbagai macam gugatan serta permohonan surat perizinan. Ia mengungkapkan kasus gugatan perceraian yang ada hampir mencapai 1.000 kasus.

“Dalam gugatan perceraian, sengketa harta, sengketa perkawinan ada 1.040 perkara. Untuk permohonan surat perizinan menikah usia dini, ataupun surat izin poligami sekitar 775 perkara. Memang kebanyakan gugatan perceraian, ada 928 kasus, sisanya sengketa harta bersama dan sengketa anak,” katanya, baru-baru ini.

Hidayat juga mengatakan bahwa tidak hanya yang muda, bahkan yang tua pun juga ada kasus gugatan cerai, walaupun rata-rata mendekati usia 30an.

“Rentang usia yang mengajukan gugatan perceraian dari umur 30-40 tahun itu 70 persen, yang muda juga banyak di bawah 30 (tahun) sekitar 30 persen, yang di atas 50 tahun juga ada sekitar 5 persen,” ungkapnya.

Ada beberapa penyebab terjadi gugatan cerai dan yang paling terkesan adalah faktor ekonomi. Hal itu yang membuat Kabupaten Sambas menempati peringkat teratas kasus perceraian di Kalimantan Barat.

“Alasan dari perceraian tersebut kebanyakan karena faktor ekonomi, sisanya kekerasan dalam rumah tangga, tidak ada lagi keharmonisan dalam rumah tangga, dan lain sebagainya,” katanya.

“Data dari statistik menyebutkan Sambas mendapati peringkat nomor satu angka perceraian tertinggi. Untuk kecamatan dengan angka perceraian tertinggi yakni Pemangkat, Tebas, Selakau dan Jawai,” jelas Hidayat.

Hidayat menjelaskan bahwa rata-rata mereka yang menggugat cerai sebenarnya belum siap untuk menikah, akhinya perceraian dini pun banyak terjadi. Usia pernikahan baru 5-2 tahun sudah cerai. Bahkan ada yang baru menikah tahun 2019, tahun 2020 cerai.

“Mereka bercerai karena kebanyakan nikah muda, belum cukup usianya 19 tahun. Mereka yang belum cukup umur dan ingin menikah mengajukan dispensasi pernikahan di pengadilan agama. Akhirnya terjadilah pernikahan dini,” jelas Hidayat.

Pengadilan agama juga mencatatkan adanya pernikahan dini, dikarenakan oleh hubungan bebas yang telah dilakukan dan demi menyesuaikan kependudukan Indonesia.

“Pada akhirnya perceraian dini itu terjadi karena kurang matangnya usia, belum siap memahami pasangannya, masih sering keluar, nafkah kurang, masih sering main gadget, kebanyakan karena nafkah, tingkat kematangan usia,” katanya.

“Dispensasi pernikahan kita juga meningkat tahun ini hampir 90 persen karena hamil duluan. Itu menjadi PR untuk Kabupaten Sambas untuk menatanya agar tidak lagi terjadi demikian,” tutup Hidayat. *