SANGGAU, metro7.co.id – Dua orang ditetapkan sebagai tersangka oleh Penyidik tindak pidana khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Sanggau dalam dugaan penyimpangan dalam program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) KUD Sinar Mulia, di Kecamatan Kapuas tahun 2019 dan 2020.

Kedua tersangka itu adalah AZ selaku Pengurus KUD Sinar Mulia dan AL yang merupakan pengusaha sawit, mereka berdua ditetapkan tersangka oleh penyidik, Senin (3/4) usai menjalani proses pemeriksaan yang di dampingi oleh kuasa hukumnya.

“Penyidik pidana khusus Kejari Sanggau hari ini telah melakukan pemeriksaan dan menetapkan dua orang sebagai tersangka terkait kegiatan Program Peremajaan Sawit Rakyat Kabupaten Sanggau tahun 2019 dan 2020,” ujar Kasi Intelijen Kejari Sanggau, Adi Rahmanto, Senin malam.

Menurutnya, KUD Sinar Mulia tersebut mendapatkan bantuan dalam Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk tahun 2019 dan 2020. KUD tersebut telah menerima dana PSR dalam tiga tahap yakni tahap pertama pada Bulan Oktober 2019. Kemudian tahap kedua pada Januari 2020 dan tahap ketiga pada Juli 2020.

“Pada Bulan Juli 2020 KUD Sinar Mulia mendapatkan bantuan PSR senilai Rp8,709 miliar,” katanya.

Adi menjelaskan, untuk program PSR tahap ketiga tersebut, tersangka AZ mengusulkan peserta penerima program PSR sebanyak 130 orang yang diusulkan dengan luasan 290,33 hektar.

Dari luasan tersebut, terdapat 15 kapling lahan yang diajukan oleh AZ yang diketahuinya dimiliki oleh satu orang yang sama yakni milik AL, si pengusaha sawit tersebut.

“Untuk satu kapling lahan yang diajukan untuk program PSR, luasannya dua hektar dan setiap orang penerima PSR hanya dapat memperoleh bantuan maksimal dua kapling lahan atau sekira 4 hektar. Di sini, AZ dengan sengaja membuat administrasi seolah-olah data tersebut diajukan oleh pemilik lama dan belum beralih kepemilikan. Padahal, faktanya lahan tersebut sudah dijual kepada AL yang kemudian diusulkan (oleh AL) menjadi peserta PSR,” jelasnya.

“Modusnya ini, pengajuan tetap dilakukan tetapi dengan meminta kelengkapan dokumen dari pemilik asal. Sehingga, seolah-olah kebun yang diajukan tersebut masih merupakan milik dari pemilik lahan sebelumnya,” sambung dia.

“AZ dan AL ini tahu Program PSR yang diberikan pada Pekebun paling luas dua kapling atau 4 hektar per orang saja yang menjadi haknya. Maka, dengan dugaan penyimpangan itu, data 13 kapling lahan milik AL yang lain adalah tidak sah dan mengakibatkan kerugian negara,” ujarnya.

Dikatakannya, perbuatan AZ yang telah mengusulkan dan menggunakan Sertifikat Hak Milik sebanyak 15 kapling lahan milik AL dan perbuatan AL selaku pengusaha sawit yang telah mendaftarkan 15 kapling lahan untuk mendapatkan bantuan PSR dianggap bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2019 tentang Pengembangan SDM, Peremajaan, serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit.

“Perbuatan yang dilakukan AZ dan AL ini telah mengakibatkan kerugian negara senilai Rp750 juta,” tutupnya.